Blok Mahakam sebaiknya memang tidak dijadikan ajang
perebutan partai-partai atau kelompok masyarakat. Biarkan pemerintah mengambil
keputusan yang terbaik bagi bangsa. Isu Blok Mahakam, bukan siapa yang
mengelola, tapi lebih pada apakah pengelola (operator) dapat mengoptimalkan produksi Blok
Mahakam.
Indonesia akan memasuki berbagai
agenda politik penting dalam beberapa bulan kedepan, mulai dari pemilihan
anggota legislatif (Pileg) 9 April mendatang, Pemilihan Presiden pada 9 Juli
dan memuncak pada peralihan pemerintahan dari Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) ke pemerintahan baru hasil pemilihan umum Presiden pada Oktober
nanti. Hingga adanya peralihan pemerintah, maka Pemerintah SBY dituntut untuk memastikan
proses agenda politik terlaksana dengan baik, aman, adil dan sesuai rencana,
serta memastikan roda pemerintah tetap harus berjalan hingga terjadi peralihan
nanti. Termasuk didalamnya adalah membuat keputusan-keputusan penting bila
memang harus diperlukan demi kepentingan bangsa dan tidak meninggalkan warisan berbagai
persoalan dan keputusan yang memang seharusnya diambil Presiden SBY.
Di sektor pertambangan misalnya,
pemerintah tetap perlu melanjutkan renegosiasi kontrak dengan
perusahaan-perusahaan pertambangan, termasuk dengan Newmont dan Freeport
menyusul dikeluarkannya keputusan pemerintah untuk melarang ekspor bahan mentah
mineral. Menteri-menteri juga dituntut untuk tetap bekerja dan melanjutkan roda
pemerintahan. Agenda politik tidak harus menghentikan roda pemerintahan, dengan
demikian pihak swasta juga terus melanjutkan kegiatan mereka.
Salah satu indikator pemerintahan
tetap berjalan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat
terealisasi dengan baik, baik dari sisi pemasukan (pendapatan – baik dari pajak
maupun non pajak) maupun pada sisi pengeluaran. Pemerintah perlu tetap
memastikan target-target dalam APBN dapat tercapai sesuai rencana. Salah
satunya adalah target lifting minyak dan gas bumi. Dalam konteks pemenuhan
target lifting minyak dan gas bumi tadi, maka pemerintah perlu memastikan
kegiatan produksi blok-blok migas tetap harus berjalan dengan baik, tidak hanya
untuk memenuhi target tahun 2014 ini, tapi juga untuk memenuhi target-target dalam
beberapa tahun kedepan (jangka pendek-menengah).
Dalam konteks ini, Pemerintah SBY
tetap perlu memperhatikan blok-blok migas agar tetap berproduksi dan memberi
sumbangsih bagi pendapatan negara. Pendapatan dari sektor migas penting karena
sekitar 30% pendapatan negara datang dari sektor minyak dan gas bumi. Karena
itu, pemerintah, siapa pun itu, baik pemerintah saat ini, maupun pemerintah
baru nanti, tetap harus memberi perhatian lebih pada sektor atau industri
minyak dan gas bumi.
Banyak pekerjaan rumah yang perlu
dibereskan di sektor migas, antara lain menurunnya produksi minyak, rendahnya
investasi, menurunnya cadangan migas, kondisi blok-blok migas yang sudah tua,
tantangan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Untuk itu,
pemerintah, baik incumbent maupun pemerintah baru dituntut untuk mengatasi
masalah-masalah itu dengan mendorong investasi baik eksplorasi maupun produksi
untuk meningkatkan cadangan maupun produksi migas, mengembangkan energi baru
dan terbarukan dll.
Disamping itu, pemerintah perlu
menghilangkan faktor-faktor ketidakpastian agar pelaku industri tidak gamang,
antara lain terkait blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam
beberapa tahun mendatang. Blok Mahakam, misalnya, kontraknya akan berakhir pada
semester I (akhir Maret) 2017), artinya kontrak Total E&P Indonesie (dan
Inpex) dalam mengoperasikan blok tersebut akan berakhir. Pemerintah saat ini
masih menimbang nimbang berbagai opsi terkait kelanjutan operatorship Blok
Mahakam, yaitu, ops tidak diperpanjang, opsi diperpanjang dan ketiga, opsi
diperpanjang dengan skema baru, dengan melibatkan operator lama (Total E&P
Indonesie) dan pemain baru (Pertamina dan/atau perusahaan migas nasional lainnya).
Pemerintahan SBY, dalam hal ini
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dihadapkan pada berbagai
pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Bagi
pemerintah, masalah perpanjangan Blok Mahakam sangat erat kaitnya dengan upaya
pemerntah untuk menjamin dan memaksimalkan penerimaan negara, seperti yang
tertuang dalam APBN. Dari sisi pemerintah, apapun skema yang akan diambil,
skema tersebu harus memastikan bahwa negara akan mendapatkan hasil yang lebih
banyak dari kontrak sebelumnya.
Pemerintah perlu
memastikan produksi Blok Mahakam dapat terus berlanjut dan lebih optimal,
sehingga dapat memberi kontribusi lebih bagi negara. Opsi yang dipilih haruslah
opsi yang dapat memberi kontribusi maksimal bagi negara. Bahwa ada suara-suara
agar operatorship tersebut dialihkan ke perusahaan nasional, boleh-boleh saja. Tapi
tentu pemerintah juga tidak akan bodoh, mengambil keputusan hanya sekadar menyenangi
kelompok atau elemen masyarakat tertentu atau sekadar menyenangi pemerintah
daerah. Kepentingan negara haruslah di atas segalanya. Kepentingan 240 juta
rakyat yang harus diutamakan, bukan kepentingan sekelompok elemen masyarakat,
partai politik, atau pemerintah daerah tertentu. Kepentingan yang lebih besar
yang diutamakan, walaupun kemudian tidak populer.
Kita tentu masih
ingat kasus beralihnya PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang dulu dikembangkan oleh
Rio Tinto dan BP. Saat ini, BP dan Rio Tinto akhirnya memutuskan untuk
hengkang. Atas nama kepentingan nasional, maka banyak yang berteriak agar saham
KPC sebagian dialihkan ke pemerintah daerah (Pemda) dan pemerintah pusat
melalui PT Bukit Asam (PTBA). Namun, semua kita tahu, dengan segala manuver yang
luar biasa, saham KPC akhirnya jatuh ke PT Bumi Resources (Bakrie Group).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun hanya gigit jari. Berbagai upaya
hukum pun dilakukan oleh Pemda Kaltim, tapi hasilnya ibarat membentur tembok.
Alih-alih bermanfaat bagi nasional, berbagai tudingan kemudian muncul, antara
lain soal praktek transfer pricing yang dilakukan oleh KPC/Bumi Resources,
penggelapan pajak, dan lain-lain. Negara pun buntung.
Demikian juga
kasus beralihnya sebagian saham Newmont ke pemerintah daerah. Pemda NTB
ternyata hanya dicatut/dipinjamkan namanya, toh yang mendapatkan untung adalah
pihak swasta yang mendompleng nama Pemda NTB. Saham Newmont dibeli oleh Pemda
NTB dengan duit pinjaman dari mitra swasta, yang pembayarannya dilakukan
melalui dividend yang diterima setiap tahun. Apakah rakyat NTB mendapatkan
manfaatnya? Saya ragukan.
Karena itu, pemerintah
perlu mencermati desakan kelompok-kelompok masyarakat agar operatorship Blok
Mahakam dialihkan ke perusahaan nasional. Ke perusahaan nasional yang mana? Ke perusahaan
BUMD yang mana? Jangan sampai, keputusan pemerintha justru menjadi bumerang dan
pada akhirnya berdampak buruk pada kelanjutan produksi Blok Mahakam.
Blok Mahakam
adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik partai, milik LSM, milik pemda
tertentu, tapi milik bangsa Indonesia. Kepentingan nasional dan bangsa harus
diutamakan. Keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam ini tetap menjadi PR
pemerintah, baik SBY maupun pemerintah baru nanti. Semakin cepat memang semakin
baik. Bila pemerintah SBY memutuskan, jelang berakhirnya masa jabatan, maka
pertimbangan kepentingan bangsa/nasional tadi yang harus diutamakan, bukan
kelompok masyarakat. Blok Mahakam sebaiknya memang tidak dijadikan ajang
perebutan partai-partai atau kelompok masyarakat. Biarkan pemerintah mengambil
keputusan yang terbaik bagi bangsa. Isu Blok Mahakam, bukan siapa yang
mengelola, tapi lebih pada apakah pengelola dapat mengoptimalkan produksi Blok
Mahakam.
Kalaupun para
Capres berdebat soal Blok Mahakam, perdebatan harus fokus pada bagaimana
mengoptimalkan produksi Blok Mahakam. Dan ini tidak hanya pada blok Mahakam,
tetapi juga berlaku pada blok-blok migas
di Tanah Air. Sasarannya, bagaimana agar produksi migas Indonesia terus
meningkat. Melihat produksi minyak yang terus anjlok, ketergantungan impor yang
tinggi, permintaan atas minyak dan gas bumi yang besar dari dalam negeri, maka
tugas utama pemerintah bagaimana memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan
rumah tangga. Kita tak persoalkan perusahaan A, B, atau C yang kelola Blok
Migas, tapi bagaimana memastikan pengembangan blok migas memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara. (*)