Tampilkan postingan dengan label Total E&P Indonesie. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Total E&P Indonesie. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Maret 2015

Hiiii, Ternyata Banyak Buaya di Blok Mahakam!

buaya
Ada cerita unik namun keren yang datang dari Blok Mahakam. Jadi begini, Total E&P Indonesie baru saja selesai melakukan survei seismik 3 dimensi selama 18 bulan, di Lapangan Tunu, Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Biaya yang harus dikeluarkan mencapai hingga US$ 80 juta atau sekitar Rp 960 miliar.

Seismik yang dilakukan sungguh tidak mudah. Karena lokasi-lokasi seismik tersebut ternyata berada di sarang buaya muara, yang ukurannya besar pula!

Vice President Geoscience & Reservoir Total E&P Indonesie, Noor Syarifuddin mengungkapkan bahwa seismik selama 18 bulan dilakukan sangat masif, dimulai dari April 2012 hingga Oktober 2014. Ini merupakan kegiatan survei terbesar yang pernah digelar oleh Total Group.

Kabar baiknya pula, angka kecelakaannya minim, sehingga mereka berhasil meraih penghargaan dari Total Group dengan kategori Total Recordable Injury Rate (TRIR), dan Lost Time Injury Rate (LTIR).

Namun ternyata ada satu insiden atau kecelakaan yang melibatkan pekerja dalam proses survei seismik tersebut. Sempat ada kejadian di mana ada pekerja yang diterkam buaya muara saat melakukan survei siesmik! Ketika peristiwa tersebut terjadi, pawang buaya yang disewa Total ikut menolong, namun alamak ternyata ikut terkena terkaman buaya juga!

Total menyadari bahwa lokasi seismik mereka memang beberapa tempat merupakan sarang-sarang buaya. Makanya mereka sudah ancang-ancang dengan menyewa pawang buaya. Total mengaku bahwa  sebenarnya mereka punya pilihan untuk menembak buaya-buaya tersebut, namun hal tersebut tidak mereka lakukan. Total menyadari bahwa mereka harus menjaga kelestarian alam juga.

Akibat dari insiden tersebut, dua pekerja Total harus mendapatkan perawatan medis, sebab pekerja yang diterkam buaya tergigit di bagian pahanya, dan harus mendapatkan beberapa jahitan.
Efek dari insiden ini memang sempat menyebabkan pekerja Total tidak mau balik bekerja lagi di lokasi seismik karena trauma, pekerja lainnya juga takut.

Maka Total pun harus memanggil pawang-pawang yang lebih banyak dan lebih senior. Namun untungnya kejadian tersebut adalah yang pertama dan terakhir. “Karena pawang-pawang ini terbukti ampuh juga menyuruh pergi buaya. Mereka seolah berbicara dengan buayanya, percaya tidak percaya sih," ujar Noor.


Yang bisa kita lihat juga dari cerita tersebut adalah bahwa perusahaan sekelas Total yang peduli lingkungan dalam aktivitasnya harus diapresiasi! Mereka bisa saja dengan mudah membunuh saja buaya-buaya tersebut, namun mereka tidak mengambil langkah yang jauh lebih mudah tersebut karena masih merasa bertanggungjawab terhadap lingkungan.

Kamis, 22 Januari 2015

Ini Komentar Konyol Anggota DPR Soal Blok Mahakam

Kurtubi
Lagi-lagi komentar konyol keluar dari mulut anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Adalah Komisi VII DPR yang mendesak pemerintah untuk memberikan participating interest (PI) atau pemberian hak partisipasi atas pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina. Masalahnya, selama ini hak tersebut diberikan ke pihak asing atau operator lamanya

Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, mengatakan Blok Mahakam sudah seharusnya diserahkan ke PT Pertamina (Persero) secara penuh 100 persen. Dirinya juga menilai bahwa Pertamina memiliki kemampuan dan kapasitas untuk mengelola blok tersebut.

"Jangan lagi berikan hak partisipasi 15 persen atau segala macamnya ke operator lama," ketus Kurtubi.

Kurtubi juga menganggap bahwa melalui penyerahan hak partisipasi penuh 100 persen Blok Mahakam ke Pertamina, maka akan memberikan dukungan kinerja perusahaan secara korporasi. "Ini juga menjadi salah satu cara meningkatkan produksi dan penerimaan negara," tandas Kurtubi.

Dia berpendapat bahwa pihak asing sudah cukup mengelola Blok Mahakam sampai 50 tahun. Maka perusahaan asing tidak boleh lagi menikmati hasil sumber daya alam Indonesia yang seharusnya bisa digunakan dan dioptimalkan oleh negara. "Di Blok itu cadangannya sangat luar biasa besar," tegas dia.

Saat ini blok yang akan habis kontrak pada 2017 dan terletak di Kalimantan Timur tersebut masih dikelola oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.

Pemerintah sebelumnya telah memutuskan bahwa mayoritas hak partisipasi Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina. Namun Pertamina tetap disarankan untuk menggandeng operator lama yakni Total dan Inpex.

Sangat disayangkan bahwa anggota DPR bisa mengeluarkan pernyataan bodoh tersebut. Nasionalisme buta bisa membuat kita tidak realistis dalam mempertimbangkan keadaan. Kemampuan dan kondisi keuangan Pertamina belum siap untuk mengelola blok migas sesulit blok Mahakam sendirian.

Pertamina sedang sibuk untuk cari pinjaman supaya bisa mengelola blok Mahakam, Total E&P Indonesie sudah menyatakan siap untuk investasi triliunan di blok Mahakam. Kan sayang sekali kalau karena gengsi kemudian Pertamina menyia-nyiakan ini.


Pertamina juga bisa belajar banyak dari perusahaan sekelas Total. Semoga saja pemerintah bisa bijak dalam memutuskan nasib blok Mahakam.

Kamis, 06 November 2014

Blok Mahakam Akan Segera DIputuskan oleh Menteri ESDM

Blok Mahakam
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bergerak dengan cepat dan lincah! Setelah memecat dirjen migas, kini dia mulai menyelesaikan pe-ernya satu per satu. Dia mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini akan segera memutuskan nasib pengelolaan blok Mahakam yang berakhir masa kontraknya pada 2017.

Seperti yang sudah kita ketahui, Kementerian ESDM saat ini sedang menyusun aturan tentang perpanjangan kontrak blok minyak dan gas bumi. Saat ini, setidaknya terdapat 6-7 blok migas skala besar, seperti Mahakam dan blok milik ExxonMobil, yang akan segera habis masa kontraknya, dan perlu untuk segera diputuskan perpanjangannya.

"Dalam waktu dekat akan diputuskan soal Blok Mahakam," ucap Sudirman.

Menurut Sudirman, prinsip pengelolaan blok migas sebaiknya dijalankan berlandaskan sinergisitas. Menurut dia, pemerintah akan mengutamakan kepentingan nasional dalam memutuskan kelanjutan kontrak pengelolaan blok migas termasuk Mahakam.

"Saat ini proses tersebut sedang direview, dan tim ahli dan SKK Migas. Akan diputuskan yang terbaik, bukan hanya ke Pertamina saja, tapi value added. kita harus incorporated sehingga tumbuh bersama demi kepentingan nasional," pungkasnya.

Ia mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan keputusan tentang kelanjutan pengelolaan blok migas termasuk Mahakam yang terbaik bagi negara.

Lalu, lanjutnya, mesti pula dipertimbangkan faktor risiko dan kemampuan perusahaan nasional secara keseluruhan, tidak hanya Pertamina.

"Kita harus memikirkan 'Indonesia incorporated' yakni semua perusahaan nasional harus diberi ruang yang baik untuk tumbuh bersama-sama demi kepentingan nasional," tuturnya.

Sedangkan Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin berpendapat bahwa sinergi tersebut bisa berarti ada kolaborasi antara Pertamina dengan pengelola Mahakam sebelumnya, Total E&P Indonesia.

"Pak Menteri sudah menyampaikan intinya sinergi dan kepentingan nasional," katanya.

Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah bisa saja memutuskan hanya Pertamina sebagai pengelola Mahakam.

Total sudah mengajukan perpanjangan kontrak blok tersebut.

Pertamina juga sudah menyampaikan permintaan mengelola Mahakam.

"Saat ini, ada tiga blok yang sudah mengajukan perpanjangan kontrak yakni ONWJ, Mahakam, dan Gebang," jelasnya.

Blok Gebang yang dikelola JOB Pertamina-Energi Mega Persada akan habis kontrak pada November 2015.

Lalu, Blok ONWJ dengan operator PT Pertamina Hulu Energi akan berakhir Januari 2017.

Sedang, Blok Mahakam yang dikelola Total akan berakhir kontraknya Maret 2017.

Sepertinya jalan terbaik memang seperti yang telah diajukan oleh Total sendiri yang mana ternyata sama seperti yang diusulkan oleh Naryanto. Yakni, Pertamina mengelola Blok Mahakam bersama-sama dengan Total. Tidak ada ruginya kok, malahan itu berarti Pertamina bisa mendapatkan ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh Total. Jangan sampai produksi anjlok karena sentimen nasionalisme buta dan tidak melihat fakta riilnya di lapangan. 

Selasa, 14 Oktober 2014

Krisis Air, Warga Dibantu Total E&P Indonesie

krisis air
Tak minyak, tak energi, tak listrik, tak air, semua krisis! Parah betul Indonesia ini. Kali ini coba kita soroti soal krisis air bersih di satu dari berbagai wilayah Nusantara yang  mengalami krisis air bersih, yakni Balikpapan. Meskipun Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Manggar Balikpapan belum mengurangi distribusi debit air bersih, namun kesulitan sudah dirasakan warga setempat.

Warga Kelurahan Sepinggan antre air bersih hasil pengolahan perusahaan Total E&P Indonesie hingga terpaksa begadang supaya bisa mendapatkan jatah.

Warga yang bermukim di Kelurahan Sepinggan diperbolehkan untuk menampung air sebanyak apapun yang warga inginkan asalkan penampugannya tidak menggunakan mobil pengangkut tendon air. Penampungan air tersebut pun tidak dikenakan biaya sama sekali. Jadwal pengambilan air dilakukan dua kali dalam sehari. Yakni, pukul 22.00-24.00 Wita, dan pada pagi hari, pukul 05.00-06.00 Wita.

“Air yang kami ambil di sini gratis. Asalkan warga Kelurahan Sepinggan. Mengambilnya juga tidak boleh menggunakan mobil,” ucap Farhan, seorang warga.

Warga Sepinggan sering mengalami krisis air padahal letak tempat tinggal masih terhitung di tengah kota. Status sebagai pelanggan PDAM tidak otomatis menjamin mereka bebas untuk menikmati air bersih setiap saat. Bahkan, tidak jarang air produksi PDAM sampai berminggu-minggu tidak mengalir sama sekali di rumah mereka.

Sementara Saono mengatakan bahwa dirinya sudah memanfaatkan air bersih gratisan tersebut sejak tiga bulan yang lalu. Hal itu disebabkan lantaran air bersih hasil pengolahan PDAM tidak bisa lagi diandalkan. Apalagi, belakangan ini jadwal mengalirnya air PDAM tak jelas --bahkan tidak jarang hingga tidak mengalir sama-sekali dalam sebulan terakhir.

Saat ini antrean warga sudah semakin bertambah panjang lagi seiring dampak krisis air yang kian meluas. “Entah kapan, tapi kami sangat berharap, suatu hari nanti air di tempat kami bisa mengalir lancar,” keluh Saono.

PDAM mengaku masih akan mematangkan rencana pengurangan distribusi air bersih, menyusul kian susutnya cadangan air baku Waduk Manggar. Air yang dialirkan kepada pelanggan yang biasanya mencapai 900 liter per detik, rencananya akan dipangkas hingga menjadi hanya 450 liter per detik.

Air bersih adalah hak asasi manusia karena tanpa air tentunya manusia tidak akan bisa hidup. Dan ternyata negara gagal untuk menyediakan pemenuhan akan kebutuhan yang paling dasar dari manusia tersebut. Untung saja ada Total yang cukup peduli untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan tersebut. Memang ketika pemerintah sudah tidak bisa diharapkan, masyarakat yang harus bisa berdaya sendiri.

Senin, 07 April 2014

Blok Mahakam, Jelang Berakhirnya Pemerintahan SBY dan Datangnya Pemerintah Baru!


Blok Mahakam sebaiknya memang tidak dijadikan ajang perebutan partai-partai atau kelompok masyarakat. Biarkan pemerintah mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa. Isu Blok Mahakam, bukan siapa yang mengelola, tapi lebih pada apakah pengelola (operator) dapat mengoptimalkan produksi Blok Mahakam. 
 

Indonesia akan memasuki berbagai agenda politik penting dalam beberapa bulan kedepan, mulai dari pemilihan anggota legislatif (Pileg) 9 April mendatang, Pemilihan Presiden pada 9 Juli dan memuncak pada peralihan pemerintahan dari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke pemerintahan baru hasil pemilihan umum Presiden pada Oktober nanti. Hingga adanya peralihan pemerintah, maka Pemerintah SBY dituntut untuk memastikan proses agenda politik terlaksana dengan baik, aman, adil dan sesuai rencana, serta memastikan roda pemerintah tetap harus berjalan hingga terjadi peralihan nanti. Termasuk didalamnya adalah membuat keputusan-keputusan penting bila memang harus diperlukan demi kepentingan bangsa dan tidak meninggalkan warisan berbagai persoalan dan keputusan yang memang seharusnya diambil Presiden SBY.

Di sektor pertambangan misalnya, pemerintah tetap perlu melanjutkan renegosiasi kontrak dengan perusahaan-perusahaan pertambangan, termasuk dengan Newmont dan Freeport menyusul dikeluarkannya keputusan pemerintah untuk melarang ekspor bahan mentah mineral. Menteri-menteri juga dituntut untuk tetap bekerja dan melanjutkan roda pemerintahan. Agenda politik tidak harus menghentikan roda pemerintahan, dengan demikian pihak swasta juga terus melanjutkan kegiatan mereka.

Salah satu indikator pemerintahan tetap berjalan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat terealisasi dengan baik, baik dari sisi pemasukan (pendapatan – baik dari pajak maupun non pajak) maupun pada sisi pengeluaran. Pemerintah perlu tetap memastikan target-target dalam APBN dapat tercapai sesuai rencana. Salah satunya adalah target lifting minyak dan gas bumi. Dalam konteks pemenuhan target lifting minyak dan gas bumi tadi, maka pemerintah perlu memastikan kegiatan produksi blok-blok migas tetap harus berjalan dengan baik, tidak hanya untuk memenuhi target tahun 2014 ini, tapi juga untuk memenuhi target-target dalam beberapa tahun kedepan (jangka pendek-menengah).

Dalam konteks ini, Pemerintah SBY tetap perlu memperhatikan blok-blok migas agar tetap berproduksi dan memberi sumbangsih bagi pendapatan negara. Pendapatan dari sektor migas penting karena sekitar 30% pendapatan negara datang dari sektor minyak dan gas bumi. Karena itu, pemerintah, siapa pun itu, baik pemerintah saat ini, maupun pemerintah baru nanti, tetap harus memberi perhatian lebih pada sektor atau industri minyak dan gas bumi.

Banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan di sektor migas, antara lain menurunnya produksi minyak, rendahnya investasi, menurunnya cadangan migas, kondisi blok-blok migas yang sudah tua, tantangan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Untuk itu, pemerintah, baik incumbent maupun pemerintah baru dituntut untuk mengatasi masalah-masalah itu dengan mendorong investasi baik eksplorasi maupun produksi untuk meningkatkan cadangan maupun produksi migas, mengembangkan energi baru dan terbarukan dll.

Disamping itu, pemerintah perlu menghilangkan faktor-faktor ketidakpastian agar pelaku industri tidak gamang, antara lain terkait blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam beberapa tahun mendatang. Blok Mahakam, misalnya, kontraknya akan berakhir pada semester I (akhir Maret) 2017), artinya kontrak Total E&P Indonesie (dan Inpex) dalam mengoperasikan blok tersebut akan berakhir. Pemerintah saat ini masih menimbang nimbang berbagai opsi terkait kelanjutan operatorship Blok Mahakam, yaitu, ops tidak diperpanjang, opsi diperpanjang dan ketiga, opsi diperpanjang dengan skema baru, dengan melibatkan operator lama (Total E&P Indonesie) dan pemain baru (Pertamina dan/atau perusahaan migas nasional lainnya).

Pemerintahan SBY, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dihadapkan pada berbagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Bagi pemerintah, masalah perpanjangan Blok Mahakam sangat erat kaitnya dengan upaya pemerntah untuk menjamin dan memaksimalkan penerimaan negara, seperti yang tertuang dalam APBN. Dari sisi pemerintah, apapun skema yang akan diambil, skema tersebu harus memastikan bahwa negara akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dari kontrak sebelumnya. 

Pemerintah perlu memastikan produksi Blok Mahakam dapat terus berlanjut dan lebih optimal, sehingga dapat memberi kontribusi lebih bagi negara. Opsi yang dipilih haruslah opsi yang dapat memberi kontribusi maksimal bagi negara. Bahwa ada suara-suara agar operatorship tersebut dialihkan ke perusahaan nasional, boleh-boleh saja. Tapi tentu pemerintah juga tidak akan bodoh, mengambil keputusan hanya sekadar menyenangi kelompok atau elemen masyarakat tertentu atau sekadar menyenangi pemerintah daerah. Kepentingan negara haruslah di atas segalanya. Kepentingan 240 juta rakyat yang harus diutamakan, bukan kepentingan sekelompok elemen masyarakat, partai politik, atau pemerintah daerah tertentu. Kepentingan yang lebih besar yang diutamakan, walaupun kemudian tidak populer.

Kita tentu masih ingat kasus beralihnya PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang dulu dikembangkan oleh Rio Tinto dan BP. Saat ini, BP dan Rio Tinto akhirnya memutuskan untuk hengkang. Atas nama kepentingan nasional, maka banyak yang berteriak agar saham KPC sebagian dialihkan ke pemerintah daerah (Pemda) dan pemerintah pusat melalui PT Bukit Asam (PTBA). Namun, semua kita tahu, dengan segala manuver yang luar biasa, saham KPC akhirnya jatuh ke PT Bumi Resources (Bakrie Group). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun hanya gigit jari. Berbagai upaya hukum pun dilakukan oleh Pemda Kaltim, tapi hasilnya ibarat membentur tembok. Alih-alih bermanfaat bagi nasional, berbagai tudingan kemudian muncul, antara lain soal praktek transfer pricing yang dilakukan oleh KPC/Bumi Resources, penggelapan pajak, dan lain-lain. Negara pun buntung. 

Demikian juga kasus beralihnya sebagian saham Newmont ke pemerintah daerah. Pemda NTB ternyata hanya dicatut/dipinjamkan namanya, toh yang mendapatkan untung adalah pihak swasta yang mendompleng nama Pemda NTB. Saham Newmont dibeli oleh Pemda NTB dengan duit pinjaman dari mitra swasta, yang pembayarannya dilakukan melalui dividend yang diterima setiap tahun. Apakah rakyat NTB mendapatkan manfaatnya? Saya ragukan. 

Karena itu, pemerintah perlu mencermati desakan kelompok-kelompok masyarakat agar operatorship Blok Mahakam dialihkan ke perusahaan nasional. Ke perusahaan nasional yang mana? Ke perusahaan BUMD yang mana? Jangan sampai, keputusan pemerintha justru menjadi bumerang dan pada akhirnya berdampak buruk pada kelanjutan produksi Blok Mahakam. 

Blok Mahakam adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik partai, milik LSM, milik pemda tertentu, tapi milik bangsa Indonesia. Kepentingan nasional dan bangsa harus diutamakan. Keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam ini tetap menjadi PR pemerintah, baik SBY maupun pemerintah baru nanti. Semakin cepat memang semakin baik. Bila pemerintah SBY memutuskan, jelang berakhirnya masa jabatan, maka pertimbangan kepentingan bangsa/nasional tadi yang harus diutamakan, bukan kelompok masyarakat. Blok Mahakam sebaiknya memang tidak dijadikan ajang perebutan partai-partai atau kelompok masyarakat. Biarkan pemerintah mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa. Isu Blok Mahakam, bukan siapa yang mengelola, tapi lebih pada apakah pengelola dapat mengoptimalkan produksi Blok Mahakam. 

Kalaupun para Capres berdebat soal Blok Mahakam, perdebatan harus fokus pada bagaimana mengoptimalkan produksi Blok Mahakam. Dan ini tidak hanya pada blok Mahakam, tetapi  juga berlaku pada blok-blok migas di Tanah Air. Sasarannya, bagaimana agar produksi migas Indonesia terus meningkat. Melihat produksi minyak yang terus anjlok, ketergantungan impor yang tinggi, permintaan atas minyak dan gas bumi yang besar dari dalam negeri, maka tugas utama pemerintah bagaimana memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan rumah tangga. Kita tak persoalkan perusahaan A, B, atau C yang kelola Blok Migas, tapi bagaimana memastikan pengembangan blok migas memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara.  (*)

Kamis, 13 Februari 2014

Tingkatkan Eksplorasi, Solusi Jangka Panjang Kurangi Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Minyak


Dalam sebuah seminar tentang teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) hari ini, para insinyur mengingatkan kembali kondisi industri minyak dan gas bumi Indonesia yang mengkhawatirkan. Yang paling dikhawatirkan adalah cadangan minyak yang kian menipis. Produksi minyak terus menurun, sementara tidak ada tambahan cadangan baru yang signifikan. Bila tidak ada tambahan cadangan maka, produksi minyak hanya akan bertahan hingga 10 tahun kedepan.

Apa konsekuensinya?  Pertama, Indonesia akan bergantung 100 persen terhadap impor minyak. Saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari (bph), sementara produksi dalam negeri hanya sedikit di atas 800.000 bph. Akibatnya, Indonesia mengimpor sekitar 500.000-600.000 bph. Kabar buruknya, volume impor diperkirakan akan terus naik karena permintaan dalam negeri terus meningkat, sementara produksi turun.

Produksi gas bumi memang masih cenderung stagnan, namun pada titik tertentu nanti akan berkurang. Disamping itu kondisi blok-blok migas Indonesia sebagian besar memasuki usia tua, seperti blok milik Chevron di Riau sera Blok Mahakam yang dioperasikan Total E&P di Kalimantan Timur. 

Melihat kondisi ini, tepat apa yang diingatkan oleh para insinyur tersebut untuk menerapkan teknologi EOR sebagai upaya mempertahankan produksi minyak dari blok-blok tua. Saat ini antara lain telah diterapkan oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) di lapangan tua Minas, Riau. Ada beberapa perusahaan migas juga sedang melakukan uji coba di beberapa lapangan migas. Penerapan teknologi dan investasi yang besar akan menentukan produksi blok-blok migas tua (ageing) dalam tahun-tahun mendatang.

Ironisnya, saat produksi minyak turun, pemerintah tetap memanjakan masyarakat dengan memberi subsidi BBM. Ratusan triliun dialokasikan setiap tahun untuk subsidi BBM. Masalahnya, subsidi BBM selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh konsumen kelas menengah atas serta industri besar. Banyak penyalahunaan subsidi BBM terjadi, tapi pemerintah tampak kesulitan mencegah terjadinya pelanggaran.

Tidak heran bila Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani hari ini berteriak bahaya subsidi BBM yang terlalu besar. Tantangan ekonomi Indonesia terbesar saat ini, katanya, adalah berkaitan erat dengan ketahanan energi. Ya, Ketahanan Energi. Pasalnya, di tengah penurunan produksi minyak mentah setiap tahun, kebutuhan terhadap minyak justru bergerak naik.

“Uang kita habis untuk BBM (bahan bakar minyak) subsidi. Harus ada efforts yang sistematis," ujarnya.

Tidak ada resep rumit untuk mengatasi penurunan produksi minyak dan gas bumi. Pemerintah sudah tahu persoalan utama, yakni lemahnya aktivitas eksplorasi migas. Mengapa? Penyebabnya, antara lain, ketidakpastian hukum dan usaha, birokrasi yang rumit sehingga investor enggan melakukan eksplorasi. Disamping itu, insentif eksplorasi yang dijanjikan pemerintah, khususnya untuk eksplorasi laut dalam, belum juga dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal masih banyak cekungan bumi yang belum eksplorasi.

Oleh karena itu, kita menyambut positif rencana beberapa perusahaan migas dunia untuk melakukan eksplorasi dalam waktu mendatang. Diantaranya, ENI, perusahaan minyak raksasa asal Italia, yang mengumumkan akan segera memulai eksplorasi di laut Makassar, lepas pantai Kalimantan Timur.

Disamping itu, Total E&P Indonesie juga diberitakan hari ini bahwa perusahaan asal Perancis itu akan mengalokasikan dana US$100 juta untuk eksplorasi di laut Mentawai, lepas pantai Sumatra Barat. Dana tersebut merupakan bagian dari rencana investasi tahunan Total, yakni sebesar US$2.4 miliar. Eksplorasi di Kepala Burung di Papua Barat sejauh ini belum memberi hasil positif. Kini perusahaan asal Perancis itu akan beralih ke Mentawai. Sebagian besar dana investasi tersebut akan dialokasikan untuk melakukan eksplorasi di Mentawai.

Masih ada perusahaan-perusahaan migas lain lagi yang saat ini atau di waktu mendatang akan melakukan eksplorasi. Langkah atau investasi untuk eksplorasi migas merupakan kunci peningkatan cadangan minyak Indonesia yang saat ini hanya sejumlah 3,7 miliar barel. Tanpa adanya tambahan cadangan, maka cadangan tersebut bakal habis dalam 10-12 mendatang. Karena itu, generasi ini bertanggungjawab untuk melakukan eksplorasi yang manfaatnya mungkin baru akan dirasakan oleh generasi berikutnya.

Kita berharap pemerintah terus meningkatkan iklim investasi dan menjamin kepastian usaha, sehingga investor migas tertarik untuk investasi di industri migas Indonesia. Menariknya, sebagian besar yang melakukan eksplorasi di lepas pantai serta laut dalam saat ini adalah perusahaan multinasional. Hal ini masuk akal karena kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan yang berisiko. Tingkat keberhasilannya hanya antara 10-30 persen. Artinya, risiko tidak menemukan cadangan lebih besar.

Mendorong eksplorasi migas harus menjadi program energi utama pemerintah. Tanpa ada cadangan baru, Indonesia bakal menghadapi krisis energi yang akut. Dan tidak ada yang menginginkan hal itu terjadi. (*)