Tampilkan postingan dengan label STAIN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label STAIN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Mei 2015

Aceh Akan Memisahkan Kaum Laki-laki dengan Perempuan

syariat Islam di Aceh
Lagi-lagi ada berita yang tidak mengenakkan yang datang dari ujung barat Indonesia. Kabupaten Aceh Utara yang berjarak sekitar 300 km ke arah timur Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, akan segera memberlalukan qanun (peraturan) daerah tentang pemisahan kaum laki-laki dan perempuan. Hal itu menyusul telah disahkan qanun tentang kemaslahatan dan ketertiban umum oleh DPRK setempat akhir bulan lalu.

Ketua Banleg DPRK Aceh Utara Tgk Fauzan Hamzah mengatakan, qanun yang telah disahkan oleh DPRK setempat saat ini sudah diserahkan ke pihak eksekutif, untuk bisa segera dibawa ke Banda Aceh agar dapat dimasukkan ke dalam lembaran daerah. Setelah itu, akan dilakukan sosialisasi selama enam bulan pada masyarakat tentang qanun tersebut. "Setelah enam bulan siap disosialisasi, kita minta untuk segera diberlakukan di Aceh Utara,” ungkapnya.

Qanun tersebut terdiri atas sembilan bab dan 34 pasal. Dalam aturan tersebut, di antaranya mengatur soal memisahkan pelajar laki-laki dan perempuan di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi, melarang pria dan wanita yang bukan suami istri untuk berboncengan saat naik sepeda motor kecuali dalam keadaan darurat, tidak boleh bermesraan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim di dalam kendaraan.

Sanksi bagi masyarakat yang melanggar qanun ini, dimulai dari teguran, pernyataan maaf, bimbingan di dayah, kerja sosial, dikucilkan dari kampung, pencabutan gelar adat, pencabutan izin usaha, denda dan dikeluarkan dari kampung (desa).

Dosen pascasarjana Sekolah Tinggil Ilmu Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe DR Hamdani AG, M Ag menyambut baik kehadiran qanun itu. Sebab, Aceh sebagai provinsi yang memberlalukan syariat Islam harus menjadi contoh  bagi daerah lain.

Direktur LSM Sahara Lhokseumawe dan Aceh Utara M Dahlan juga mendukung pengesahan qanun itu. Namun dia menyayangkan proses pembuatan aturan itu tidak melibatkan elemen sipil walaupun qanun itu sudah menjadi kebutuhan bagi warga Aceh Utara.

Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib mengatakan qanun tentang tentang kemaslahatan dan ketertiban umum, termasuk pemisahan ruang pelajar laki-laki dan perempuan sejak tingkat SMP hingga kampus di Aceh Utara baru bisa terlaksana dalam dua sampai lima tahun ke depan.

Sebab, saat ini pihaknya akan fokus pada penyusunan peraturan bupati (Perbup) tentang larangan bagi pelajar berkeliaran pada malam hari dan harus mengikuti pengajian. “Dalam mengawasi aturan ini, kita juga sudah menempatkan personel Satpol PP di masing-masing kecamatan,” pungkasnya.

Pemerintah sangat mendukung semua isi qanun tersebut, termasuk pemisahan ruang belajar bagi laki-laki dan perempuan. Namun, menurutnya, qanun itu tidak mungkin dilaksanakan segera seperti harapan MPU Aceh Utara. “Alasannya, sebelum qanun itu dijalankan, kami harus meminta pendapat dari semua elemen masyarakat Aceh Utara apakah mereka setuju qanun itu dijalankan atau tidak,” katanya.


Bukannya makin maju, namun makin terbelakang saja Aceh ini. Seharusnya hak-hak perempuan makin ditingkatkan, ini malah mengalami kemunduran terus.