Suatu sore saya dikejutkan oleh pengaduan anak saya. Papa, tadi di sekolah si Boleng (sebut saja namanya seperti itu), bilang kalau besar nanti dia mau korupsi. Padahal teman-teman yang lain bilang kalau besar ingin menjadi Presiden, polisi, dokter, peragawati, pramugari, pilot, pengacara. Entah serius atau bercanda, teman-temannya penasaran. Kenapa mau korupsi? Degan santainya si Boleng bilang, "biar cepat kaya. Korupsi kan berarti punya uang banyak, bisa beli mobil bagus, rumah mewah, beli ini, beli itu, punya banyak pacar...". Teman-teman si boleh serempak bilang "huuuuuuu, si Boleng korupsi, korupsi...".
Seorang teman Boleng lalu berbisik, "Boleng, ntar kalau kamu di penjara, kami gak bakalan kungjungin lo di penjara ya. Kita yang malu, punya teman kok masuk penjara, ogah, ogah." Tak mau kalah Boleng yang kutu buku dan rajin melirik koran yang dibaca ayahnya setiap pagi, bilang, "Aku tadi gak serius kok..."
Dari dialog anak-anak sekolah dasar tadi, saya tertegun sejenak. Betapa isu korupsi telah merebak kemana-mana, hingga jadi buah bibir anak-anak. Apalagi bila ada anak yang ayahnya terlibat kasus korupsi, sekolah tersebut pasti heboh. Sang anak pasti kena getah 'malu' akibat perbuatan sang Ayah. Tapi itulah realita dunia persilatan politik di Tanah Air saat ini. Saban hari, televisi dan koran tiada hentinya memberitakan berbagai kasus korupsi, mulai dari pemimpin-pemimpin negeri di pusat pemerintahan, hingga tingkat RT/RW di kelurahan, yang langsung berhadapan dengan masyarakat.
Rasa-rasanya 15 tahun sejak Reformasi bergulir, perang melawan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), yang menjadi tema utama pergerakan mahasiswa mendongkel president Soeharto, bukannya hilang dari bumi pertiwi, namun kian beranak-pinak. Bila zaman Orde Baru, kasus-kasus KKN hanya melibatkan lingkaran dalam kekuasaan, kini, KKN malah merebak tak terkontrol. Para pejabat birokrasi dan politisi seperti tidak punya urat malu lagi bila terbukti terlibat korupsi. Lihatlah, mereka yang terduga dan terbukti korupsi yang diinterogasi KPK, tanpa rasa malu tetap tebar pesona di depan kamera. Bila perlu, berdandan dengan rapih, mengenakan pakaian terbaik agar terlihat berwibawa di depan kamera. OMG!!!
Hari-hari ini masyarakat kembali disuguhkan lagi oleh kasus super-heboh yang menyita perhatian masyarakat. Apalagi kalau bukan kasus korupsi impor sapi yang melibatkan mantan president Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan tangan kananya Fathanah. PPATK telah memberi bukti teranyar bahwa Fathanah telah mengalirkan uang ke 45 perempuan, beberapa di antaranya adalah penyanyi dan artis. Kasus ini semakin panas setelah muncul nama baru DM, murid SMK kelas XII, di Jakarta Timur.
Kasus ini tidak berdiri sendiri mengingat PKS, seperti juga, partai-partai lain sedang berlomba-lomba menggalang dana untuk membiayai kampanye pemilihan umum 2014 nanti. Patut disayangkan, para politisi menggunakan segala cara untuk mencari dana. Reformasi anti-KKN 15 tahun lalu, tampaknya hanya utopia belaka. Ataukah kita masih berharap akan tiba hari baru bagi Indonesia. Semoga