Tampilkan postingan dengan label Dahlan Iskan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dahlan Iskan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 September 2014

Daftar Kabinet Indonesia Jokowi 2014-2019

Anies Baswedan
Presiden terpilh Jokowi sudah menyatakan bahwa komposisi kabinet 2014-2019 di mana 34 kementerian masih akan dipertahankan yaitu dengan 16 menteri berasal dari partai politik dan 18 menteri berasal dari kalangan profesional.

Setelah ditunggu-tunggu sekian lama, akhirnya daftar yang disinyalir adalah daftar nama menteri di kabinet Jokowi-JK diumumkan juga. Daftar tersebut adalah hasil polling tahap kedua Kabinet Alternatif Usulan Rakyat (KAUR) yang dibuka kurang lebih selama satu bulan. Polling tersebut akhirnya ditutup pada tanggal 17 September 2014 pukul 17.00 WIB.

Juru Bicara Jokowi Center Wisnu Prasetya Utomo menjelaskan bahwa jumlah entri polling yang masuk berjumlah sebanyak 7.985 entri. Apabila dibandingkan dengan hasil di polling pertama, hasil ini memang menunjukkan penurunan drastis.

Wisnu memberikan beberapa komentar terkait hasil polling tahap kedua tersebut: "Pertama, hasil polling menunjukkan bahwa dukungan yang diperoleh baik oleh nama-nama calon menteri baik yang berasal dari partai politik maupun kalangan profesional relatif sama. Bisa dilihat di beberapa kementerian, nama orang dengan latar belakang partai politik mendapatkan dukungan cukup tinggi," ujarnya.

Dari hasil polling tersebut juga terlihat bahwa publik lebih melihat pada kapasitas dan integritas orang yang bersangkutan.  Selain itu, sejumlah nama-nama yang mendapatkan jumlah dukungan tertinggi di polling tahap pertama mengalami penurunan dukungan tahap kedua ini.

"Namun selisih suaranya ketat. Hanya beberapa kementerian saja yang pemenangnya mendapat dukungan mutlak. Sebagai catatan, di polling tahap dua ini pilihan sudah dibatasi pada empat nama calon menteri saja. Berbeda dengan polling di tahap satu di mana masyarakat masih bisa mengusulkan nama-nama alternatif selain yang tertera dalam pilihan di formulir polling," tuturnya.

Selain itu, ada dua nama calon menteri dengan jumlah dukungan tertinggi untuk menduduki dua kementerian sekaligus. Salah satunya adalah Dahlan Iskan. Dahlan mendapat dukungan terbanyak untuk posisi Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri BUMN. Selain Dahlan, Anies Baswedan juga mendapat dukungan terbanyak untuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Pemuda dan Olahraga.

"Tentu saja tidak mungkin satu nama bisa menduduki dua kementerian. Tapi setidaknya bisa dikatakan bahwa tingkat popularitas tokoh akan berpengaruh terhadap dukungan yang mereka peroleh dari masyarakat," pungkas Wisnu.

Di bawah ini adalah daftar kabinet alternatif usulan rakyat (KAUR).
1. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan: Jenderal TNI Dr. Moeldoko
2. Menteri Koordinator Perekonomian: Prof. Dr. (HC) Dahlan Iskan
3. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat: D.r Ir. Kuntoro Mangkusubroto,
4. Menteri Dalam Negeri: Dr (HC) Agustin Teras Narang, S.H.
5. Menteri Luar Negeri: Marty Muliana Natalegawa, M. Phil, B.Sc.
6. Menteri Pertahanan: Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu
7. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM): Prof. Dr. Saldi Isra, SH, MPA.
8. Menteri Keuangan: Dr. Ir. Raden Pardede, Ph.D.
9. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM): Dr. Ir. Arif Budimanta, M.Sc.
10. Menteri Perindustrian: Dr. Poempida Hidayatulloh, B.Eng. (Hon), Ph.D., DIC.
11. Menteri Perdagangan: Dr. Mari Elka Pangestu, Ph.D.
12. Menteri Pertanian: Prof. Dr. Bustanul Arifin
13. Menteri Kehutanan: Prof. Dr. Ir. Frans Wanggai
14. Menteri Perhubungan: Prof. Dr. Tech. Ir. Danang Parikesit M.Sc.
15. Menteri Kelautan dan Perikanan: Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S.
16. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi: Rieke Dyah Pitaloka
17. Menteri Pekerjaan Umum: Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA.
18. Menteri Kesehatan: Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D.
19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Anies Rasyid Baswedan, Ph.D.
20. Menteri Sosial: Eva Kusuma Sundari
21. Menteri Agama: Drs. H. Lukman Hakim Saifudin
22. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Mira Lesmana
23. Menteri Komunikasi dan Informatika: Ir. Onno W Purbo, M.Eng, Ph.D.
24. Menteri Sekretaris Negara: Maruarar Sirait, SIP.
25. Menteri Riset dan Teknologi: Prof. Yohannes Surya, Ph.D.
26. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM): Dra. Khofifah Indar Parawansa
27. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Puan Maharani
28. Menteri Lingkungan Hidup: Drs. Ir. Dodo Sambodo, MS
29. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Ir. Tri Rismaharini, M.T.
30. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal: Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si.
31. Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional: Faisal Basri, S.E., M.A.
32. Menteri Perumahan Rakyat: Mochamad Ridwan Kamil, ST, MUD.
33. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN): Prof. Dr. (HC) Dahlan Iskan
34. Menteri Pemuda dan Olahraga: Anies Rasyid Baswedan, Ph.D.


Kalau diperhatikan sih memang kabinet tersebut isinya orang-orang dari kalangan professional dan bukan semata-mata orang partai politik (parpol). Semoga orang-orang yang tercantum di dalam daftar tersebut adalah memang hasil aspirasi rakyat dan tentunya nanti akan bekerja untuk rakyat.

Senin, 12 Mei 2014

Maneuver Dahlan Iskan Menggabungkan PGN dan Pertagas Menuai Protes


Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN seharusnya berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka pelaku usaha dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya, tanpa harus ‘memakan’ yang lain. 

 ===================

Beberapa bulan lalu Menteri BUMN Dahlan Iskan mendorong anak usaha Pertamina, Pertagas untuk mengakuisisi perusahaan distribusi gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Rencana tersebut menuai protes dari berbagai pihak dengan berbagai alasan, diantaranya rencana tersebut hanya akan menciptakan monopoli Pertamina dari hulu hingga hilir. Rencana itu juga bakal menghambat rencana PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas di tanah air, serta berbagai alasan lain. Saham PGN ikut tergerus karena pasar mengkhawatirkan rencana tersebut. 

Setelah diprotes berbagai pihak dan menyusul pernyataan istana untuk tidak melakukan keputusan-keputusan strategis jelang Pemilihan Presiden, maka rencana tersebut untuk sementara didinginkan. Banyak pengamat yang menilai Dahlan Iskan yang juga merupakan salah satu bakal calon Presiden dari Partai Demokrat yang sedang berjuang di Konvensi Partai Demokrat punya agenda tersembunyi untuk terus dan ngotot menggabungkan kedua perusahaan tersebut dengan cara Pertagas mengakuisisi PGN.

Setelah beberapa waktu isu tersebut menghilang, beberapa hari belakangan muncul lagi soal penggabungan kedua BUMN distribusi gas tersebut. Namun, sedikit berbeda. Diberitakan oleh berbagai media bahwa Dahlan Iskan telah mengirimkan surat ke Pertamina dan PGN agar Pertagas bersedia diakusisi oleh PGN. Jadi Pertagas yang didorong masuk ke PGN, dengan alasan demi efisiensi. Alasan lain, Pertagas punya core business yang sama dengan PGN, sehingga Pertamina bisa lebih fokus di bisnis migas hulu.

Dahlan Iskan diberitakan menulis surat rencana akuisisi Pertagas oleh PGN tersebu pada tanggal 7 Mei 2014. Rupanya surat tersebut diprotes keras oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Beberapa pengamat juga meragukan efektifitas rencana tersebut karena tidak dilakukan melalui studi mendalam. Disamping itu, mengingat PGN telah go publik, rencana penggabungan tanpa melaporkan ke Bursa dapat mendistorsi informasi yang dapat menjungkirbalikkan harga saham PGN. Harga saham PGN bisa naik dan turun oleh isu yang belum matang atau tidak jelas. Boleh jadi ada pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dengan penggorengan isu akusisi PGN oleh Pertagas atau sebaliknya akuisisi Pertagas oleh PGN ini.

Menyadari rencananya ditolak berbagai pihak, Dahlan Iskan pada tanggal 12 Mei mengatakan bahwa dia hanya ingin menggertak kedua perusahaan itu. Tapi kemudian, pada salah satu hotel bintang V di kawasan kuningan, Dahlan mengatakan bahwa surat itu tidak ada. Nah, lho. Patut dicurigai dan dipertanyakan ada apa dibalik rencana penggabungan kedua perusahaan tersebut?

Tidak lama kemudian, Dahlan mengatakan bahwa dia hanya mau menggertak kedua perusahaan itu agar dapat bekerjasama. Buktinya, keduanya telah saling mengalah dan bahu membahu membangun infrastruktur gas. Tampaknya, Dahlan hanya mencari-cara alasan dan ngeles, tatkala rencananya menggabungkan kedua perusahaan itu ditolak.

Sofyano Zakaria, seorang pengamat Migas, mengatakan Dahlan Iskan seharusnya  menjelaskan dengan lugas ke publik terkait adanya  surat MBUMN nomor SR-295/MBU/2014 tanggal 07 Mei 2014 perihal Pengambilalihan saham PT Pertamina Gas (PT Pertagas) kepada Direksi Pertamina, mengingat bahwa surat tersebut sudah diketahui masyarakat luas (karena telah dipublikasikan oleh media).
Jika Dahlan Iskan menyatakan bahwa surat itu tidak ada, ini bisa dinilai publik bahwa surat itu surat palsu dan seharusnya Kementerian BUMN melaporkannya secara resmi ke Kepolisian untuk diusut tuntas.

Persoalan ada atau tidak adanya surat itu harusnya tidak cukup dianggap selesai hanya dengan keterangan lisan seorang Menteri BUMN saja, karena surat itu telah menimbulkan "persoalan" di kalangan Pekerja Pertamina. Ini hal yang serius yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan bukannya hanya bagi MBUMN saja.

Keterangan Dahlan Iskan bahwa surat tersebut "tidak ada" juga jelas bertolak-belakangan dengan adanya keterangan Dahlan Iskan yang mengatakan ke para wartawan bahwa rencana itu (Pengalihan saham Pertagas ke PGN) adalah  untuk menggertak pihak Pertagas dan PGN yang tidak akur dalam berbisnis gas. Ini artinya surat itu benar ada karena dari surat tersebutlah muncul reaksi dari Serikat Pekerja Pertamina yang akhirnya menjadi bahan pemberitaan media secara nasional.

Hulu dan Distribusi Gas
Terlepas dari kisruh PGN-Pertagas sebenarnya menunjukkan memang ada permasalah di pendistribusian gas bumi di Tanah Air. Masalah utama adalah kurangnya infrastruktur gas sehingga gas yang ada di lapangan-lapangan yang jauh dari pusat-pusat industri tidak sampai ke pelanggan. Gas berbeda dengan minyak. Karena sifatnya yang cepat menguap, gas membutuhkan infrastruktur khusus, seperti fasilitas regasifikasi (FSRU) agar gas bisa diubah bentuknya ke cair (liquid) agar dapat ditransportasikan, dan kemudian diubah lagi ke gas melalui proses regasifikasi setelah sampai ditempat tujuan.

Saat ini, baru ada satu fasilitas regasifikasi yaitu floating storage regasification unit (FSRU) di lepas pantai Jakarta. FSRU Lampung baru masuk tahap finalisasi dan diperkirakan baru beroperasi Juli nanti. Disamping itu, dibutuhkan jaringan pipa gas yang memadai agar gas dapat sampai ke konsumen. Nah, jaringan gas ini yang sedang dikembangkan oleh PGN maupun Pertagas. Namun, di banyak tempat, jaringan gas kedua perusahaan ini bertabrakan atau terjadi persaingan yang tidak sehat, sehingga mengakibatkan terhambatnya pembangunan jaringan pipa.

Seharusnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka pemain dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya, tanpa harus ‘memakan’ yang lain.

Disamping membereskan jaringan atau infrastruktur gas, pemerintah juga perlu fokus mengembangkan gas bumi di sektor hulu. Pertamina, perlu didorong untuk lebih fokus mencari (eksplorasi) maupun mengembangkan atau memproduksi gas bumi. Saat ini, BUMN Migas itu menguasai kurang lebih 47 persen blok Migas, tapi masih banyak blok migas yang belum dikembangkan. Pertamina dapat mengembangkan sendiri atau dapat menggandeng perusahaan-perusahaan migas global yang telah beroperasi di Indonesia. Saat ini, produksi gas bumi di tanah air masih dikontribusi oleh blok-blok migas lama, seperti Blok Mahakam, yang mengkontribusi 80% kebutuhan gas Bontang, Kaltim.

Tugas pemerintah saat ini dan yang akan datang adalah memastikan produksi gas bumi di Mahakam tetap berjalan dan pada saat yang sama mendorong pengembangan blok-blok migas lain untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri yang terus meningkat. (*)

Senin, 06 Januari 2014

Kisruh Harga LPG, Cermin Buruknya Sistem Komunikasi Pemerintah Indonesia


Tabung LPG 12 kg
Sebagian besar masyarakat Indonesia larut dalam merayakan kegembiraan merayakan tahun baru 2014. Beberapa jam kemudian, masyarakat dihebohkan oleh fakta naiknya harga LPG 12 kg menjadi Rp117.708 dari sebelumnya Rp70.200 per tabung, atau melonjak 67,7 persen. Fantastis!! Ini merupakan kado terpahit yang dialami masyarakat, menambah kado-kado pahit lainnya, seperti naiknya tarif listrik, tarif tol dan harga-harga lainnya akibat kenaikan tarif tersebut. Keputusan tersebut membuat kehebohan dan kekisruhan dalam 5 hari terakhir. Masyarakat menumpahkan kekesalan mereka melalui media mainstream maupun media sosial seperti di twitter, facebook, dan media sosial lainnya. 

Keputusan Pertamina tersebut menyuguhkan dagelan dan panggung sandiwara baru. Menteri-menteri terkait membuat pernyataan-pernyataan yang membingungkan yang memprovokasi komentar pedas dari masyarakat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turun tangan dengan mengadakan rapat mendadak pada akhir pekan lalu. Presiden SBY meminta Wakil Presiden Budiono untuk memanggil Pertamina agar mengevaluasi keputusan tersebut. Beberapa menteri mencoba mencuci tangan dengan mengatakan tidak tahu menahu dengan keputusan pemerintah tersebut. Keputusan tersebut merupakan tanggung jawab korporasi, Pertamina.

Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jero Wacik mengatakan tidak mengetahui keputusan Pertamina tersebut. Aneh bin ajaib, seorang menteri ESDM kok tidak mengetahui keputusan kenaikan yang fantastis itu, padahal LPG (Elpiji) merupakan produk yang merupakan hajat hidup orang banyak. 

Dibanding BBM, LPG kini menjadi kebutuhan pokok masyarakat, tidak hanya kelas menengah tapi juga masyarakat golongan bawah dan UKM. Dulu minyak tanah menjadi kebutuhan utama karena tanpa minyak tanah, masyarakat tidak bisa masak. Kini, masyarakat tidak bisa memasak tanpa ada gas LPG (3 kg dan 12 kg). Masyarakat menengah ke bawah masih bisa hidup tanpa BBM, tapi tidak bisa (susah) hidup tanpa gas Elpiji. Jadi pantas bila masyarakat umum bereaksi begitu keras dan membahana, meresponse keputusan Pertamina tersebut.

Menteri Jero Wacik kemudian meralat pernyataannya bahwa ia bukan tidak tahu. Ia baru mendapat pemberitahuan melalui surat yang ia terima tanggal 2 Januari, sementara keputusan Pertamina dibuat 2-3 hari sebelumnya. Tetap saja, tidak mungkin seorang Menteri ESDM tidak mengetahui keputusan Pertamina. 

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mencoba mencuci tangan dengan mengatakan kenaikan harga BBM bukan keputusan dan tanggungjawab pemerintah, tapi keputusan korporat Pertamina, setelah disetujui dalam RUPS. Nah, pada RUPS tersebut tentu ada wakil pemerintah, baik Meneg BUMN, wakil dari Departemen Keuangan. Jadi, hampir pasti pemerintah sudah mengetahui keputusan Pertamina tersebut. Pernyataan Hatta terlihat ingin mengalihkan beban tanggung jawab pada Pertamina semata. 

Dahlan Iskan sebagai Meneg BUMN seharusnya berpikir rasional juga dengan meloloskan keputusan Pertamina tersebut. Berbeda dengan menteri-menteri yang lain, Dahlan mencoba bertanggung jawab, “Itu salah saya”. Ya, salahnya Dahlan Iskan karena tidak melakukan koordinasi yang baik dengan menteri-menteri terkait. Mengapa Dahlan menyetujui keputusan tersebut? Ini menunjukkan DI tidak sensitif dengan kondisi masyarakat.

Dahlan pun membela diri bahwa kenaikan tersebut terpaksa dilakukan atas dasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa bisnis Elpiji Pertamina terus merugi. Dan Pertamina membiarkan itu terus terjadi. Dahlan Iskan mencoba membela diri dengan berargumen bahwa bila gas LPG 12 kg tidak naik, direksi Pertamina bisa dipenjara. 

Lagi-lagi kisruh harga LPG 12 kg tersebut menunjukkan betapa buruknya manajemen komunikasi pemerintah. Tidak ada komunikasi yang baik antara Presiden SBY, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri ESDM Jero Wacik dan Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

Sepertinya anti-klimaks, pemerintah sore ini memutuskan untuk menurunkan kembali harga LPG 12 kg dari Rp117.708 menjadi Rp82.200 per tabung mulai besok pukul 00.00. Sebuah keputusan jungkir balik (flip-flop decision) dalam kurun waktu 6 hari. Yang jelas, pedagang yang membeli mahal beberapa hari terakhir akan menderita rugi, karena membeli dari Pertamina dengan harga mahal lalu menjual dengan harga rendah. Bila tidak, masyarakat akan protes. Ini salah satu harga yang dibayar akibat kegagalan Pertamina mengantisipasi reaksi masyarakat. 

Bagaimanapun menaikkan harga LPG hampir 68 persen tidak masuk akal. Mudah-mudahan Pertamina dan pemerintah belajar dari kisruh harga tabung gas LPG 12 kg tersebut. Mudah-mudah pemerintah berpikir matang sebelum membuat keputusan yang begitu strategis. Ini juga nanti berlaku pada keputusan-keputusan strategis lainnya, termasuk keputusan blok-blok migas yang kontraknya segera berakhir (seperti Blok Mahakam dan lainnya). Pemerintah perlu berpikir matang-matang dan bijak sebelum mengambil keputusan strategis. (*)

Selasa, 05 November 2013

Setelah Gagal Melawan Mafia Minyak, Meneg BUMN Indonesia Dahlan Iskan Kini Melunak



(sumber: karikatur Pelita Online)
Sosok Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos Group yang kini menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN), belakangan sering muncul di hadapan publik. Ia muncul dalam kapasitas dia sebagai Menteri Negara BUMN, sebagai bakal calon presiden yang sedang bertarung di Konvensi Partai Demokrat, sebagai pemilik Jawa Pos Group, maupun sebagai sosok Dahlan Iskan sebagai individu yang menarik.

Pada sisi lain sosok Dahlan Iskan juga merupakan sosok kontroversial karena keputusan-keputusannya yang mencurigakan, perubahan sikap maupun track record bisnisnya yang membuat orang mengernyitkan dahinya.

Berita-berita yang muncul di media pun ada yang memang memiliki nilai berita, tapi juga yang terkesan direkayasa untuk memoles reputasi Dahlan Iskan atau melakukan counter issue tatkala dia diserang oleh pihak-pihak lain, seperti saat Dahlan Iskan diserang oleh DPR terkait kerugian puluhan triliun rupiah di tubuh perusahaan listrik negara PLN.

DIS, demikian ia disapa media, memang memiliki tim media yang setia 24 jam yang siap membuat berita serta merekayasa berita. Maklum, Dahlan Iskan adalah orang media, pemilik Jawa Pos Group, yang tentu memiliki jaringan untuk mempengaruhi opini publik melalui jaringan media yang dimilikinya maupun jaringan media koleganya, Chairul Tanjung (CT). Dahlan Iskan memang dekat dengan CT. CT pulalah yang merekomendasikan DI kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik saat menjadi Direktur Utama PLN, maupun saat menjadi Menteri BUMN. 

Dahlan Iskan dalam beberapa kesempatan tidak menyangkal hubungan dekatnya dengan CT. CT sendiri, beserta rombongan konglomerat di belakangnya, merupakan salah satu penyokong besar Presiden SBY baik dalam pemilu 2004 maupun 2009. Sehingga tidak mengherankan bila Presiden SBY berhutang budi pada CT.

Tidak ada makan siang gratis. Demikian prinsip umum dalam berbisnis dan berpolitik. Dukungan CT terhadap DIS tentu tidak cuma-cuma. Sebagai imbalan CT mendapat berbagai kemudahan maupun preferensi atas proyek-proyek BUMN. Diantaranya, CT Corp menang dalam tender pembelian 10% saham Garuda. CT Corp juga ditunjuk sebagai pemenang untuk membeli Telkom Vision, sebuah anak Perusahaan perusahaan telekomunikasi BUMN, Telkom. Dan tentu masih banyak yang lainnya.

Sebagai Meneg BUMN, tugas utama Dahlan Iskan adalah meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan milik negara. Ada yang berhasil ada yang tidak. Ada yang terkesan tanpa perencanaan. Langkah Dahlan Iskan dalam memilih direksi dan komisaris pun terkadang kontroversial. Misalnya, saat dia memilih salah satu anak buahnya di Jawa Pos Group, Ismed Hasan Putro, sebagai Direktur Utama PT RNI, produsen gula milik negara. Beberapa orang dekat CT pun ditempatkan untuk menjadi “staf ahli” Dahlan Iskan. Mereka melepaskan posisi dengan gaji tinggi di Para Group, untuk menjadi “hanya” staf ahli Menteri BUMN, yang tentu gajinya tak seberapa.

Dahlan Iskan, Pertamina dan Mafia Minyak
Yang tak kalah menarik adalah sikap Dahlan Iskan yang berubah-ubah terhadap perusahaan minyak dan gas nasional Pertamina. Pada awal-awal dia menempatkan posisinya sebagai Meneg BUMN, dia pun getol dan berkomitmen untuk menghapus praktek-praktek korupsi dan praktek-praktek derivatif korupsi. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah ketika Dahlan Iskan berupaya memerangi mafia minyak yang sering dituduhkan pada tubuh Petral, anak perusahaan Pertamina yang bermarkas di Singapura. Petral merupakan tangan kanan Pertamina dan negara dalam mengimpor ratusan ribu barel minyak per hari ke Indonesia. Ratusan triliun digelontorkan negara tiap tahun untuk mengimpor minyak melalui Petral.

Bahkan dalam rapat dengar pendapat September 18, 2013 lalu, Meneg BUMN) Dahlan Iskan menyatakan siap membubarkan anak usaha Pertamina, PT Pertamina Energy Trading (Petral), bila terbukti ada mafia minyak yang bermain di perusahaan tersebut. "Petral, saya komit kalau memang dibuktikan ada mafia saya akan bubarkan," kata Dahlan saat rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (http://finance.detik.com/read/2013/09/18/225911/2362898/1034/dahlan-iskan-saya-komit-bubarkan-petral-kalau-terbukti-ada-mafia).

Sebelumnya, Dahlan Iskan melontarkan ide untuk membubarkan Petral dan meminta Pertamina untuk mengimpor langsung minyak dari produsen minyak, tanpa melalui trader, untuk memangkas biaya. Tapi, permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Pertamina. Dahlan Iskan pun dibuat bertekuk lutut oleh Pertamina. Ia pun tak bisa memaksakan kehendaknya. Lagi-lagi ini membuktikan betapa kuatnya jaringan mafia minyak sehingga mampu mempengaruhi kebijakan dan langkah pemerintah. Dari kasus ini pun terlihat siapa yang berkuasa di negeri ini. 

Namun, belakangan tatkala Dahlan Iskan menapaki karir politiknya menuju RI-1 melalui kandang Parta Demokrat, sikapnya terhadap Pertamina sudah mulai melunak. Bahkan terkesan heroik, berdiri di garda terdepan untuk membela kepentingan Pertamina. Dahlan Iskan kini sedang bertarung melawan kandidat-kandidat lain untuk menjadi bakal Calon Presiden dari Partai Demokrat. Untuk menuju RI-1 pun terbuka jalan bagi DI. Jaringan media yang dimilikinya serta dukungan dari konglomerat (termasuk dari CT) serta posisi dia sebagai Meneg BUMN saat ini, dapat menjadi modal utama baginya untuk terus menapaki jalan menuju tangga RI-1. Hanya yang belum dimiliki oleh DI adalah pembuktian dukungan politik dan dukungan rakyat. 

Langkah Dahlan Iskan menuju RI-1 serta perubahan sikapnya terhadap Pertamina memang tidak salah bila publik mempertanyakannya. Apakah ada motif tersembunyi sehingga DI kini terkesan mengelus-elus kepala Pertamina. Minggu lalu misalnya DI mengatakan siap “membentengi” Pertamina. Dari praktek-praktek korupsi? Tidak. Tapi dari rencana Pertamina untuk masuk ke Blok Mahakam. "Tugas saya ringan, membentengi Petamina dari intervensi siapapun. Saya percaya penuh pada tim direksi, komisaris dan manajernya percaya penuh mampu, sepanjang tidak diganggu-ganggu dan tidak dirusuhi," pungkasnya. 

Namun, pernyataan DI, sendiri justru diinterpretasi oleh publik sebagai bentuk intervensi terhadap Pertamina, apalagi pernyataan tersebut dilontarkan saat DI sedang bertarung dalam konvensi Partai Demokrat untuk mendapat tiket menuju RI 1 melalui kandang Demokrat.

Disamping itu, Dahlan Iskan juga terkadang melemparkan pernyataan yang membuat pelaku industri terbelalak tak percaya. Misalnya, saat dia mengatakan bahwa laba Pertamina bisa tembus Rp171 triliun 2018 jika bisa mengelola 100% Blok Mahakam. Entah kalkulator apa yang dipakai Dahlan Iskan sehingga ia menuai kritik dan bulan-bulanan di media. Ia kemudian meralatnya, “Rp171 triliun itu keuntungan kumulatif, kemarin saya salah,” kata Dahlan seperti yang dikutip Berita Hukum.

Dahlan Iskan memang sosok yang menarik dan kontroversial. Dalam era demokrasi saat ini, siapa saja boleh bertempur di ruang publik melalui media. Rakyat dan publik pun perlu mendapatkan berita-berita dan fakta-fakta yang seimbang tentang seseroang. Dengan demikian publik mendapat gambaran yang asli dan jelas tentang sosok publik, bukan gambaran palsu. (*)