Tampilkan postingan dengan label skkmigas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label skkmigas. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Agustus 2013

Kernel Oil, Mafia Minyak dan Clean Governance


Masyarakat berharap kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 

 ---------------------------------------------------------------------


Nama perusahaan Kernel Oil Pte Ltd, perusahaan yang berbasis di Singapura, mendadak tenar di Indonesia sejak sejak mantan kepala SKKMigas Rudi Rubiandini ditangkap KPK dini hari kemarin. Salah satu petinggi cabang Kernel Oil di Jakarta ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus gratifikasi, dengan tersangka utama mantan kepala SKKMigas tersebut.
Apa dan bagaimana kasus gratifikasi tersebut, hingga saat ini masih didalami KPK. Yang pasti, industri migas kembali terguncang. Disamping itu, kasus tersebut seolah membuka kotak pandora kelamnya bisnis trading atau impor-ekspor minyak, yang selama ini masyarakat hanya mencium baunya saja.

Kasus penangkapan mantan kepala SKKMigas tersebut membuat shock banyak orang. Para pejabat elit, menteri, teman-teman dekat Rudi Rubiandi, para pelaku industri migas mengekspresikan kekagetan mereka karena selama ini, Rubiandini dikenal sebagai pribadi yang cerdas, ramah, jujur dan rendah hati.

Latar belakangnya sebagai dosen teladan ITB diharapkan akan membawa perubahan banyak tidak hanya dalam upaya SKKMigas dan pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dan gas di tanah air, tapi juga untuk meningkatkan clean governance di lembaga SKKMigas, sebuah lembaga baru yang menggantikan BPMIGAS.

Media-media juga mempotretkan sosok Rubiandini sebagai sosok yang cerdas dan pekerja keras. Ia terjun langsung ke lapangan/blok migas. Ia juga mewakili SKKMigas ketika menandatangani pakta integritas dengan KPK, sebagai bukti komitmen SKKMigas untuk menerapkan clean governance di lembaga tersebut.

Banyak yang bertanya-tanya dan tidak percaya mantan Kepala SKKMigas tersebut terpeleset, terjerembab akibat kasus gratifikasi tersebut. Karirnya yang cemerlang dari seorang dosen, naik hingga menjadi petinggi SKKMigas berjalan dengan cepat dan mulus. Mulai dari Presiden SBY, Menteri ESDM, Jero Wacik, kolega Rudi dan pelaku industri migas, menyatakan kekagetan mereka.

Siapa sangka, hanya dalam hitungan hari, karirnya meredup ke jurang yang paling dalam. Apakah latar belakangnya sebagai seorang dosen lugu, tidak tahan dengan tekanan gratifikasi dan praktek-praktek kotor perdagangan minyak di tanah air? Untuk ini, kita serahkan ke KPK untuk menuntaskan kasus tersebut.

Lalu bagaimana dengan Kernel Oil?

Dari websitenya dan website lowongan kerja, terlihat bahwa perusahaan tersebut didirikan di Singapura 2004 lalu dengan bisnis utama sebagai perusahaan perdagangan minyak mentah dan produk-produk turunan minyak.

Pusat kantor Kernel Oil berada di 7500A Beach Road #10-318/321, The Plaza Singapore. Sementara di Indonesia, kantor Kernel Pte Ltd bernama PT KOPL Indonesia, berada di Equity Tower Lantai Ke-35 B, SCBD lot 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta.
Kernel Oil Pte Ltd bergerak di bidang perdagangan produk-produk turunan minyak seperti bensin, minyak gas, bahan bakar, minyak dasar, aspal, minyak mentah dan kondensat, gas, nafta, minyak tanah, minyak pelumas, dan residu.

Kernel Oil juga mensuplai cairan gas alam, seperti gas petroleum cair, etana, petrokimia, nafta, kondensat, produk non bahan bakar seperti green coke, calcined coke, lilin parafin, lilin kendur, aromate berat, dan sulfur, produk petrokimia, seperti Polytam, purified terephthalic acid, paraxylene, benzene, propilena, dan produk kimia.

Walaupun baru berdiri tahun 2004, operasi Kernel Oil telah menjangkau kawasan Asia Timur (seperti China dan Jepang) dan Timur Tengah seperti Teluk Persia, Mediterania, dan Afrika Barat. Di Indonesia, PT KOPL Indonesia bertindak sebagai trader yang mencari minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM) untuk di ekspor ke luar negeri.

Menariknya, ternyata Kernel Oil juga masuk dalam daftar peserta lelang Petral, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan minyak mentah/crude oil. Petral merupakan importer utama crude oil yang masuk ke Indonesia.

Kernel Oil Pte Ltd termasuk salah satu pemasok yang sering memenangkan tender Premium Petral, selain Arcadia Group Ltd, Total SA, Glencore International Plc, Vitol Holding BV, Concord Oil Co Inc, Verita Oil Inc, Gunvor Group Ltd.

Beberapa media nasional seperti Tempo sudah beberapa kali mengangkat kartel perdagangan minyak/impor minyak ke Indonesia. Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. 

Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia.
 


Berita bahwa Kernel Oil diduga terlibat pemberian gratifikasi ke mantan kepala SKKMigas bagi sebagian orang bukan sesuatu yang mengejutkan. Bisa jadi, praktik-praktik seperti sudah normal di bisnis trading minyak. Mental ingin cepat dapat uang boleh jadi membuat trader minyak menghalalkan segala cara untuk memenangkan tender.

Bisnis trading minyak memang menggiurkan, karena tidak usah berinvetasi ratusan juta dolar untuk melakukan eksplorasi, mencari minyak dan membangun fasilitas produksi ratusan juta dolar untuk menghasilkan produk minyak dan gas.

Perusahaan-perusahaan migas yang mau mengambil risiko berinvestasi untuk eksplorasi maupun untuk memproduksi minyak dan gas di tanah air patut mendapat apresiasi seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan migas dunia seperti Total E&P Indonesia, BP, ExxonMobil, Chevron atau Inpex. Penting bagi Indonesia untuk tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif di industri migas agar investor migas nyaman berinvestasi di Indonesia.

Kita berharap, kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 
Pemerintah perlu kembali mengkampanyekan pentingnya implementasi clean governance di industri minyak dan gas agar isu clean governance tidak hanya sebatas di atas kertas, tapi betul-betul dipraktik di lapangan. Mungkin Indonesia perlu belajar dari perusahaan-perusahaan minyak yang punya reputsai bagus. Semoga. (*)


Kamis, 20 Juni 2013

BBM & Solusi Jangka Panjang

Apa trending topic di negara 17,000 pulau dengan 240 juta penduduk hari ini? Tanpa perlu menanyakan pada twitter, jawabannya pasti jelas. BBM atau Bahan Bakar Minyak. Setelah terjadi perdebatan panas di DPR diiringi lobi-lobi dan politik 'dagang sapi', yang rakyat tidak tahu (baru ketahuan belakangan, seperti terselipnya 'pasal Lapindo'), DPR akhirnya menyetujui untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.



Sebuah fasilitas produksi migas (photo: www.steelindonesia.com)
Dengan demikian, kenaikan harga BBM bersubsidi tinggal menunggu pengumuman resmi pemerintah dalam beberapa hari ke depan.

Respons masyarakat bermacam-macam atas keputusan tersebut bermacam-macam. Ada yang bereaksi secara ekstrim, ada pula yang beradaptasi dengan situasi dengan mengencangkan ikat pinggang. Seperti telah diduga, sebagian pemuda yang mengklaim sebagai mahasiswa melakukan demo, memblokir jalan, membakar ban hingga melakukan tindakan tidak terpuji seperti merusak gerai KFC seperti yang terjadi di salah satu kota di Sumatera Utara.

Para pemilik angkutan umum seperti bis sudah menaikkan tarif angkutan, bahkan sebelum pemerintah mengumumkan harga BBM bersubsidi secara resmi dan sebagian bersiap-siap untuk menaikkan tarif. Organda, sebuah organisasi angkutan umum, telah mengajukan ke pemerintah untuk menaikkan tarif angkutan sebesar 30 persen.

Dampak langsung dari kenaikkan BBM bersubsidi memang terjadi pada angkutan atau transportasi. Jadi, masuk akal bila mereka melakukan penyesuaian asalkan masih dalam taraf wajar. Industri secara umum seharusnya tidak serta-merta menaikkan harga barang karena toh mereka selama ini telah membeli BBM  industri, yang harganya lebih tinggi dari harga BBM bersubsidi. Kecuali mereka menggunakan modus tertentu untuk membeli harga BBM bersubsidi.

Pemerintah tentu punya alasan logis untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Salah satunya, penikmat  BBM bersubsidi selama ini adalah masyarakat kelas menengah ke atas, para pemilik mobil pribadi. Mereka toh, bisa membeli harga BBM bersubsidi lebih mahal. Pasti mereka punya cara untuk beradaptasi dengan harga BBM bersubsidi yang baru.

Tantangan terberat pemerintah adalah bagaimana mengurangi dampak kenaikan subsidi pada kelompok masyarakat dengan income rendah. Persoalannya, BLSM, atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat hanya diberikan selama 4 bulan. Seharusnya, pemerintah menyiapkan strategi lain, misalnya menciptakan lapangan kerja masal. Misalnya, melibatkan mereka pada proyek-proyek padat karya, irigiasi, jalan raya, dan lain-lain. Jadi, disamping mereka mendapatkan uang, masyarakat umum juga mendapat manfaat dengan adanya proyek-proyek padat karya tersebut.

Kita bisa berbicara panjang lebar soal BBM ini dan pasti tidak akan habis-habisnya. Kita juga bisa memberikan alasan-alasan mengapa BBM tidak perlu naik dan mengapa harga BBM bersubsidi harus dinaikkan.

Pemerintah pun tampaknya berupaya keras untuk meyakinkan masyarakat dengan berbagai cara, mulai dari selebaran, sosialisasi di televisi, radio, spanduk-spanduk untuk memberikan 1001 alasan mengapa BBM harus naik. Masyarkat juga mempunyai 1001 alasan mengapa BBM bersubsidi tidak perlu naik, sambil menuding pemerintah telah gagal menyediakan BBM dengan harga terjangkau untuk masyarakat.

Pada saat yang sama, tersiar kabar bahwa beberapa perusahaan migas gagal menemukan cadangan migas (dryhole) atau cadangan tidak mencukupi untuk dilanjutkan ke production stage. Seperti yang dilansir media beberapa hari ini, ada 11 perusahaan minyak yang gagal menemukan cadangan migas setelah 5 tahun melakukan eksplorasi. Akibatnya, mereka terpaksa menanggung kerugian sekitar US$1.9 miliar. Sebuah angka yang besar nilainya.

Sesuai skema cost recovery, bila perusahaan gagal mendapatkan cadangan migas, kerugian ditanggung sendiri. Biaya yang telah dikeluarkan tidak bisa digantikan melalui skema cost recovery. Namun, bila mereka menemukan migas, maka biaya yang dikeluarkan selama masa eksplorasi tersebut digantikan oleh pemerintah melalui skema cost recovery.

Kegagalan perusahaan migas tersebut menunjukkan investasi di industri migas memang berisiko tinggi. Risiko lebih besar saat eksplorasi karena tingkat keberhasilannya cuma 10%. Karena itu, tidak heran bila bank-bank nasional tidak mau memberikan kredit ke perusahaan migas untuk keperluan pencarian migas (eksplorasi). . Tidak heran bila sebagian besar yang melakukan eksplorasi adalah perusahaan-perusahaan asing. Hanya perusahaan-perusahaan besar dengan modal besar yang berani mengambil risiko untuk melakukan eksplorasi.

Lalu apa hubungan antara persoalan BBM bersubsidi di atas tadi dengan berita kegagalan perusahaan migas menemukan cadangan?

Sangat erat kaitannya. Masalah BBM bersubsidi adalah masalah di hilir, sementara berita kegagalan perusahaan migas adalah persoalan di sektor hulu industri migas. Persoalan di hilir (BBM) saat ini sebetulnya refleksi persoalan besar di hulu industri migas.

Persoalan besar di hulu adalah produksi minyak yang terus turun.  Alasannya, sebagian besar blok migas yang berproduksi saat ini adalah blok migas yang sudah tua. Contoh, blok milik Chevron di Riau atau Blok Mahakam yang berada di Kalimantan Timur. Blok Mahakam, yang dioperasikan oleh Total EP Indonesie ini, sudah berproduksi lebih dari 40 tahun. Cadangan gas alam terus menipis.  Dampaknya, operator harus mengeluarkan investasi besar setiap tahun untung mengangkat gas alam (dan minyak dengan porsi kecil). Belum lagi karakter blok tersebut yang sangat kompleks.Operator harus menggunakan teknologi tertentu untuk mengangkat gas alam dari perut bumi Mahakam.

Bisnis migas memang berisiko tinggi dan horizon investasinya bersifat jangka panjang. Apa yang dialami oleh 11 perusahaan migas di atas merupakan contoh nyata risiko yang dihadapi perusahaan migas.

Apa implikasi bila perusahaan-perusahaan tersebut berhenti melakukan eksplorasi dan memutuskan melakukan eksplorasi di negara-negara tetangga seperti Vietnam, Cambodia atau Myanmar, yang notabene kian membuka diri bagi investasi migas asing?

Bisa jadi mereka akan memindahkan/mengalihkan rencana investasi mereka ke negara-negara tetangga. Bila investasi untuk eksplorasi berkurang, maka cadangan migas tidak bertambah, bahkan berkurang. Dampaknya, produksi minyak  akan menurun, sementara di satu sisi, kebutuhan minyak (BBM) meningkat. Bila gap ini terus melebar, maka biaya untuk mengimpor minyak meningkat dan akan sangat membebani anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN).

Kesimpulannya singkat: Tingkatkan investasi eksplorasi migas!!! 

#BBM#