Tampilkan postingan dengan label Kementerian BUMN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kementerian BUMN. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Mei 2014

Maneuver Dahlan Iskan Menggabungkan PGN dan Pertagas Menuai Protes


Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN seharusnya berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka pelaku usaha dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya, tanpa harus ‘memakan’ yang lain. 

 ===================

Beberapa bulan lalu Menteri BUMN Dahlan Iskan mendorong anak usaha Pertamina, Pertagas untuk mengakuisisi perusahaan distribusi gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Rencana tersebut menuai protes dari berbagai pihak dengan berbagai alasan, diantaranya rencana tersebut hanya akan menciptakan monopoli Pertamina dari hulu hingga hilir. Rencana itu juga bakal menghambat rencana PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas di tanah air, serta berbagai alasan lain. Saham PGN ikut tergerus karena pasar mengkhawatirkan rencana tersebut. 

Setelah diprotes berbagai pihak dan menyusul pernyataan istana untuk tidak melakukan keputusan-keputusan strategis jelang Pemilihan Presiden, maka rencana tersebut untuk sementara didinginkan. Banyak pengamat yang menilai Dahlan Iskan yang juga merupakan salah satu bakal calon Presiden dari Partai Demokrat yang sedang berjuang di Konvensi Partai Demokrat punya agenda tersembunyi untuk terus dan ngotot menggabungkan kedua perusahaan tersebut dengan cara Pertagas mengakuisisi PGN.

Setelah beberapa waktu isu tersebut menghilang, beberapa hari belakangan muncul lagi soal penggabungan kedua BUMN distribusi gas tersebut. Namun, sedikit berbeda. Diberitakan oleh berbagai media bahwa Dahlan Iskan telah mengirimkan surat ke Pertamina dan PGN agar Pertagas bersedia diakusisi oleh PGN. Jadi Pertagas yang didorong masuk ke PGN, dengan alasan demi efisiensi. Alasan lain, Pertagas punya core business yang sama dengan PGN, sehingga Pertamina bisa lebih fokus di bisnis migas hulu.

Dahlan Iskan diberitakan menulis surat rencana akuisisi Pertagas oleh PGN tersebu pada tanggal 7 Mei 2014. Rupanya surat tersebut diprotes keras oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Beberapa pengamat juga meragukan efektifitas rencana tersebut karena tidak dilakukan melalui studi mendalam. Disamping itu, mengingat PGN telah go publik, rencana penggabungan tanpa melaporkan ke Bursa dapat mendistorsi informasi yang dapat menjungkirbalikkan harga saham PGN. Harga saham PGN bisa naik dan turun oleh isu yang belum matang atau tidak jelas. Boleh jadi ada pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dengan penggorengan isu akusisi PGN oleh Pertagas atau sebaliknya akuisisi Pertagas oleh PGN ini.

Menyadari rencananya ditolak berbagai pihak, Dahlan Iskan pada tanggal 12 Mei mengatakan bahwa dia hanya ingin menggertak kedua perusahaan itu. Tapi kemudian, pada salah satu hotel bintang V di kawasan kuningan, Dahlan mengatakan bahwa surat itu tidak ada. Nah, lho. Patut dicurigai dan dipertanyakan ada apa dibalik rencana penggabungan kedua perusahaan tersebut?

Tidak lama kemudian, Dahlan mengatakan bahwa dia hanya mau menggertak kedua perusahaan itu agar dapat bekerjasama. Buktinya, keduanya telah saling mengalah dan bahu membahu membangun infrastruktur gas. Tampaknya, Dahlan hanya mencari-cara alasan dan ngeles, tatkala rencananya menggabungkan kedua perusahaan itu ditolak.

Sofyano Zakaria, seorang pengamat Migas, mengatakan Dahlan Iskan seharusnya  menjelaskan dengan lugas ke publik terkait adanya  surat MBUMN nomor SR-295/MBU/2014 tanggal 07 Mei 2014 perihal Pengambilalihan saham PT Pertamina Gas (PT Pertagas) kepada Direksi Pertamina, mengingat bahwa surat tersebut sudah diketahui masyarakat luas (karena telah dipublikasikan oleh media).
Jika Dahlan Iskan menyatakan bahwa surat itu tidak ada, ini bisa dinilai publik bahwa surat itu surat palsu dan seharusnya Kementerian BUMN melaporkannya secara resmi ke Kepolisian untuk diusut tuntas.

Persoalan ada atau tidak adanya surat itu harusnya tidak cukup dianggap selesai hanya dengan keterangan lisan seorang Menteri BUMN saja, karena surat itu telah menimbulkan "persoalan" di kalangan Pekerja Pertamina. Ini hal yang serius yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan bukannya hanya bagi MBUMN saja.

Keterangan Dahlan Iskan bahwa surat tersebut "tidak ada" juga jelas bertolak-belakangan dengan adanya keterangan Dahlan Iskan yang mengatakan ke para wartawan bahwa rencana itu (Pengalihan saham Pertagas ke PGN) adalah  untuk menggertak pihak Pertagas dan PGN yang tidak akur dalam berbisnis gas. Ini artinya surat itu benar ada karena dari surat tersebutlah muncul reaksi dari Serikat Pekerja Pertamina yang akhirnya menjadi bahan pemberitaan media secara nasional.

Hulu dan Distribusi Gas
Terlepas dari kisruh PGN-Pertagas sebenarnya menunjukkan memang ada permasalah di pendistribusian gas bumi di Tanah Air. Masalah utama adalah kurangnya infrastruktur gas sehingga gas yang ada di lapangan-lapangan yang jauh dari pusat-pusat industri tidak sampai ke pelanggan. Gas berbeda dengan minyak. Karena sifatnya yang cepat menguap, gas membutuhkan infrastruktur khusus, seperti fasilitas regasifikasi (FSRU) agar gas bisa diubah bentuknya ke cair (liquid) agar dapat ditransportasikan, dan kemudian diubah lagi ke gas melalui proses regasifikasi setelah sampai ditempat tujuan.

Saat ini, baru ada satu fasilitas regasifikasi yaitu floating storage regasification unit (FSRU) di lepas pantai Jakarta. FSRU Lampung baru masuk tahap finalisasi dan diperkirakan baru beroperasi Juli nanti. Disamping itu, dibutuhkan jaringan pipa gas yang memadai agar gas dapat sampai ke konsumen. Nah, jaringan gas ini yang sedang dikembangkan oleh PGN maupun Pertagas. Namun, di banyak tempat, jaringan gas kedua perusahaan ini bertabrakan atau terjadi persaingan yang tidak sehat, sehingga mengakibatkan terhambatnya pembangunan jaringan pipa.

Seharusnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka pemain dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya, tanpa harus ‘memakan’ yang lain.

Disamping membereskan jaringan atau infrastruktur gas, pemerintah juga perlu fokus mengembangkan gas bumi di sektor hulu. Pertamina, perlu didorong untuk lebih fokus mencari (eksplorasi) maupun mengembangkan atau memproduksi gas bumi. Saat ini, BUMN Migas itu menguasai kurang lebih 47 persen blok Migas, tapi masih banyak blok migas yang belum dikembangkan. Pertamina dapat mengembangkan sendiri atau dapat menggandeng perusahaan-perusahaan migas global yang telah beroperasi di Indonesia. Saat ini, produksi gas bumi di tanah air masih dikontribusi oleh blok-blok migas lama, seperti Blok Mahakam, yang mengkontribusi 80% kebutuhan gas Bontang, Kaltim.

Tugas pemerintah saat ini dan yang akan datang adalah memastikan produksi gas bumi di Mahakam tetap berjalan dan pada saat yang sama mendorong pengembangan blok-blok migas lain untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri yang terus meningkat. (*)