(sumber: karikatur Pelita Online) |
Sosok Dahlan Iskan, pemilik
Jawa Pos Group yang kini menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN), belakangan sering muncul
di hadapan publik. Ia muncul dalam kapasitas dia sebagai Menteri Negara BUMN,
sebagai bakal calon presiden yang sedang bertarung di Konvensi Partai Demokrat,
sebagai pemilik Jawa Pos Group, maupun sebagai sosok Dahlan Iskan sebagai
individu yang menarik.
Pada sisi lain sosok Dahlan
Iskan juga merupakan sosok kontroversial karena keputusan-keputusannya yang
mencurigakan, perubahan sikap maupun track record bisnisnya yang membuat orang
mengernyitkan dahinya.
Berita-berita yang muncul di
media pun ada yang memang memiliki nilai berita, tapi juga yang terkesan
direkayasa untuk memoles reputasi Dahlan Iskan atau melakukan counter issue tatkala dia diserang oleh
pihak-pihak lain, seperti saat Dahlan Iskan diserang oleh DPR terkait kerugian puluhan
triliun rupiah di tubuh perusahaan listrik negara PLN.
DIS, demikian ia disapa media, memang memiliki tim
media yang setia 24 jam yang siap membuat berita serta merekayasa berita. Maklum,
Dahlan Iskan adalah orang media, pemilik Jawa Pos Group, yang tentu memiliki
jaringan untuk mempengaruhi opini publik melalui jaringan media yang
dimilikinya maupun jaringan media koleganya, Chairul Tanjung (CT). Dahlan Iskan
memang dekat dengan CT. CT pulalah yang merekomendasikan DI kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik saat menjadi Direktur Utama PLN, maupun
saat menjadi Menteri BUMN.
Dahlan Iskan dalam beberapa kesempatan tidak menyangkal hubungan dekatnya dengan CT. CT sendiri, beserta rombongan konglomerat di
belakangnya, merupakan salah satu penyokong besar Presiden SBY baik dalam
pemilu 2004 maupun 2009. Sehingga tidak mengherankan bila Presiden SBY
berhutang budi pada CT.
Tidak ada makan siang
gratis. Demikian prinsip umum dalam berbisnis dan berpolitik. Dukungan CT
terhadap DIS tentu tidak cuma-cuma. Sebagai imbalan CT mendapat berbagai
kemudahan maupun preferensi atas proyek-proyek BUMN. Diantaranya, CT Corp
menang dalam tender pembelian 10% saham Garuda. CT Corp juga ditunjuk sebagai
pemenang untuk membeli Telkom Vision, sebuah anak Perusahaan perusahaan
telekomunikasi BUMN, Telkom. Dan tentu masih banyak yang lainnya.
Sebagai Meneg BUMN, tugas utama Dahlan Iskan adalah
meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan milik negara. Ada yang berhasil ada
yang tidak. Ada yang terkesan tanpa perencanaan. Langkah Dahlan Iskan dalam
memilih direksi dan komisaris pun terkadang kontroversial. Misalnya, saat dia
memilih salah satu anak buahnya di Jawa Pos Group, Ismed Hasan Putro, sebagai
Direktur Utama PT RNI, produsen gula milik negara. Beberapa orang dekat CT pun
ditempatkan untuk menjadi “staf ahli” Dahlan Iskan. Mereka melepaskan posisi
dengan gaji tinggi di Para Group, untuk menjadi “hanya” staf ahli Menteri BUMN,
yang tentu gajinya tak seberapa.
Dahlan Iskan, Pertamina dan Mafia Minyak
Yang tak kalah menarik
adalah sikap Dahlan Iskan yang berubah-ubah terhadap perusahaan minyak dan gas
nasional Pertamina. Pada awal-awal dia menempatkan posisinya sebagai Meneg
BUMN, dia pun getol dan berkomitmen untuk menghapus praktek-praktek korupsi dan
praktek-praktek derivatif korupsi. Salah satu yang menarik perhatian publik
adalah ketika Dahlan Iskan berupaya memerangi
mafia minyak yang sering dituduhkan pada tubuh Petral, anak perusahaan Pertamina yang
bermarkas di Singapura. Petral merupakan tangan kanan Pertamina dan negara
dalam mengimpor ratusan ribu barel minyak per hari ke Indonesia. Ratusan triliun digelontorkan negara tiap tahun untuk mengimpor minyak melalui Petral.
Bahkan dalam rapat dengar
pendapat September 18, 2013 lalu, Meneg BUMN) Dahlan Iskan menyatakan siap
membubarkan anak usaha Pertamina, PT Pertamina Energy Trading (Petral),
bila terbukti ada mafia minyak yang bermain di perusahaan tersebut. "Petral,
saya komit kalau memang dibuktikan ada mafia saya akan bubarkan," kata
Dahlan saat rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (http://finance.detik.com/read/2013/09/18/225911/2362898/1034/dahlan-iskan-saya-komit-bubarkan-petral-kalau-terbukti-ada-mafia).
Sebelumnya, Dahlan Iskan
melontarkan ide untuk membubarkan Petral dan meminta Pertamina untuk mengimpor
langsung minyak dari produsen minyak, tanpa melalui trader, untuk memangkas
biaya. Tapi, permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Pertamina. Dahlan
Iskan pun dibuat bertekuk lutut oleh Pertamina. Ia pun tak bisa memaksakan kehendaknya.
Lagi-lagi ini membuktikan betapa kuatnya jaringan mafia minyak sehingga mampu
mempengaruhi kebijakan dan langkah pemerintah. Dari kasus ini pun terlihat
siapa yang berkuasa di negeri ini.
Namun, belakangan tatkala
Dahlan Iskan menapaki karir politiknya menuju RI-1 melalui kandang Parta
Demokrat, sikapnya terhadap Pertamina sudah mulai melunak. Bahkan terkesan
heroik, berdiri di garda terdepan untuk membela kepentingan Pertamina. Dahlan
Iskan kini sedang bertarung melawan kandidat-kandidat lain untuk menjadi bakal
Calon Presiden dari Partai Demokrat. Untuk menuju RI-1 pun terbuka jalan bagi
DI. Jaringan media yang dimilikinya serta dukungan dari konglomerat (termasuk
dari CT) serta posisi dia sebagai Meneg BUMN saat ini, dapat menjadi modal
utama baginya untuk terus menapaki jalan menuju tangga RI-1. Hanya yang belum
dimiliki oleh DI adalah pembuktian dukungan politik dan dukungan rakyat.
Langkah Dahlan Iskan menuju
RI-1 serta perubahan sikapnya terhadap Pertamina memang tidak salah bila publik
mempertanyakannya. Apakah ada motif tersembunyi sehingga DI kini terkesan
mengelus-elus kepala Pertamina. Minggu lalu misalnya DI mengatakan siap “membentengi”
Pertamina. Dari praktek-praktek korupsi? Tidak. Tapi dari rencana Pertamina
untuk masuk ke Blok Mahakam. "Tugas saya ringan, membentengi Petamina dari
intervensi siapapun. Saya percaya penuh pada tim direksi, komisaris dan
manajernya percaya penuh mampu, sepanjang tidak diganggu-ganggu dan tidak
dirusuhi," pungkasnya.
Namun, pernyataan DI, sendiri justru diinterpretasi oleh publik sebagai bentuk
intervensi terhadap Pertamina, apalagi pernyataan tersebut dilontarkan saat DI sedang bertarung dalam konvensi Partai Demokrat untuk mendapat tiket menuju RI 1 melalui kandang Demokrat.
Disamping itu, Dahlan Iskan
juga terkadang melemparkan pernyataan yang membuat pelaku industri
terbelalak tak percaya. Misalnya, saat dia mengatakan bahwa laba Pertamina bisa
tembus Rp171 triliun 2018 jika bisa mengelola 100% Blok Mahakam. Entah
kalkulator apa yang dipakai Dahlan Iskan sehingga ia menuai kritik dan
bulan-bulanan di media. Ia kemudian meralatnya, “Rp171 triliun itu keuntungan
kumulatif, kemarin saya salah,” kata Dahlan seperti yang dikutip Berita Hukum.
Dahlan Iskan memang sosok
yang menarik dan kontroversial. Dalam era
demokrasi saat ini, siapa saja boleh bertempur di ruang publik melalui media. Rakyat
dan publik pun perlu mendapatkan berita-berita dan fakta-fakta yang seimbang
tentang seseroang. Dengan demikian publik mendapat gambaran yang asli dan jelas
tentang sosok publik, bukan gambaran palsu. (*)