Tampilkan postingan dengan label mafia minyak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mafia minyak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 November 2013

Setelah Gagal Melawan Mafia Minyak, Meneg BUMN Indonesia Dahlan Iskan Kini Melunak



(sumber: karikatur Pelita Online)
Sosok Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos Group yang kini menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN), belakangan sering muncul di hadapan publik. Ia muncul dalam kapasitas dia sebagai Menteri Negara BUMN, sebagai bakal calon presiden yang sedang bertarung di Konvensi Partai Demokrat, sebagai pemilik Jawa Pos Group, maupun sebagai sosok Dahlan Iskan sebagai individu yang menarik.

Pada sisi lain sosok Dahlan Iskan juga merupakan sosok kontroversial karena keputusan-keputusannya yang mencurigakan, perubahan sikap maupun track record bisnisnya yang membuat orang mengernyitkan dahinya.

Berita-berita yang muncul di media pun ada yang memang memiliki nilai berita, tapi juga yang terkesan direkayasa untuk memoles reputasi Dahlan Iskan atau melakukan counter issue tatkala dia diserang oleh pihak-pihak lain, seperti saat Dahlan Iskan diserang oleh DPR terkait kerugian puluhan triliun rupiah di tubuh perusahaan listrik negara PLN.

DIS, demikian ia disapa media, memang memiliki tim media yang setia 24 jam yang siap membuat berita serta merekayasa berita. Maklum, Dahlan Iskan adalah orang media, pemilik Jawa Pos Group, yang tentu memiliki jaringan untuk mempengaruhi opini publik melalui jaringan media yang dimilikinya maupun jaringan media koleganya, Chairul Tanjung (CT). Dahlan Iskan memang dekat dengan CT. CT pulalah yang merekomendasikan DI kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik saat menjadi Direktur Utama PLN, maupun saat menjadi Menteri BUMN. 

Dahlan Iskan dalam beberapa kesempatan tidak menyangkal hubungan dekatnya dengan CT. CT sendiri, beserta rombongan konglomerat di belakangnya, merupakan salah satu penyokong besar Presiden SBY baik dalam pemilu 2004 maupun 2009. Sehingga tidak mengherankan bila Presiden SBY berhutang budi pada CT.

Tidak ada makan siang gratis. Demikian prinsip umum dalam berbisnis dan berpolitik. Dukungan CT terhadap DIS tentu tidak cuma-cuma. Sebagai imbalan CT mendapat berbagai kemudahan maupun preferensi atas proyek-proyek BUMN. Diantaranya, CT Corp menang dalam tender pembelian 10% saham Garuda. CT Corp juga ditunjuk sebagai pemenang untuk membeli Telkom Vision, sebuah anak Perusahaan perusahaan telekomunikasi BUMN, Telkom. Dan tentu masih banyak yang lainnya.

Sebagai Meneg BUMN, tugas utama Dahlan Iskan adalah meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan milik negara. Ada yang berhasil ada yang tidak. Ada yang terkesan tanpa perencanaan. Langkah Dahlan Iskan dalam memilih direksi dan komisaris pun terkadang kontroversial. Misalnya, saat dia memilih salah satu anak buahnya di Jawa Pos Group, Ismed Hasan Putro, sebagai Direktur Utama PT RNI, produsen gula milik negara. Beberapa orang dekat CT pun ditempatkan untuk menjadi “staf ahli” Dahlan Iskan. Mereka melepaskan posisi dengan gaji tinggi di Para Group, untuk menjadi “hanya” staf ahli Menteri BUMN, yang tentu gajinya tak seberapa.

Dahlan Iskan, Pertamina dan Mafia Minyak
Yang tak kalah menarik adalah sikap Dahlan Iskan yang berubah-ubah terhadap perusahaan minyak dan gas nasional Pertamina. Pada awal-awal dia menempatkan posisinya sebagai Meneg BUMN, dia pun getol dan berkomitmen untuk menghapus praktek-praktek korupsi dan praktek-praktek derivatif korupsi. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah ketika Dahlan Iskan berupaya memerangi mafia minyak yang sering dituduhkan pada tubuh Petral, anak perusahaan Pertamina yang bermarkas di Singapura. Petral merupakan tangan kanan Pertamina dan negara dalam mengimpor ratusan ribu barel minyak per hari ke Indonesia. Ratusan triliun digelontorkan negara tiap tahun untuk mengimpor minyak melalui Petral.

Bahkan dalam rapat dengar pendapat September 18, 2013 lalu, Meneg BUMN) Dahlan Iskan menyatakan siap membubarkan anak usaha Pertamina, PT Pertamina Energy Trading (Petral), bila terbukti ada mafia minyak yang bermain di perusahaan tersebut. "Petral, saya komit kalau memang dibuktikan ada mafia saya akan bubarkan," kata Dahlan saat rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (http://finance.detik.com/read/2013/09/18/225911/2362898/1034/dahlan-iskan-saya-komit-bubarkan-petral-kalau-terbukti-ada-mafia).

Sebelumnya, Dahlan Iskan melontarkan ide untuk membubarkan Petral dan meminta Pertamina untuk mengimpor langsung minyak dari produsen minyak, tanpa melalui trader, untuk memangkas biaya. Tapi, permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Pertamina. Dahlan Iskan pun dibuat bertekuk lutut oleh Pertamina. Ia pun tak bisa memaksakan kehendaknya. Lagi-lagi ini membuktikan betapa kuatnya jaringan mafia minyak sehingga mampu mempengaruhi kebijakan dan langkah pemerintah. Dari kasus ini pun terlihat siapa yang berkuasa di negeri ini. 

Namun, belakangan tatkala Dahlan Iskan menapaki karir politiknya menuju RI-1 melalui kandang Parta Demokrat, sikapnya terhadap Pertamina sudah mulai melunak. Bahkan terkesan heroik, berdiri di garda terdepan untuk membela kepentingan Pertamina. Dahlan Iskan kini sedang bertarung melawan kandidat-kandidat lain untuk menjadi bakal Calon Presiden dari Partai Demokrat. Untuk menuju RI-1 pun terbuka jalan bagi DI. Jaringan media yang dimilikinya serta dukungan dari konglomerat (termasuk dari CT) serta posisi dia sebagai Meneg BUMN saat ini, dapat menjadi modal utama baginya untuk terus menapaki jalan menuju tangga RI-1. Hanya yang belum dimiliki oleh DI adalah pembuktian dukungan politik dan dukungan rakyat. 

Langkah Dahlan Iskan menuju RI-1 serta perubahan sikapnya terhadap Pertamina memang tidak salah bila publik mempertanyakannya. Apakah ada motif tersembunyi sehingga DI kini terkesan mengelus-elus kepala Pertamina. Minggu lalu misalnya DI mengatakan siap “membentengi” Pertamina. Dari praktek-praktek korupsi? Tidak. Tapi dari rencana Pertamina untuk masuk ke Blok Mahakam. "Tugas saya ringan, membentengi Petamina dari intervensi siapapun. Saya percaya penuh pada tim direksi, komisaris dan manajernya percaya penuh mampu, sepanjang tidak diganggu-ganggu dan tidak dirusuhi," pungkasnya. 

Namun, pernyataan DI, sendiri justru diinterpretasi oleh publik sebagai bentuk intervensi terhadap Pertamina, apalagi pernyataan tersebut dilontarkan saat DI sedang bertarung dalam konvensi Partai Demokrat untuk mendapat tiket menuju RI 1 melalui kandang Demokrat.

Disamping itu, Dahlan Iskan juga terkadang melemparkan pernyataan yang membuat pelaku industri terbelalak tak percaya. Misalnya, saat dia mengatakan bahwa laba Pertamina bisa tembus Rp171 triliun 2018 jika bisa mengelola 100% Blok Mahakam. Entah kalkulator apa yang dipakai Dahlan Iskan sehingga ia menuai kritik dan bulan-bulanan di media. Ia kemudian meralatnya, “Rp171 triliun itu keuntungan kumulatif, kemarin saya salah,” kata Dahlan seperti yang dikutip Berita Hukum.

Dahlan Iskan memang sosok yang menarik dan kontroversial. Dalam era demokrasi saat ini, siapa saja boleh bertempur di ruang publik melalui media. Rakyat dan publik pun perlu mendapatkan berita-berita dan fakta-fakta yang seimbang tentang seseroang. Dengan demikian publik mendapat gambaran yang asli dan jelas tentang sosok publik, bukan gambaran palsu. (*)

Selasa, 20 Agustus 2013

KPK, Mafia Minyak dan SKK Migas

Peristiwa diciduknya mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini memancing beberapa elemen masyarakat untuk membubarkan SKK Migas dan menyerahkan regulasi dan pengawasan industri migas ke Pertamina. Namun, mayoritas publik menolak mentah-mentah permintaan sekelompok masyarakat tersebut. Justru pada era Orde Baru atau era Soeharto, korupsi justru lebih parah. Pertamina saat itu biangnya korupsi dan menjadi sumber dana empuk bagi penguasa. Bila tugas regulasi dan pengawasan dicaplok Pertamina, justru akan menjerumuskan Pertamina kembali menjadi sarang korupsi dan mengkerdilkan kemampuan dan upaya Pertamina menjadi korporasi kelas dunia.

 ==========================================

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Mafia Migas [atau Mafia Migas] dan SKK Migas”, barangkali tiga kata/kelompok kata yang paling banyak disebutkan dalam beberapa hari terakhir. Ketiga kelompok kata tersebut menjadi perhatian masyarakat setelah KPK menangkap tangan ketua SKK Migas Rudi Rubiandini, seorang akademisi yang terjun ke birokrasi, sedang menerima suap ratusan ribu dolar.

Apa motivasi dibalik kasus suap tersebut masih terus dikembangkan oleh KPK. Namun, paling tidak terjadinya kasus ini menyadarkan masyarakat bahwa kasus suap, penyalahgunaan wewenang, korupsi dan sejenisnya, oleh penyelenggara negara masih terjadi 15 tahun sejak Reformasi digulirkan, dan bahkan lebih menyedihkan terjadi saat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan yang ke-68.

Dari berbagai pemberitaan di media masa, baik online, media cetak, radio maupun televisi, kita menangkap aspirasi masyarakat, bahwa hampir seluruh masyarakat mendukung langkah KPK untuk mengungkap segala jenis kasus korupsi atau gratifikasi yang melibatkan pejabat negara.

Kita melihat berbagai elemen masyarakat dengan cara yang berbeda-beda mengungkapkan dukungan mereka kepada KPK. Ada yang datang langsung ke KPK, ada yang melakukan demo mendukung KPK ada juga yang menulis di berbagai media atau terlibat diskusi publik.

Ini merupakan dukungan moral bagi KPK untuk terus melakukan tugasnya untuk menghilangkan dan mencegah setiap praktik korupsi dan gratifikasi, yang juga merupakan cita-cita para Pendiri Bangsa maupun amanat Reformasi, yang hingga kini belum terlaksana.

Kasus tertangkapk tangan tersebut membuka mata masyarakat betapa cengkraman mafia migas masih kuat. Adanya mafia migas di balik perdagangan minyak di Indonesia bukan terjadi kali ini saja bahkan sudah sering dilaporkan oleh media-media ternama. Dugaan keterlibatan mafia migas di balik impor minyak yang menelan ratusan miliar hingga triliunan rupiah setiap hari kembali mencuat ke permukaan.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan pun mensinyalir adanya mafia migas dibalik impor minyak di Tanah Air, yang dikendalikan oleh Petral anak Perusahaan Pertamina. Tapi Menteri Negara BUMN pun saat itu tak kuasa mendorong dibongkarnya mafia tata niaga atau perdagangan minyak. Eksistensi Petral pun  tetap dipertahankan dan terus beroperasi.

Pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan oleh TV One baru-baru ini, isu mafia migas kembali diangkat. “Siapa Dibalik Mafia Migas”, demikian judul acara tersebut. Perdebatan seru terjadi dan menuntut KPK untuk terus membongkar adanya mafia migas dibalik trading minyak dan gas di tanah air. Seorang peserta yang juga mantan anggota DPR, Dradjad Wibowo, bahkan mempertanyakan mengapa KPK belum atau tidak berani masuk ke Petral.

Dari perdebatan tersebut muncul desakan kepada KPK untuk melanjutkan pengembangan dugaan kasus korupsi dan gratifikasi yang melibatkan perdagangan minyak (oil trading/oil impor).

Peristiwa terangkapnya RR juga mencuatkan desakan oleh beberapa elemen masyarakat untuk membubarkan SKK Migas dan menyerahkan regulasi dan pengawasan industri migas ke Pertamina. Namun, mayoritas publik tampaknya tidak menyutujui permintaan sekelompok masyarakat. Justru pada era Orde Baru atau era Soeharto, korupsi justru lebih parah. Pertamina saat itu biangnya korupsi dan menjadi sumber dana empuk bagi penguasa saat itu. Bila tugas regulasi dan pengawasan dicaplok Pertamina, justru akan menjerumuskan Pertamina kembali menjadi sarang korupsi.

Beberapa peserta diskusi ILC mengulang kembali pernyataan beberapa tokoh masyarakat bahwa membubarkan sebuah institusi karena ada oknum yang korup bukan solusi karena adanya sebuah lembaga merupakan buah dari sebuah Undang-Undang. Undang-Undang harus dibuat dulu, kalau memang sebuah institusi tidak diperlukan lagi.

Bila ada oknum yang terlibat gratifikasi atau korupsi, maka oknum tersebut yang harus dibawa ke meja hijau. Insitusinya yang harus diselamatkan. Demikian juga dalam kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas. Yang terlibat diproses secara hukum, sementara lembaganya harus diselamatkan dan dibersihkan. Sistem diperbaiki dan orang-orang yang mengisi posisi kunci harus orang-orang yang tepat, kompeten dan berakhlak.

Industri migas memang rawan terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Karena itu, publik mendukung langkah KPK untuk menciptakan good governance di industri migas. Sistem internal SKK Migas harus diperkuat, tidak harus dibubarkan. KPK tetap harus fokus mengembangkan dan menuntaskan kasus hukum ini, tidak terpengaruh oleh desakan atau tekanan politik dari luar. (*)

Kamis, 15 Agustus 2013

Kernel Oil, Mafia Minyak dan Clean Governance


Masyarakat berharap kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 

 ---------------------------------------------------------------------


Nama perusahaan Kernel Oil Pte Ltd, perusahaan yang berbasis di Singapura, mendadak tenar di Indonesia sejak sejak mantan kepala SKKMigas Rudi Rubiandini ditangkap KPK dini hari kemarin. Salah satu petinggi cabang Kernel Oil di Jakarta ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus gratifikasi, dengan tersangka utama mantan kepala SKKMigas tersebut.
Apa dan bagaimana kasus gratifikasi tersebut, hingga saat ini masih didalami KPK. Yang pasti, industri migas kembali terguncang. Disamping itu, kasus tersebut seolah membuka kotak pandora kelamnya bisnis trading atau impor-ekspor minyak, yang selama ini masyarakat hanya mencium baunya saja.

Kasus penangkapan mantan kepala SKKMigas tersebut membuat shock banyak orang. Para pejabat elit, menteri, teman-teman dekat Rudi Rubiandi, para pelaku industri migas mengekspresikan kekagetan mereka karena selama ini, Rubiandini dikenal sebagai pribadi yang cerdas, ramah, jujur dan rendah hati.

Latar belakangnya sebagai dosen teladan ITB diharapkan akan membawa perubahan banyak tidak hanya dalam upaya SKKMigas dan pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dan gas di tanah air, tapi juga untuk meningkatkan clean governance di lembaga SKKMigas, sebuah lembaga baru yang menggantikan BPMIGAS.

Media-media juga mempotretkan sosok Rubiandini sebagai sosok yang cerdas dan pekerja keras. Ia terjun langsung ke lapangan/blok migas. Ia juga mewakili SKKMigas ketika menandatangani pakta integritas dengan KPK, sebagai bukti komitmen SKKMigas untuk menerapkan clean governance di lembaga tersebut.

Banyak yang bertanya-tanya dan tidak percaya mantan Kepala SKKMigas tersebut terpeleset, terjerembab akibat kasus gratifikasi tersebut. Karirnya yang cemerlang dari seorang dosen, naik hingga menjadi petinggi SKKMigas berjalan dengan cepat dan mulus. Mulai dari Presiden SBY, Menteri ESDM, Jero Wacik, kolega Rudi dan pelaku industri migas, menyatakan kekagetan mereka.

Siapa sangka, hanya dalam hitungan hari, karirnya meredup ke jurang yang paling dalam. Apakah latar belakangnya sebagai seorang dosen lugu, tidak tahan dengan tekanan gratifikasi dan praktek-praktek kotor perdagangan minyak di tanah air? Untuk ini, kita serahkan ke KPK untuk menuntaskan kasus tersebut.

Lalu bagaimana dengan Kernel Oil?

Dari websitenya dan website lowongan kerja, terlihat bahwa perusahaan tersebut didirikan di Singapura 2004 lalu dengan bisnis utama sebagai perusahaan perdagangan minyak mentah dan produk-produk turunan minyak.

Pusat kantor Kernel Oil berada di 7500A Beach Road #10-318/321, The Plaza Singapore. Sementara di Indonesia, kantor Kernel Pte Ltd bernama PT KOPL Indonesia, berada di Equity Tower Lantai Ke-35 B, SCBD lot 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta.
Kernel Oil Pte Ltd bergerak di bidang perdagangan produk-produk turunan minyak seperti bensin, minyak gas, bahan bakar, minyak dasar, aspal, minyak mentah dan kondensat, gas, nafta, minyak tanah, minyak pelumas, dan residu.

Kernel Oil juga mensuplai cairan gas alam, seperti gas petroleum cair, etana, petrokimia, nafta, kondensat, produk non bahan bakar seperti green coke, calcined coke, lilin parafin, lilin kendur, aromate berat, dan sulfur, produk petrokimia, seperti Polytam, purified terephthalic acid, paraxylene, benzene, propilena, dan produk kimia.

Walaupun baru berdiri tahun 2004, operasi Kernel Oil telah menjangkau kawasan Asia Timur (seperti China dan Jepang) dan Timur Tengah seperti Teluk Persia, Mediterania, dan Afrika Barat. Di Indonesia, PT KOPL Indonesia bertindak sebagai trader yang mencari minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM) untuk di ekspor ke luar negeri.

Menariknya, ternyata Kernel Oil juga masuk dalam daftar peserta lelang Petral, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan minyak mentah/crude oil. Petral merupakan importer utama crude oil yang masuk ke Indonesia.

Kernel Oil Pte Ltd termasuk salah satu pemasok yang sering memenangkan tender Premium Petral, selain Arcadia Group Ltd, Total SA, Glencore International Plc, Vitol Holding BV, Concord Oil Co Inc, Verita Oil Inc, Gunvor Group Ltd.

Beberapa media nasional seperti Tempo sudah beberapa kali mengangkat kartel perdagangan minyak/impor minyak ke Indonesia. Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. 

Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia.
 


Berita bahwa Kernel Oil diduga terlibat pemberian gratifikasi ke mantan kepala SKKMigas bagi sebagian orang bukan sesuatu yang mengejutkan. Bisa jadi, praktik-praktik seperti sudah normal di bisnis trading minyak. Mental ingin cepat dapat uang boleh jadi membuat trader minyak menghalalkan segala cara untuk memenangkan tender.

Bisnis trading minyak memang menggiurkan, karena tidak usah berinvetasi ratusan juta dolar untuk melakukan eksplorasi, mencari minyak dan membangun fasilitas produksi ratusan juta dolar untuk menghasilkan produk minyak dan gas.

Perusahaan-perusahaan migas yang mau mengambil risiko berinvestasi untuk eksplorasi maupun untuk memproduksi minyak dan gas di tanah air patut mendapat apresiasi seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan migas dunia seperti Total E&P Indonesia, BP, ExxonMobil, Chevron atau Inpex. Penting bagi Indonesia untuk tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif di industri migas agar investor migas nyaman berinvestasi di Indonesia.

Kita berharap, kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 
Pemerintah perlu kembali mengkampanyekan pentingnya implementasi clean governance di industri minyak dan gas agar isu clean governance tidak hanya sebatas di atas kertas, tapi betul-betul dipraktik di lapangan. Mungkin Indonesia perlu belajar dari perusahaan-perusahaan minyak yang punya reputsai bagus. Semoga. (*)