Mata saya tertuju pada berita keputusan Bank Indonesia menaikkan suku
bunga acuan BI Rate ketika membaca koran-koran dan berita online pagi ini. Wah, tidak tanggung-tanggung, BI langsung
menaikkan BI Rate 50 basis poin menjadi 6.50%.
Mengapa langsung 50 bps? Bukan 25 bps seperti yang
diprediksi beberapa ekonom dan pelaku industri?
Pertama, tampaknya BI melihat ancaman inflasi dalam beberapa
bulan kedepan bakal meningkat. Kenaikan inflasi bisa disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain kenaikkan harga-harga menyusul keputusan pemerintah
menaikkan harga BBM bersubsidi.
Kedua, nafsu belanja masyarakat kelas menengah ke atas
meningkat tajam. Ini terlihat dari belanja masyarakat untuk membeli properti,
mobil, dan barang-barang konsumsi lainnya. Ini juga terlihat pada laju
perkembangan kredit perbankan yang kian menggila dalam beberapa tahun terakhir.
Suku bunga kredit yang cukup rendah dalam 2-3 tahun terakhir rupanya mendorong
nafsu belanja masyarakat yang cukup tinggi.
Tampaknya BI membaca hal tersebut. Karena itu, BI melakukan
kebijakan teksbook dengan menahan laju inflasi dengan menaikkan suku bunga
acuan. Bisa diduga, keputusan BI tersebut bakal diikuti oleh perbankan dengan
menaikkan suku bunga kredit dan suku bunga deposit mereka.
Dampaknya? Pertama,
calon pembeli mobil, rumah, terutama yang memiliki dana terbatas dan bergantung
pada kredit perbankan bakal menahan nafsu belanja mereka. Bagi mereka yang
sudah terlanjur membeli dengan memanfaatkan fasilitas kredit, siap-siap suku
bunga dinaikkan sepihak oleh perbankan atau perusahaan multifinance terutama
bila suku bunga kredit ditetapkan secara ‘floating’. Bila suku bunga kredit
sudah di-fixed untuk dua-tiga tahun, beruntunglah Anda. Bila suku bunga kredit cuma
dikunci selama setahun, maka siap-siaplah suku bunga kredit dinaikkan setelah
periode satu tahun sudah lewat.
Wah, kebetulan juga saya termasuk kelompok ini. Berarti
harus siap-siap nih bakal membayar cicilan rumah bulanan lebih tinggi. Pada
saat yang sama pengeluaran bakal meningkat karena harus membeli barang-barang
dengan harga lebih tinggi. Fatal bila pemasukan sudah terkunci.
Sebagai konsumen atau pengusaha, saatnya untuk berpikir
keras bagaimana menghadapi situasi ini. Sebagai pengusaha, bila perusahaannya
sedang tajir, mungkin bisa mempertahankan gaji karyawan dengan meningkatkan
penjualan dan meningkatkan produkvitas karyawan. Menambah karyawan baru
kemungkinan direm dulu. Menurunkan gaji dikhawatirkan justru akan melemahkan
produktivitas karyawan. Saat-saat seperti ini dibutuhkan komunikasi internal
dari pimpinan manajemen agar tidak terjadi gejolak.
Bagi konsumen seperti saya, salah satu cara adalah
mengurangi biaya-biaya yang tidak penting. Bila sebelumnya makan beberapa kali
di restoran favorit dalam seminggu, mungkin dilakukan sekali atau dihilangkan
dulu. Bagi yang perokok, cobalah dikurangi dan bila perlu distop. Selain
keputusan tersebut menyehatkan kantong, juga menyehatkan badan. Dan, pasangan
Anda mungkin akan lebih menyayangi Anda.
Pada saat yang sama, bisa dilakukan dengan meningkatkan
pendapatan. Saya memilih cara ini – work smart, mencari tambahan income
sehingga pendapatan tidak stagnan tapi meningkat. Dengan demikian, income
meningkat saat pengeluaran meningkat. Mudah-mudahan kenaikan income melebihi
laju pengeluaran.
Dari sinyal yang diberikan BI, masih kemungkinan BI Rate
dinaikkan lagi dalam beberapa bulan kedepan, sambil melakukan assessment dari
keputusan kemarin menaikkan BI Rate 50 bps.
Selamat pagi Indonesia!!! Tingkatkan Produktivas!!!