Dalam sebuah seminar tentang
teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) hari ini, para insinyur mengingatkan
kembali kondisi industri minyak dan gas bumi Indonesia yang mengkhawatirkan. Yang
paling dikhawatirkan adalah cadangan minyak yang kian menipis. Produksi minyak
terus menurun, sementara tidak
ada tambahan cadangan baru yang signifikan. Bila tidak ada tambahan cadangan maka, produksi minyak
hanya akan bertahan hingga 10 tahun kedepan.
Apa konsekuensinya? Pertama, Indonesia akan bergantung 100
persen terhadap impor minyak. Saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai
sekitar 1,5 juta barel per hari (bph), sementara produksi dalam negeri hanya sedikit di atas
800.000 bph. Akibatnya, Indonesia mengimpor sekitar 500.000-600.000 bph. Kabar
buruknya, volume impor diperkirakan akan terus naik karena permintaan dalam negeri
terus meningkat, sementara produksi turun.
Produksi gas bumi memang masih
cenderung stagnan, namun pada titik tertentu nanti akan berkurang. Disamping
itu kondisi blok-blok migas Indonesia sebagian besar memasuki usia tua, seperti blok milik Chevron di Riau sera Blok Mahakam yang dioperasikan Total E&P di Kalimantan Timur.
Melihat kondisi ini, tepat apa yang diingatkan oleh para insinyur tersebut untuk menerapkan teknologi EOR sebagai upaya mempertahankan produksi minyak dari blok-blok tua. Saat ini antara lain telah diterapkan oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) di lapangan tua Minas, Riau. Ada beberapa perusahaan migas juga sedang melakukan uji coba di beberapa lapangan migas. Penerapan teknologi dan investasi yang besar akan menentukan produksi blok-blok migas tua (ageing) dalam tahun-tahun mendatang.
Melihat kondisi ini, tepat apa yang diingatkan oleh para insinyur tersebut untuk menerapkan teknologi EOR sebagai upaya mempertahankan produksi minyak dari blok-blok tua. Saat ini antara lain telah diterapkan oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) di lapangan tua Minas, Riau. Ada beberapa perusahaan migas juga sedang melakukan uji coba di beberapa lapangan migas. Penerapan teknologi dan investasi yang besar akan menentukan produksi blok-blok migas tua (ageing) dalam tahun-tahun mendatang.
Ironisnya,
saat produksi minyak turun, pemerintah tetap memanjakan masyarakat dengan memberi subsidi BBM. Ratusan
triliun dialokasikan setiap tahun untuk subsidi BBM. Masalahnya, subsidi BBM selama ini lebih banyak
dimanfaatkan oleh konsumen kelas menengah atas serta industri besar. Banyak
penyalahunaan subsidi BBM terjadi, tapi pemerintah tampak kesulitan mencegah terjadinya
pelanggaran.
Tidak
heran bila Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani
hari ini berteriak bahaya subsidi BBM yang terlalu besar. Tantangan ekonomi
Indonesia terbesar saat ini, katanya, adalah berkaitan erat dengan ketahanan
energi. Ya, Ketahanan Energi. Pasalnya, di tengah penurunan produksi minyak
mentah setiap tahun, kebutuhan terhadap minyak justru bergerak naik.
“Uang kita habis untuk
BBM (bahan bakar minyak) subsidi. Harus ada efforts yang
sistematis," ujarnya.
Tidak ada resep rumit untuk mengatasi penurunan produksi minyak dan gas bumi. Pemerintah sudah tahu persoalan utama, yakni lemahnya aktivitas eksplorasi migas. Mengapa? Penyebabnya, antara lain, ketidakpastian hukum dan usaha, birokrasi yang rumit sehingga investor enggan melakukan eksplorasi. Disamping itu, insentif eksplorasi yang dijanjikan pemerintah, khususnya untuk eksplorasi laut dalam, belum juga dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal masih banyak cekungan bumi yang belum eksplorasi.
Oleh
karena itu, kita menyambut positif rencana beberapa perusahaan migas dunia untuk
melakukan eksplorasi dalam waktu mendatang. Diantaranya, ENI, perusahaan
minyak raksasa asal Italia, yang mengumumkan akan segera memulai eksplorasi di
laut Makassar, lepas pantai Kalimantan Timur.
Disamping
itu, Total E&P Indonesie juga diberitakan hari ini
bahwa perusahaan asal Perancis itu akan mengalokasikan dana US$100 juta untuk
eksplorasi di laut Mentawai, lepas pantai Sumatra Barat. Dana tersebut
merupakan bagian dari rencana investasi tahunan Total, yakni sebesar US$2.4
miliar. Eksplorasi di Kepala Burung di Papua Barat sejauh ini belum memberi
hasil positif. Kini perusahaan asal Perancis itu akan beralih ke Mentawai.
Sebagian besar dana investasi tersebut akan dialokasikan untuk melakukan
eksplorasi di Mentawai.
Masih ada
perusahaan-perusahaan migas lain lagi yang saat ini atau di waktu mendatang
akan melakukan eksplorasi. Langkah atau investasi untuk eksplorasi migas
merupakan kunci peningkatan cadangan minyak Indonesia yang saat ini hanya
sejumlah 3,7 miliar barel. Tanpa adanya tambahan cadangan, maka cadangan
tersebut bakal habis dalam 10-12 mendatang. Karena itu, generasi ini
bertanggungjawab untuk melakukan eksplorasi yang manfaatnya mungkin baru akan
dirasakan oleh generasi berikutnya.
Kita
berharap pemerintah terus meningkatkan iklim investasi dan menjamin kepastian
usaha, sehingga investor migas tertarik untuk investasi di industri migas
Indonesia. Menariknya, sebagian besar yang melakukan eksplorasi di lepas pantai
serta laut dalam saat ini adalah perusahaan multinasional. Hal ini masuk akal
karena kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan yang berisiko. Tingkat keberhasilannya
hanya antara 10-30 persen. Artinya, risiko tidak menemukan cadangan lebih
besar.
Mendorong
eksplorasi migas harus menjadi program energi utama pemerintah. Tanpa ada
cadangan baru, Indonesia bakal menghadapi krisis energi yang akut. Dan tidak
ada yang menginginkan hal itu terjadi. (*)