syariat Islam di Aceh |
Lagi-lagi ada berita yang tidak mengenakkan yang datang dari
ujung barat Indonesia. Kabupaten Aceh Utara yang berjarak sekitar 300 km ke
arah timur Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, akan segera memberlalukan qanun
(peraturan) daerah tentang pemisahan kaum laki-laki dan perempuan. Hal itu
menyusul telah disahkan qanun tentang kemaslahatan dan ketertiban umum oleh
DPRK setempat akhir bulan lalu.
Ketua Banleg DPRK Aceh Utara Tgk Fauzan Hamzah mengatakan,
qanun yang telah disahkan oleh DPRK setempat saat ini sudah diserahkan ke pihak
eksekutif, untuk bisa segera dibawa ke Banda Aceh agar dapat dimasukkan ke
dalam lembaran daerah. Setelah itu, akan dilakukan sosialisasi selama enam
bulan pada masyarakat tentang qanun tersebut. "Setelah enam bulan siap
disosialisasi, kita minta untuk segera diberlakukan di Aceh Utara,” ungkapnya.
Qanun tersebut terdiri atas sembilan bab dan 34 pasal. Dalam
aturan tersebut, di antaranya mengatur soal memisahkan pelajar laki-laki dan
perempuan di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari SD sampai ke perguruan
tinggi, melarang pria dan wanita yang bukan suami istri untuk berboncengan saat
naik sepeda motor kecuali dalam keadaan darurat, tidak boleh bermesraan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim di dalam kendaraan.
Sanksi bagi masyarakat yang melanggar qanun ini, dimulai
dari teguran, pernyataan maaf, bimbingan di dayah, kerja sosial, dikucilkan
dari kampung, pencabutan gelar adat, pencabutan izin usaha, denda dan
dikeluarkan dari kampung (desa).
Dosen pascasarjana Sekolah Tinggil Ilmu Agama Islam Negeri
(STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe DR Hamdani AG, M Ag menyambut baik kehadiran
qanun itu. Sebab, Aceh sebagai provinsi yang memberlalukan syariat Islam harus
menjadi contoh bagi daerah lain.
Direktur LSM Sahara Lhokseumawe dan Aceh Utara M Dahlan juga
mendukung pengesahan qanun itu. Namun dia menyayangkan proses pembuatan aturan
itu tidak melibatkan elemen sipil walaupun qanun itu sudah menjadi kebutuhan
bagi warga Aceh Utara.
Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib mengatakan qanun tentang
tentang kemaslahatan dan ketertiban umum, termasuk pemisahan ruang pelajar
laki-laki dan perempuan sejak tingkat SMP hingga kampus di Aceh Utara baru bisa
terlaksana dalam dua sampai lima tahun ke depan.
Sebab, saat ini pihaknya akan fokus pada penyusunan
peraturan bupati (Perbup) tentang larangan bagi pelajar berkeliaran pada malam
hari dan harus mengikuti pengajian. “Dalam mengawasi aturan ini, kita juga
sudah menempatkan personel Satpol PP di masing-masing kecamatan,” pungkasnya.
Pemerintah sangat mendukung semua isi qanun tersebut,
termasuk pemisahan ruang belajar bagi laki-laki dan perempuan. Namun,
menurutnya, qanun itu tidak mungkin dilaksanakan segera seperti harapan MPU
Aceh Utara. “Alasannya, sebelum qanun itu dijalankan, kami harus meminta
pendapat dari semua elemen masyarakat Aceh Utara apakah mereka setuju qanun itu
dijalankan atau tidak,” katanya.
Bukannya makin maju, namun makin terbelakang saja Aceh ini.
Seharusnya hak-hak perempuan makin ditingkatkan, ini malah mengalami kemunduran
terus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar