Tampilkan postingan dengan label Mentawai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mentawai. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Februari 2014

Tingkatkan Eksplorasi, Solusi Jangka Panjang Kurangi Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Minyak


Dalam sebuah seminar tentang teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) hari ini, para insinyur mengingatkan kembali kondisi industri minyak dan gas bumi Indonesia yang mengkhawatirkan. Yang paling dikhawatirkan adalah cadangan minyak yang kian menipis. Produksi minyak terus menurun, sementara tidak ada tambahan cadangan baru yang signifikan. Bila tidak ada tambahan cadangan maka, produksi minyak hanya akan bertahan hingga 10 tahun kedepan.

Apa konsekuensinya?  Pertama, Indonesia akan bergantung 100 persen terhadap impor minyak. Saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari (bph), sementara produksi dalam negeri hanya sedikit di atas 800.000 bph. Akibatnya, Indonesia mengimpor sekitar 500.000-600.000 bph. Kabar buruknya, volume impor diperkirakan akan terus naik karena permintaan dalam negeri terus meningkat, sementara produksi turun.

Produksi gas bumi memang masih cenderung stagnan, namun pada titik tertentu nanti akan berkurang. Disamping itu kondisi blok-blok migas Indonesia sebagian besar memasuki usia tua, seperti blok milik Chevron di Riau sera Blok Mahakam yang dioperasikan Total E&P di Kalimantan Timur. 

Melihat kondisi ini, tepat apa yang diingatkan oleh para insinyur tersebut untuk menerapkan teknologi EOR sebagai upaya mempertahankan produksi minyak dari blok-blok tua. Saat ini antara lain telah diterapkan oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) di lapangan tua Minas, Riau. Ada beberapa perusahaan migas juga sedang melakukan uji coba di beberapa lapangan migas. Penerapan teknologi dan investasi yang besar akan menentukan produksi blok-blok migas tua (ageing) dalam tahun-tahun mendatang.

Ironisnya, saat produksi minyak turun, pemerintah tetap memanjakan masyarakat dengan memberi subsidi BBM. Ratusan triliun dialokasikan setiap tahun untuk subsidi BBM. Masalahnya, subsidi BBM selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh konsumen kelas menengah atas serta industri besar. Banyak penyalahunaan subsidi BBM terjadi, tapi pemerintah tampak kesulitan mencegah terjadinya pelanggaran.

Tidak heran bila Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani hari ini berteriak bahaya subsidi BBM yang terlalu besar. Tantangan ekonomi Indonesia terbesar saat ini, katanya, adalah berkaitan erat dengan ketahanan energi. Ya, Ketahanan Energi. Pasalnya, di tengah penurunan produksi minyak mentah setiap tahun, kebutuhan terhadap minyak justru bergerak naik.

“Uang kita habis untuk BBM (bahan bakar minyak) subsidi. Harus ada efforts yang sistematis," ujarnya.

Tidak ada resep rumit untuk mengatasi penurunan produksi minyak dan gas bumi. Pemerintah sudah tahu persoalan utama, yakni lemahnya aktivitas eksplorasi migas. Mengapa? Penyebabnya, antara lain, ketidakpastian hukum dan usaha, birokrasi yang rumit sehingga investor enggan melakukan eksplorasi. Disamping itu, insentif eksplorasi yang dijanjikan pemerintah, khususnya untuk eksplorasi laut dalam, belum juga dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal masih banyak cekungan bumi yang belum eksplorasi.

Oleh karena itu, kita menyambut positif rencana beberapa perusahaan migas dunia untuk melakukan eksplorasi dalam waktu mendatang. Diantaranya, ENI, perusahaan minyak raksasa asal Italia, yang mengumumkan akan segera memulai eksplorasi di laut Makassar, lepas pantai Kalimantan Timur.

Disamping itu, Total E&P Indonesie juga diberitakan hari ini bahwa perusahaan asal Perancis itu akan mengalokasikan dana US$100 juta untuk eksplorasi di laut Mentawai, lepas pantai Sumatra Barat. Dana tersebut merupakan bagian dari rencana investasi tahunan Total, yakni sebesar US$2.4 miliar. Eksplorasi di Kepala Burung di Papua Barat sejauh ini belum memberi hasil positif. Kini perusahaan asal Perancis itu akan beralih ke Mentawai. Sebagian besar dana investasi tersebut akan dialokasikan untuk melakukan eksplorasi di Mentawai.

Masih ada perusahaan-perusahaan migas lain lagi yang saat ini atau di waktu mendatang akan melakukan eksplorasi. Langkah atau investasi untuk eksplorasi migas merupakan kunci peningkatan cadangan minyak Indonesia yang saat ini hanya sejumlah 3,7 miliar barel. Tanpa adanya tambahan cadangan, maka cadangan tersebut bakal habis dalam 10-12 mendatang. Karena itu, generasi ini bertanggungjawab untuk melakukan eksplorasi yang manfaatnya mungkin baru akan dirasakan oleh generasi berikutnya.

Kita berharap pemerintah terus meningkatkan iklim investasi dan menjamin kepastian usaha, sehingga investor migas tertarik untuk investasi di industri migas Indonesia. Menariknya, sebagian besar yang melakukan eksplorasi di lepas pantai serta laut dalam saat ini adalah perusahaan multinasional. Hal ini masuk akal karena kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan yang berisiko. Tingkat keberhasilannya hanya antara 10-30 persen. Artinya, risiko tidak menemukan cadangan lebih besar.

Mendorong eksplorasi migas harus menjadi program energi utama pemerintah. Tanpa ada cadangan baru, Indonesia bakal menghadapi krisis energi yang akut. Dan tidak ada yang menginginkan hal itu terjadi. (*)