Tampilkan postingan dengan label Jero Wacik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jero Wacik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Agustus 2014

Undang-Undang Panas Bumi Akhirnya Disahkan

UU Panas Bumi Disahkan
Setelah cukup lama digodok, akhirnya Undang-Undang (UU) Panas Bumi disahkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera melakukan sosialisasi Undang-Undang (UU) baru pasca pengesahan UU Panas Bumi oleh DPR RI.

"Panas bumi akan berkembang lebih besar dan cepat lagi. Panas bumi ini akan menjamin kemandirian energi. Kita makin optimis karena ini adalah energi terbarukan yang bisa menggantikan BBM, sehingga energi makin mandiri," ucap Ketua DPR Pramono Anung.

Menurutnya, keberadaan undang-undang yang baru disahkan tersebut akan mempercepat pelaksanaan program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap dua yang sebagian di antaranya menggunakan energi panas bumi.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji menganggap bahwa persetujuan RUU akan membuat panas bumi makin berkembang. "Karena kegiatan eksplorasi yang semula terlarang, menjadi boleh," katanya.

Ketua Panitia Khusus RUU Panas Bumi DPR Nazarudin Kiemas mengungkapkan bahwa DPR telah melakukan kunjungan kerja ke dalam maupun luar negeri untuk mendapat masukan terkait rancangan undang-undang tersebut. "Dengan persetujuan RUU ini akan memberikan kepastian hukum dan peningkatan investasi panas bumi menuju ketahanan energi," pungkasnya.

Sedangkan menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, yang mewakili Presiden Yudhoyono menyampaikan pendapat akhir pemerintah dalam sidang paripurna, mengatakan bahwa pengesahan RUU Panas Bumi akan membuat pengembangan panas bumi lebih berkembang.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Tisnaldi, mengatakan bahwa sosialisasi akan dilakukan ke daerah-daerah yang memiliki potensi besar panas bumi seperti di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Aceh.

"Kita akan sosialisasikan melalui website kementerian dan kunjungan ke Pemerintah provinsi dan daerah kalau pemanfaatan panas bumi itu bisa dilakukan di dalam hutan," terangnya.

Saat ini di Indonesia terdapat 299 titik potensi panas bumi yang siap dimanfaatkan. "Dari 299 titik itu ada 65 wilayah kerja panas bumi yang sudah dan sedang dimanfaatkan. Salah satunya PLTP Sibayat, PLTP Kamojang, dan PLTP Drajat," tukasnya. Ke depannya, Tisnaldi mengatakan akan ada 25 titik lagi yang tersebar di Indonesia yang siap di lelang di 2014.



Senin, 06 Januari 2014

Kisruh Harga LPG, Cermin Buruknya Sistem Komunikasi Pemerintah Indonesia


Tabung LPG 12 kg
Sebagian besar masyarakat Indonesia larut dalam merayakan kegembiraan merayakan tahun baru 2014. Beberapa jam kemudian, masyarakat dihebohkan oleh fakta naiknya harga LPG 12 kg menjadi Rp117.708 dari sebelumnya Rp70.200 per tabung, atau melonjak 67,7 persen. Fantastis!! Ini merupakan kado terpahit yang dialami masyarakat, menambah kado-kado pahit lainnya, seperti naiknya tarif listrik, tarif tol dan harga-harga lainnya akibat kenaikan tarif tersebut. Keputusan tersebut membuat kehebohan dan kekisruhan dalam 5 hari terakhir. Masyarakat menumpahkan kekesalan mereka melalui media mainstream maupun media sosial seperti di twitter, facebook, dan media sosial lainnya. 

Keputusan Pertamina tersebut menyuguhkan dagelan dan panggung sandiwara baru. Menteri-menteri terkait membuat pernyataan-pernyataan yang membingungkan yang memprovokasi komentar pedas dari masyarakat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turun tangan dengan mengadakan rapat mendadak pada akhir pekan lalu. Presiden SBY meminta Wakil Presiden Budiono untuk memanggil Pertamina agar mengevaluasi keputusan tersebut. Beberapa menteri mencoba mencuci tangan dengan mengatakan tidak tahu menahu dengan keputusan pemerintah tersebut. Keputusan tersebut merupakan tanggung jawab korporasi, Pertamina.

Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jero Wacik mengatakan tidak mengetahui keputusan Pertamina tersebut. Aneh bin ajaib, seorang menteri ESDM kok tidak mengetahui keputusan kenaikan yang fantastis itu, padahal LPG (Elpiji) merupakan produk yang merupakan hajat hidup orang banyak. 

Dibanding BBM, LPG kini menjadi kebutuhan pokok masyarakat, tidak hanya kelas menengah tapi juga masyarakat golongan bawah dan UKM. Dulu minyak tanah menjadi kebutuhan utama karena tanpa minyak tanah, masyarakat tidak bisa masak. Kini, masyarakat tidak bisa memasak tanpa ada gas LPG (3 kg dan 12 kg). Masyarakat menengah ke bawah masih bisa hidup tanpa BBM, tapi tidak bisa (susah) hidup tanpa gas Elpiji. Jadi pantas bila masyarakat umum bereaksi begitu keras dan membahana, meresponse keputusan Pertamina tersebut.

Menteri Jero Wacik kemudian meralat pernyataannya bahwa ia bukan tidak tahu. Ia baru mendapat pemberitahuan melalui surat yang ia terima tanggal 2 Januari, sementara keputusan Pertamina dibuat 2-3 hari sebelumnya. Tetap saja, tidak mungkin seorang Menteri ESDM tidak mengetahui keputusan Pertamina. 

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mencoba mencuci tangan dengan mengatakan kenaikan harga BBM bukan keputusan dan tanggungjawab pemerintah, tapi keputusan korporat Pertamina, setelah disetujui dalam RUPS. Nah, pada RUPS tersebut tentu ada wakil pemerintah, baik Meneg BUMN, wakil dari Departemen Keuangan. Jadi, hampir pasti pemerintah sudah mengetahui keputusan Pertamina tersebut. Pernyataan Hatta terlihat ingin mengalihkan beban tanggung jawab pada Pertamina semata. 

Dahlan Iskan sebagai Meneg BUMN seharusnya berpikir rasional juga dengan meloloskan keputusan Pertamina tersebut. Berbeda dengan menteri-menteri yang lain, Dahlan mencoba bertanggung jawab, “Itu salah saya”. Ya, salahnya Dahlan Iskan karena tidak melakukan koordinasi yang baik dengan menteri-menteri terkait. Mengapa Dahlan menyetujui keputusan tersebut? Ini menunjukkan DI tidak sensitif dengan kondisi masyarakat.

Dahlan pun membela diri bahwa kenaikan tersebut terpaksa dilakukan atas dasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa bisnis Elpiji Pertamina terus merugi. Dan Pertamina membiarkan itu terus terjadi. Dahlan Iskan mencoba membela diri dengan berargumen bahwa bila gas LPG 12 kg tidak naik, direksi Pertamina bisa dipenjara. 

Lagi-lagi kisruh harga LPG 12 kg tersebut menunjukkan betapa buruknya manajemen komunikasi pemerintah. Tidak ada komunikasi yang baik antara Presiden SBY, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri ESDM Jero Wacik dan Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

Sepertinya anti-klimaks, pemerintah sore ini memutuskan untuk menurunkan kembali harga LPG 12 kg dari Rp117.708 menjadi Rp82.200 per tabung mulai besok pukul 00.00. Sebuah keputusan jungkir balik (flip-flop decision) dalam kurun waktu 6 hari. Yang jelas, pedagang yang membeli mahal beberapa hari terakhir akan menderita rugi, karena membeli dari Pertamina dengan harga mahal lalu menjual dengan harga rendah. Bila tidak, masyarakat akan protes. Ini salah satu harga yang dibayar akibat kegagalan Pertamina mengantisipasi reaksi masyarakat. 

Bagaimanapun menaikkan harga LPG hampir 68 persen tidak masuk akal. Mudah-mudahan Pertamina dan pemerintah belajar dari kisruh harga tabung gas LPG 12 kg tersebut. Mudah-mudah pemerintah berpikir matang sebelum membuat keputusan yang begitu strategis. Ini juga nanti berlaku pada keputusan-keputusan strategis lainnya, termasuk keputusan blok-blok migas yang kontraknya segera berakhir (seperti Blok Mahakam dan lainnya). Pemerintah perlu berpikir matang-matang dan bijak sebelum mengambil keputusan strategis. (*)

Kamis, 02 Januari 2014

10 Kekeliruan Presiden Indonesia Yudhoyono Tahun 2013

Ketimpangan
Tahun Baru (2014) telah tiba dan Tahun Lama (2013) telah lewat. Banyak harapan masyarakat dititipkan ke pundak pemerintah agar kondisi sosial ekonomi membaik di Tahun 2014 ini. Perayaan hingar-bingar pergantian tahun di berbagai kota besar dan pelosok tanah air menyiratkan optimisme masyarakat, walaupun Indonesia menghadapi agenda politik besar, yakni Pemilihan Presiden-Wakil Presiden serta anggota Legislatif. Jangan-jangan perayaan akhir tahun tersebut justru merupakan pelempiasan masyarakat atas rasa frustasi mereka terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politik saat ini? Bisa jadi ya. Apapun yang terjadi, kita tidak boleh hilang harapan, bahwa Indonesia dapat melewati Tahun Politik ini dengan segala dinamikanya.

Namun, sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita melirik ke belakang untuk melihat berbagai peristiwa atau kekeliruan yang terjadi pada tahun lalu. Berikut tercantum 10 Kekeliruan (mistakes) Pemerintah di bawah kendali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai bahan refleksi. Poin 1 sampai 10 tersebut merupakan hasil kompilasi dan refleksi. Susunan 1 sampai 10 tidak mencerminkan bobot dari peristiwa. Dan setiap kita pun bisa berbeda pendapat dan persepsi.

1.  Pemilihan Menpora Roy Suryo

Keputusan yang dinilai salah atau keliru dilakukan oleh Kepala Negara adalah pengangkatan pengamat telematika, Roy Suryo, sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) baru menggantikan Andi Mallarangeng. Andi mengundurkan diri setelah diduga terlibat dalam asus pembangunan kompleks olah raga Hambalang, Bogor. Keputusan pengangkatan Roy Suryo dinilai keliru oleh sebagian besar masyarakat karena ia minim pengalaman dalam organisasi olah raga. Padahal Indonesia membutuhkan sosok yang memahami dunia pemuda dan olah raga Indoensia yang dalam beberapa tahun belakangan minim prestasi.

2. Kasus Lapindo

Kasus luapan lumpur Lapindo memanas pada Februari 2013 setelah Presiden SBY meminta pemilik PT Minarak Lapindo Jaya, keluarga Aburizal Bakrie, untuk membayar sisa tunggakan kompensasi bagi masyarakat Sidoarjo sebesar Rp miliar, setelah rumah mereka terkubur oleh luapan lumpur lapindo. Namun, isu tersebut membuat hubungan antara ARB dengan SBY memanas. Perang isu dan komentar pun terjadi antara kedua pihak. Ujung-ujungnya, hubungan SBY-Bakrie mencair lagi. Buah dari hubungan yang kembali cair tersebut tercermin dari lolosnya sebuah pasal dalam APBN-P untuk mengalokasikan dana Rp155 miliar untuk membantu PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) menangani musibah lumpur Lapindo.  Para pengamat menilai alokasi dana tersebut merupakan bentuk tukar-menukar kepentingan antara SBY dan Bakrie sebagai ketua Golkar. SBY dan pemerintah mendapat dukungan dari Golkar untuk menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun 2013. Para politisi di DPR mengaku mereka kecolongan dengan terselipnya keputusan alokasi dana Lapindo. Perhatian mereka tersedot pada perdebatan kenaikan harga BBM.

3. Isu Kudeta

Kesalahan kedua adalah melemparkan isu kudeta. Tidak jelas mengapa isu tersebut dimunculkan oleh Presiden. Tapi yang jelas beberapa hari berikutnya setelah isu tersebut muncul di publik. Yang jelas, beberapa hari kemudian sejumlah 25.000 apara t tentara dan polisi dikerahkan untuk mengamankan kudeta. Tidak ada angin tidak ada hujan. Kudeta yang diisukan itu tidak kelihatan. Pengamat menilai isu kudeta hanya sebagai ‘lelucon politik’ kepala negara. Sebagain mengatakan Presiden terlalu oversensitive. Sebagian pengamat mengatakan istilah kudeta tidak tepat, karena kudeta dilakukan oleh pihak internal (bisa militer, bisa pihak internal lain). Sementara polisi mengamankan ibu kota dari potensi demo (people power).

4. Rangkap Jabatan

Ditengah krisis Partai Demokrat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih menjadi Ketua Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum. Anas diduga terlibat permainan uang saat Anas Urbaningrum memenangi kontes pemilihan ketua Partai Golkar di Bandung. Anas pun didorong oleh internal partai Demokrat untuk mengundurkan diri. Akhirnya, Anas ‘dipaksa’ mundur setelah KPK menetapkan AU sebagai tersangka. Banyak pengamat menilai keputusan Presiden sebagai keputusan keliru karena keputusan tersebut dianggap bakal mengganggu konsentrasi SBY sebagai Presiden RI. Lagipula, sebelumnya Presiden meminta para menterinya untuk fokus pada mengurus negara, ketimbang mengurus partai. Namun, ucapan tersebut malah dilanggar sendiri oleh SBY.

5. Orang-Orang Dekat Berkeliaran di Ring-1

Dalam berbagai kasus korupsi yang sedang diproses pengadilan, termasuk kasus impor sapi maupun kasus pembangunan gedung hambalang, muncul ke permukaan orang-orang yang tidak memiliki posisi formal (di luar birokrat) tapi mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah. Diantaranya Bunda Putri, Sengman, dan lain-lain. Kehadiran orang-orang di sekitar kekuasaan ini menjadi bumerang bagi pemerintah.

6. Tidak Melakukan Tindakan Tegas Terhadap Kasus-kasus Intolerance

Indonesia ibarat rumah untuk dihuni oleh seluruh warga, dari Sabang sampai Merauke, dengan berbagai suku, agama, bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dijamin oleh Konstitusi. Namun, dalam setahun terakhir cukup banyak kasus-kasus ‘intollerance’ yang terjadi, seperti pengusiran kelompok Ahmadiyah di berbagai wilayah serta melarutnya kasus rumah ibadah (Gereja) di Yasmin, Bogor. Di beberapa tempat terjadi upaya penutupan rumah ibadah oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu, namun aparat keamanan. Presiden SBY dinilai tidak mengambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok masyarakat tersebut, dan memberi kesan pembiaran kasus-kasus seperti ini terjadi.

7. Tidak Tegas dalam Mereformasi Sektor Energi

Sektor energi, khususnya, minyak dan gas bumi berperan strategis dalam pembangunan bangsa. Dari sisi pendapatan negara, sektor energi menyumbang 30% pendapatan negara (APBN). Sektor ini juga menciptakan multi-plier effect yang besar terhadap industri-industri pendukung migas. Tapi Pemerintahan SBY dinilai gagal mereformasi industri migas serta meningkatkan ketahanan energi (energy security) tidak terlihat. Tidak ada kemajuan berarti dalam industri migas. Yang terjadi malah penurunan produksi minyak dan tidak ada penambahan signifikan pada cadangan migas. Insentif fiskal yang dijanjikan ke pelaku industri untuk mendorong eksplorasi di lepas pantai dan laut dalam serta daerah frontier, tidak muncul-muncul. Jawaban pemerintah selalu klise; masih dalam penggodokan. Kegagalan ini termasuk tidak mengganti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Seharusnya, bila industri migas dan energi secara umum, tidak performed, maka menterinya diganti.

Bentuk kekeliruan dan kegagalan lain adalah menunda keputusan terkait kontrak Blok Mahakam. Padahal, kontrak Blok Mahakam akan berakhir 2017. Sebagai blok besar dan tua, operator tentu berharap pemerintah membuat keputusan jauh-jauh hari – 3-5 tahun, sehingga operator punya cukup waktu untuk mempersiapkan langkah berikutnya, termasuk rencana investasi.

8. Memaksa Diadakannya Konvensi Partai Demokrat

Gelaran Konvensi Partai Demokrat untuk menjaring calon Presiden dari Partai Demokrat yang digagas Ketua Partai Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Presiden Indonesia, gagal menarik simpati publik. Berbagai survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei, maupun para pengamat politik, konsensi tersebut gagal menarik simpati publik. Konvensi tersebut dianggap sebagai pemborosan internal partai. Sebagian pengamat menilai, ada perbedaan perlakukan terhadap calon-calon Presiden yang akan bertarung dalam konvensi tersebut. Beberapa calon dipanggil langsung oleh SBY untuk maju dalam konvensi, tapi ada beberapa calon yang dipanggil oleh Komite Konvensi.

9. Pengangkatan Jubir yang Keliru

Ketua Partai Demokrat telah mengangkat politisi Demokrat Ruhut Sitompul sebagai salah satu juru bicara (Jubir) Partai. Ruhut dinilai tidak pas dan bahkan mencoreng imej partai akibat ulah dan pernyataan-pernyataannya yang terkadang memancing kontroversial di masyarakat. Dari sisi moral, ia juga dinilai tidak tepat, karena ia tidak mengakui anak dari hasil perkawinan pertamanya. Dalam internal partai ia juga terkadang membuat pernyataan yang membuat kuping merah sesama politisi partai. Misalnya, ia mengatakan Soetan Bhatugana menerima uang dari kubu Anas Urbaningrum dalam konvensi Partai Demokrat di Bandung. Tapi pernyataan Ruhut kemudian dibantah oleh Soetan. Baru-baru ini ia juga membuat pernyataan yang bernilai SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) dengan mencap seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia (Boni Hargen) sebagai pengamat hitam karena kulitnya hitam. Ruhut pun dilaporkan ke Polda. Pernyataan tersebut jelas tidak diterima masyarakat umum karena Indonesia adalah rumah bagi seluruh penghuninya, dari Sabang sampai Merauke. Apakah karena kulitnya hitam, orang Papua, Ambon, Flores, dianggap sebagai warga kelas dua dan tiga? Tentu tidak.

 10.  Subsidi BBM Membengkak & Rupiah Melemah

Kekeliruan lain yang dilakukan oleh Presiden adalah membiarkan subsidi BBM membengkak. Padahal, uang subsidi BBM yang nilainya ratusan triliun tersebut akan lebih bernilai bila dialokasikan untuk membangun infrastruktur jalan, rumah sakit, sekolah, jembatan atau pembangunan sektor pertanian. Tidak ada terobosan yang dilakukan SBY dalam mengurangi beban subsidi dalam APBN. Dalam pelaksanannya, subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah atas karena mereka membeli BBM bersubsidi. Pemerintahan SBY juga gagal mencegah pelemahan rupiah yang kini melemah ke atas Rp12.000 per dolar AS. Salah satu akar persoalan adalah meningkatnya permintaan dolar AS oleh Pertamina untuk mengimpor BBM. Akibatnya, defisit neraca pembayaran melebar dan rupiah tertekan. (*)

Rabu, 27 November 2013

Pemerintah Indonesia Belum Bersikap, Blok Siak di Persimpangan Jalan



Pompa Angguk (sumber: Infoduri)
Hari ini, 27 November 2013, merupakan hari yang penting bagi Blok Siak yang terletak di Riau, Sumatera. Kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) untuk mengelola blok tersebut berakhir. Namun, hingga detik ini pemerintah Indonesia belum menentukan apakah memperpanjang atau tidak kontrak CPI mengelola blok minyak tersebut. 

Mengapa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terkesan tidak berani mengambil keputusan dan membiarkan waktu terus berlalu hingga batas akhir? Apakah hal ini terjadi akibat banyaknya lobi-lobi politik di belakang layar untuk mempengaruhi pemerintah dalam mengambil keputusan? Siapa saja yang bermain di belakang layar? Siapa bakal menang? Apa yang terjadi berikutnya setelah tenggat waktu hari ini lewat? 

Banyak pertanyaan yang mungkin muncul di benak publik terkait nasib Blok Siak tersebut, namun, belum tentu akan mendapatkan jawaban yang pas dan memuaskan. Sebagian besar masyarakat mungkin hanya menduga-duga apa yang terjadi. Di atas permukaan mungkin terlihat hanya riak-riak kecil, tapi di bawah permukaan terjadi tarik-menarik berbagai kepentingan. Welcome to the jungle!.

Bila kita melihat Blok Siak, sebetulnya blok ini tidak signifikan dilihat dari kontribusi produksi minyak nasional. Produksi Blok Siak per akhir Desember berkisar antara 1.600 hingga 2.000 barel per hari (bph). Tidak signifikan bila melihat total produksi CPI sekitar 320,000 barel per hari (dibawah target 326,000 bph). Hingga saat ini, Chevron masih menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia.

Walaupun produksi Blok Siak kecil, blok ini dianggap strategis bagi CPI karena blok Siak mendukung Blok Rokan, yang dioperasikan oleh CPI. Bagi CPI, integrasi pengelolaan kedua blok tersebut sangat diperlukan agar produksi blok Rokan dapat dioptimalkan.

CPI sendiri mulai mengelola Blok Siak sejak September 1963. Ketika itu, CPI masih bernama PT California Texas Indonesia.  CPI telah mengajukan perpanjangan kontrak sejak 2010, namun, hingga saat ini belum diputuskan pemerintah.  Selain CPI sebagai exising operator yang tertarik memperpanjang pengelolaan blok Siak, ada beberapa perusahaan lain yang terus melakukan lobby kepada pemerintah agar blok tersebut diberikan ke pihak lain.

Dua perusahaan yang terang-terangan tertarik untuk mengelola Blok Mahakam adalah PT Bumi Siak Pusako, perusahaan milik pemerintah daerah, serta PT Pertamina. 

Belakangan rumor pun bermunculan, para pengusaha menggunakan lobi-lobi politik dan melibatkan petinggi-petinggi pemerintah untuk mendesak pemerintah agar Blok Siak tidak diperpanjang. Ada pelobi yang masuk melalui SKK Migas, ada yang masuk melalui pintu ESDM, ada yang masuk melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Tidak heran, Menteri ESDM Jero Wacik pun tidak berani mengambil keputusan. 

Pemerintah terkesan ragu-ragu dan tidak berani mengambil risiko mengambil keputusan. Industri minyak dan gas merupakan industri yang strategis karena menyumbang 25 persen pendapatan ke negara (APBN). Industri migas juga merupakan salah satu motor penting pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. 

Keputusan kontrak Blok Siak kini berada di tangan Menteri ESDM Jero Wacik. Hingga saat ini Jero Wacik belum memberikan keterangan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Edy Hermantoro mengatakan untuk sementara CPI tetap mengoperasikan Blok Siak hingga pemerintah membuat keputusan.

Kasus Blok Siak yang kontraknya masih terus digantung hingga hari terakhir kontrak, seharusnya langsung diambilalih Presiden dan membuat keputusan tegas. Pemerintah sudah punya parameter dalam memperpanjang sebuah blok migas, tidak tunduk begitu saja pada tekanan-tekanan berbagai kelompok masyarakat. 

Boleh jadi, pemerintah dibuat galau oleh begitu banyaknya bisikan, tekanan, sementara pemerintah sendiri terkesan takut mengambil risiko. Salah membuat keputusan bisa-bisa menjadi sasaran empuk lawan politik, apalagi menjelang Pemilu 2014. Kasus blok Siak bisa juga menjadi kesempatan emas bagi Kementerian Energi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil sikap tegas, walaupun keputusan tersebut mungkin tidak popular, tapi strategis dan penting bagi negara.

Kemungkinan lain mengapa pemerintah menunda keputusan hingga batas akhir lewat, karena peraturan terkait perpanjangan sebuah blok Migas yang kontraknya berakhir masih belum final. Bisa jadi, pemerintah tidak mau mengambil risiko dengan membuat keputusan. Pemerintah mungkin membutuhkan sebuah payung hukum yang akan menjadi landasan dan pegangan bagi pemerintah dalam membuat keputusan terkait perpanjangan Blok Siak maupun blok-blok migas lainnya yang kontraknya akan berakhir, termasuk Blok Mahakam, yang kontraknya berakhir tahun 2017. 

Kita berharap penundaan tersebut tidak akan terjadi pada Blok Migas raksasa, Blok Mahakam. Blok Mahakam tergolong blok tua karena sudah 40 tahun berproduksi. Sekitar 80 persen cadangan migas telah berproduksi dan masih ada sisa 20 persen. Sisa cadangan tersebut akan semakin sulit diproduksi karena tekanan sumur-sumur sudah melemah. Material yang terangkat juga sudah bercampur lumpur dan air, sehingga harus memisahkan berbagai elemen tersebut. Apalagi kondisi blok yang berada di daerah rawa-rawa dengan reservoir kecil-kecil dan tersebar, sehingga menyulitkan proses produksi. 

Blok Mahakam tergolong blok yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, sehingga dibutuhkan operator yang memiliki kemampuan, pengalaman, teknologi dan komitmen investasi besar agar blok tersebut terus berproduksi. Untuk konteks Blok Mahakam, pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh, opsi apa yang akan diambil pemerintah. Pemerintah perlu mempertimbangkan segala aspek termasuk aspek optimalisasi produksi, risiko, kontribusi bagi negara, investasi, teknologi dalam memutuskan operator. 

Saat ini pemerintah sedang menggodok peraturan tentang perpanjangan blok migas. Diperkirakan isinya menyangkut parameter yang dipertimbangkan pemerintah, masa transisi, dan sebagainya. Mudah-mudah peraturan tersebut segera terbit, sehingga pemerintah dapat segera membuat keputusan terkait blok migas yang kontraknya segera berakhir, yakni Blok Siak, Blok Mahakam, dan lainnya. Untuk blok Mahakam, waktu yang ideal membuat keputusan adalah tahun 2013 ini, karena tahun 2014 pemerintah sudah sibuk dengan agenda politik, sehingga dikhawatirkan pemerintah tidak berani membuat keputusan. (*)