Tampilkan postingan dengan label Chevron Pacific Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Chevron Pacific Indonesia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 November 2013

Pemerintah Indonesia Belum Bersikap, Blok Siak di Persimpangan Jalan



Pompa Angguk (sumber: Infoduri)
Hari ini, 27 November 2013, merupakan hari yang penting bagi Blok Siak yang terletak di Riau, Sumatera. Kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) untuk mengelola blok tersebut berakhir. Namun, hingga detik ini pemerintah Indonesia belum menentukan apakah memperpanjang atau tidak kontrak CPI mengelola blok minyak tersebut. 

Mengapa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terkesan tidak berani mengambil keputusan dan membiarkan waktu terus berlalu hingga batas akhir? Apakah hal ini terjadi akibat banyaknya lobi-lobi politik di belakang layar untuk mempengaruhi pemerintah dalam mengambil keputusan? Siapa saja yang bermain di belakang layar? Siapa bakal menang? Apa yang terjadi berikutnya setelah tenggat waktu hari ini lewat? 

Banyak pertanyaan yang mungkin muncul di benak publik terkait nasib Blok Siak tersebut, namun, belum tentu akan mendapatkan jawaban yang pas dan memuaskan. Sebagian besar masyarakat mungkin hanya menduga-duga apa yang terjadi. Di atas permukaan mungkin terlihat hanya riak-riak kecil, tapi di bawah permukaan terjadi tarik-menarik berbagai kepentingan. Welcome to the jungle!.

Bila kita melihat Blok Siak, sebetulnya blok ini tidak signifikan dilihat dari kontribusi produksi minyak nasional. Produksi Blok Siak per akhir Desember berkisar antara 1.600 hingga 2.000 barel per hari (bph). Tidak signifikan bila melihat total produksi CPI sekitar 320,000 barel per hari (dibawah target 326,000 bph). Hingga saat ini, Chevron masih menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia.

Walaupun produksi Blok Siak kecil, blok ini dianggap strategis bagi CPI karena blok Siak mendukung Blok Rokan, yang dioperasikan oleh CPI. Bagi CPI, integrasi pengelolaan kedua blok tersebut sangat diperlukan agar produksi blok Rokan dapat dioptimalkan.

CPI sendiri mulai mengelola Blok Siak sejak September 1963. Ketika itu, CPI masih bernama PT California Texas Indonesia.  CPI telah mengajukan perpanjangan kontrak sejak 2010, namun, hingga saat ini belum diputuskan pemerintah.  Selain CPI sebagai exising operator yang tertarik memperpanjang pengelolaan blok Siak, ada beberapa perusahaan lain yang terus melakukan lobby kepada pemerintah agar blok tersebut diberikan ke pihak lain.

Dua perusahaan yang terang-terangan tertarik untuk mengelola Blok Mahakam adalah PT Bumi Siak Pusako, perusahaan milik pemerintah daerah, serta PT Pertamina. 

Belakangan rumor pun bermunculan, para pengusaha menggunakan lobi-lobi politik dan melibatkan petinggi-petinggi pemerintah untuk mendesak pemerintah agar Blok Siak tidak diperpanjang. Ada pelobi yang masuk melalui SKK Migas, ada yang masuk melalui pintu ESDM, ada yang masuk melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Tidak heran, Menteri ESDM Jero Wacik pun tidak berani mengambil keputusan. 

Pemerintah terkesan ragu-ragu dan tidak berani mengambil risiko mengambil keputusan. Industri minyak dan gas merupakan industri yang strategis karena menyumbang 25 persen pendapatan ke negara (APBN). Industri migas juga merupakan salah satu motor penting pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. 

Keputusan kontrak Blok Siak kini berada di tangan Menteri ESDM Jero Wacik. Hingga saat ini Jero Wacik belum memberikan keterangan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Edy Hermantoro mengatakan untuk sementara CPI tetap mengoperasikan Blok Siak hingga pemerintah membuat keputusan.

Kasus Blok Siak yang kontraknya masih terus digantung hingga hari terakhir kontrak, seharusnya langsung diambilalih Presiden dan membuat keputusan tegas. Pemerintah sudah punya parameter dalam memperpanjang sebuah blok migas, tidak tunduk begitu saja pada tekanan-tekanan berbagai kelompok masyarakat. 

Boleh jadi, pemerintah dibuat galau oleh begitu banyaknya bisikan, tekanan, sementara pemerintah sendiri terkesan takut mengambil risiko. Salah membuat keputusan bisa-bisa menjadi sasaran empuk lawan politik, apalagi menjelang Pemilu 2014. Kasus blok Siak bisa juga menjadi kesempatan emas bagi Kementerian Energi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil sikap tegas, walaupun keputusan tersebut mungkin tidak popular, tapi strategis dan penting bagi negara.

Kemungkinan lain mengapa pemerintah menunda keputusan hingga batas akhir lewat, karena peraturan terkait perpanjangan sebuah blok Migas yang kontraknya berakhir masih belum final. Bisa jadi, pemerintah tidak mau mengambil risiko dengan membuat keputusan. Pemerintah mungkin membutuhkan sebuah payung hukum yang akan menjadi landasan dan pegangan bagi pemerintah dalam membuat keputusan terkait perpanjangan Blok Siak maupun blok-blok migas lainnya yang kontraknya akan berakhir, termasuk Blok Mahakam, yang kontraknya berakhir tahun 2017. 

Kita berharap penundaan tersebut tidak akan terjadi pada Blok Migas raksasa, Blok Mahakam. Blok Mahakam tergolong blok tua karena sudah 40 tahun berproduksi. Sekitar 80 persen cadangan migas telah berproduksi dan masih ada sisa 20 persen. Sisa cadangan tersebut akan semakin sulit diproduksi karena tekanan sumur-sumur sudah melemah. Material yang terangkat juga sudah bercampur lumpur dan air, sehingga harus memisahkan berbagai elemen tersebut. Apalagi kondisi blok yang berada di daerah rawa-rawa dengan reservoir kecil-kecil dan tersebar, sehingga menyulitkan proses produksi. 

Blok Mahakam tergolong blok yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, sehingga dibutuhkan operator yang memiliki kemampuan, pengalaman, teknologi dan komitmen investasi besar agar blok tersebut terus berproduksi. Untuk konteks Blok Mahakam, pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh, opsi apa yang akan diambil pemerintah. Pemerintah perlu mempertimbangkan segala aspek termasuk aspek optimalisasi produksi, risiko, kontribusi bagi negara, investasi, teknologi dalam memutuskan operator. 

Saat ini pemerintah sedang menggodok peraturan tentang perpanjangan blok migas. Diperkirakan isinya menyangkut parameter yang dipertimbangkan pemerintah, masa transisi, dan sebagainya. Mudah-mudah peraturan tersebut segera terbit, sehingga pemerintah dapat segera membuat keputusan terkait blok migas yang kontraknya segera berakhir, yakni Blok Siak, Blok Mahakam, dan lainnya. Untuk blok Mahakam, waktu yang ideal membuat keputusan adalah tahun 2013 ini, karena tahun 2014 pemerintah sudah sibuk dengan agenda politik, sehingga dikhawatirkan pemerintah tidak berani membuat keputusan. (*)