Tampilkan postingan dengan label SKK Migas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SKK Migas. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Mei 2015

SKK Migas Menerapkan Sistem Punishment and Reward Bagi Kontraktor

punishment and reward

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memberi peringatan kepada 13 perusahaan minyak dan gas bumi, agar segera menjalankan komitmen investasinya. Bila tidak, maka izin pengelolaan blok migasnya akan dicabut.

Wakil Kepala SKK Migas, M.I Zikrullah mengingatkan, kepada kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) atau perusahaan migas, yang belum menjalankan dan memenuhi komitmennya untuk memperbaiki kinerja. 

Tercatat, sebanyak 21 kontraktor berada di zona merah muda, 15 masuk kategori merah, dan sebanyak 13 kontraktor di kategori hitam.

"Kami tidak segan memberikan sanksi apabila kontraktor tidak sesuai komitmen," ujar Zikrullah d. 

Ia mengungkapkan, Salah satu langkahnya adalah mengiklankan nama-nama perusahaan di media, terminasi otomatis, serta mekanisme performance deficiency notice (PDN). Mekanisme PDN ini akan berujung kepada rekomendasi SKK Migas kepada Menteri ESDM untuk terminasi wilayah kerja. 

"Per 22 Mei 2015, jumlah wilayah kerja (WK) yang berada dalama pengawasan dan pengendalian SKK Migas mencapai 321 WK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 239 dalam tahap eksplorasi dan 82 tahap eksploitasi," imbuhnya.

Namun, selain tak segan memberi sanksi kontraktor yang tak jalankan komitmen investasi, SKK Migas juga tak segan juga memberikan penghargaan bagi kontraktor yang menjalankan komitmennya dengan sunguh-sungguh.


Memang sistem reward dan punishment demikian ada bagusnya juga. Hal tersebut akan makin memicu semangat para kontraktor untuk menjadi lebih baik lagi.

Kamis, 09 Oktober 2014

Bahaya Illegal Drilling dan Illegal Tapping

illegal tapping
Baru-baru ini Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengivestigasi langsung sumur minyak tua ilegal di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Investigasi tersebut dilakukan untuk memastikan kabar dari pemberitaan yang mengabarkan bahwa banyak sumur minyak ilegal terdapat di wilayah tersebut.
"Kami sengaja kunjungi Muba untuk memastikan pemberitaan selama ini. Ternyata benar. Baru di sini saya melihat sumur-sumur minyak tua ilegal yang jumlahnya 500-an. Ini yang terbanyak di Indonesia," terang Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan.

Edi akan melaporkan langsung temuan hasil investigasinya tersebut ke Presiden dan Kementerian ESDM.

"Dengan harapan, pemerintah memberikan solusi terhadap fenomena ini. Misalnya dibentuk koperasi atau Pertamina turun langsung untuk melakukan penyulingan. Pada dasarnya sumur minyak itu dinikmati oleh masyarakat banyak, tidak hanya segelintir kelompok tertentu saja " ucapnya.

Pencurian minyak dan pengeboran minyak ilegal merupakan kegiatan yang sangat berbahaya. Selain merugikan negara dan berbahaya bagi pelaku, juga bisa berakibat kerusakan lingkungan.

Kepala Divisi Penunjang Operasi Bidang Pengendalian Operasi SKK Migas, Baris Sitorus menjelaskan bahwa tapping ialah pipa yang ditempelkan ke pipa lain untuk mengalirkan minyak mentah (crude oil).

Dia juga menyampaikan bahwa praktik illegal tapping dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi dan menggunakan peralatan ala kadarnya.

"Jika tapping tidak dilakukan dengan benar, bisa terjadi gesekan pipa mengakibatkan minyak mentah terbakar," ujar Baris.

Dengan gesekan saja, bisa saja illegal tapping dapat mengakibatkan kebakaran.

Bukan hanya itu saja, dampak dari illegal tapping juga bisa mencemari lingkungan, tanah dan sumber air.

"Minyak juga bisa mencemari lingkungan, tanah dan sumber air, akibatnya bahaya," pungkasnya.

"Ada juga kegiatan pengeboran sumur baru yang dilakukan masyarakat dan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana. Mereka menggunakan bor air dan minyak," ujarnya.

Jika air bertekanan tinggi disemprotkan itu tidak bahaya, walau mengandung sedikit asam dan basa. Namun apabila minyak mengandung hidrokarbon disemprotkan, akan bisa sangat berbahaya akibatnya.

"Masyarakat melakukan pengeboran menggunakan peralatan keamanan seadanya, hanya memakai helm dan tanpa menggunakan sarung tangan, mereka hanya melakukan pengeboran seperti menggali sumur biasa," tukas Baris.

Baris mengatakan bahwa mereka hanya tahu teknologi sederhana menggali minyak, untuk memadamkan api dari pengeboran sumur minyak yang digunakan adalah deterjen, bukannya air, berbahaya sekali jika itu dilakukan. Kalau mereka menganggap berhasil mengebor sumur dangkal dan bertemu dengan gas metana, api tersebut tidak bisa dipadamkan, maka butuh dua bulan untuk mematikan api tersebut.


Sedemikian bahayanya illegal drilling dan illegal tapping itu! Polisi harus segera berantas praktek berbahaya tersebut sebelum memakan korban jiwa.

Selasa, 17 Desember 2013

Kilas Balik 2013, Industri Minyak dan Gas Indonesia Mencapai Titik Kritis



Anjungan migas lepas pantai
Tahun 2013 beberapa lagi akan berakhir dan kita akan memasuki tahun baru, tahun 2014. Sebelum beranjak ke 2014, ada baiknya kita menengok ke belakang, melakukan review atau kilas balik industri minyak dan gas bumi (migas), salah satu industri yang strategis bagi bangsa ini. Industri migas strategis tidak perlu diperdebatkan lagi karena industri ini menyumbang sekitar 30 persen pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Industri ini juga menjadi lokomotif bagi industri-industri pendukung migas dan industri lainnya. Jutaan tenaga kerja bekerja di industri migas, baik yang bekerja secara langsung di perusaan migas, nasional dan internasional, serta yang  tidak langsung. Satu kesimpulan yang muncul ke permukaan bahwa INDUSTRI MIGAS MENCAPAI TITIK KRITIS tahun 2013.

Ya, tidak salah. Tahun 2013 ini merupakan tahun kritis, tahun krisis, tahun yang tidak memuaskan. Mengapa demikian? Pertama, dalam hal kegiatan eksplorasi, tidak ada penemuan cadangan minyak dan gas bumi yang signifikan. Aktivitas eksplorasi minyak dan gas bumi, terutama di lepas pantai dan laut dalam tidak memberi hasil yang memuaskan. Perusahaan-perusahaan migas yang melakukan pengeboran, mencari cadangan baru, pulang dengan tangan kosong karena hanya menemukan sumur kering, sumur kosong a.k.a dryhole. Hanya segelintir perusahaan yang menemukan cadangan migas, yang nantinya dapat dikembangkan atau dikomersilkan.

Menurut siaran pers resmi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sebanyak 12 kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) minyak dan gas mencatat kerugiaan akumulasi hingga mencapai US$1,9 miliar atau Rp22 triliun akibat kegagalan mengeksplorasi 16 blok di laut dalam di Indoensia. Cadangan migas di blok-blok tersebut terbukti tidak ekonomis. Kerugian tersebut tidak bisa diklaim ke pemerintah Indonesia melalui skema cost recovery.

Perusahan-perusahaan migas yang gagal menemukan cadangan migas, antara lain Exxon Mobil Corp., Statoil ASA, ConocoPhillips, Talisman Energy Inc., Marathon Oil Corp., Tately NV, Japan Petroleum Exploration Co., CNOOC Ltd., Hess Corp., Niko Resources Ltd. dan Murphy Oil Corp. Seperti yang telah dilaporakan beberapa media, Hess Corp telah menjual aset-aset migasnya di Indonesia. Sementara, Niko Resources memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan eksplorasi/pengeboran laut dalam yang bersifat multi-years. Tentu ini merupakan berita yang tidak menguntungkan, tidak hanya perusahaan yang bersangkutan tapi juga bagi industri migas Indonesia.

Sesuai peraturan, bila cadangan migas tidak ditemukan, maka biaya yang telah dikeluarkan tidak bisa diklaim. Sementara kalau cadangan migas ditemukan dan bernilai ekonomis, maka perusahaan-perusahaan migas itu dapat mengklaim dana yang telah diinvestasikan selama masa eksplorasi ke pemerintah saat memasuki masa produksi di kemudian hari. Lagi-lagi, ini menunjukkan aktivitas eksplorasi merupakan kegiatan high-risk, berisko tinggi. Tidak salah bila dikatakan kegiatan eksplorasi merupakan sebuah gambling, bisa untung bisa rugi. Dan fakta telah menunjukkan, tingkat keberhasilan eksplorasi hanya berkisar antara 10-20 persen. Artinya, kemungkinan kegagalan justru jauh lebih besar, ketimbang kemungkinan keberhasilan.

Oleh karena itu, tidak heran bila perusahaan KKKS migas besar saja yang berani mengambil risiko investasi eksplorasi, yang sebagian besar merupakan perusahaan migas asing (international oil company/IOC). Tanpa perusahaan migas global bermodal besar dan berani mengambil risiko, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk mendapatkan tambahan cadangan minyak dan gas bumi. Padahal penemuan cadangan sangat vital bagi kelanjutan produksi atau sustainable production di masa datang.

Pesan dari situasi ini adalah bahwa Indonesia masih membutuhkan oil majors, atau perusahaan-perusahaan migas besar dunia, untuk mengembangkan industri migas nasional. Sejauh ini, produsen minyak terbesar Indonesia masih dipegang Chevron (CPI) sementara produsen gas terbesar adalah Total E&P Indonesia. Produksi gas nasional terbesar datang dari blok Mahakam, walaupun kondisi blok ini semakin tua, namun masih bersifat strategis. Produksi gas bumi dari Blok Mahakam menyumbang sekitar 80 persen kebutuhan gas pada fasilitas produksi Bontang, di Kalimantan Timur.  

Faktor krisis kedua industri migas adalah, faktor KETIDAKPASTIAN yang berakbiat pada penurunan produksi dan sepinya aktivitas eksplorasi dan pengembangan industri migas. Situasi ketidakpastian ini dengan jelas digambarkan oleh sebuah lembaga internasional ternama, Business Monitor International. Menurut laporan terbaru Business Monitor tentang Industri Minyak dan Gas Indonesia, meningkatnya ketidakpastian hukum dan usaha akibat kampanye nasionalisasi yang disponsori oleh pihak-pihak dan kepentingan tertentu yang berujung pada perubahan kebijakan pemerintah pada sektor sumber daya alam, termasuk industri minyak dan gas bumi. 

Ketiga, kasus gratifikasi yang melibatkan mantan ketua SKK Migas Rudi Rubiandini. Kini Rudi telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini sedang ditelusuri KPK. Publik berharap kasus gratifikasi akan menjadi titik balik pengetatan praktik good corporate governance, baik di lembaga SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pelaku industri migas dan industri-industri pendukung migas. 

Situasi krisis ini tentu membuat kita prihatin apalagi melihat kenyataan bahwa cadangan minyak kita akan habis 12 tahun lagi bila tidak ditemukan cadangan baru, dan gas bumi sekitar 30-40 tahun lagi. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah terobosan. Pemerintah perlu mengirim sinyal ke investor migas bahwa Indonesia terbuka bagi investasi asing, khususnya di industri migas. Birokrasi, sistem perizinan, perlu disederhanakan. Kepastian hukum perlu diciptakan. Faktor ketidakpastian perlu dihilangkan, termasuk ketidakpastian perpanjangan blok-blok migas yang kontraknya akan habis. Perusahaan migas perlu diberi kepastian mengenai kelanjutan kontrak-kontrak migas yg akan berakhir, termasuk Blok Mahakam. Keputusan perlu dibuat dengan segera agar perusahaan-perusahaan migas dapat melakukan perencanaan investasi jauh-jauh hari. Investasi migas tidak dilakukan overnight. (*)

Rabu, 04 September 2013

Pasar Tenaga Kerja Industri Migas Indonesia

Pasar tenaga kerja industri minyak dan gas (migas) bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, para pekerja migas Indonesia punya peluang untuk bekerja di perusahaan migas dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).


Pekerja Migas
Dalam perjalanan dari Bandung menuju Bogor beberapa waktu lalu saya secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pekerja di industri minyak dan gas. Sebut saja namanya Damas (35 tahun), lulusan STM swasta di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Walaupun lulusan STM, ia telah malang melintang di berbagai perusahaan kontraktor minyak dan gas besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia tak sungkan berbagai pengalaman.

Ia memiliki latar belakang teknik elektro. Selepas lulus STM ia bekerja di sebuah perusahaan kontraktor migas ternama, Tripatra engineering. Saat itu ia terlibat di berbagai projek minyak dan gas dalam negeri. Ia sempat mengenyam pengalaman beberapa perusahaan kontraktor sebelum mengadu nasib di Angola, bekerja di sebuah perusahaan minyak raksasa Perancis di Angola.

Ia bercerita saat ini banyak tenaga kerja ahli Indonesia bekerja di berbagai proyek migas di Angola. Menariknya, perusahaan-perusahaan migas besar menaruh kepercayaan besar pada pekerja asal Indonesia. Beberapa perusahaan migas internasional bahkan kini lebih memilih tenaga kerja ahli asal Indonesia dibanding India. Salah satu alasannya adalah etos kerja pekerja Indonesia disukai oleh perusahaan-perusahaan tersebut, disamping punya keahlian mumpuni tentunya.

Ketika ditanya mengapa banyak tenaga kerja migas asal Indonesia bekerja di negara-negara seperti Angola, dengan jujur ia mengatakan alasan utama adalah kompensasi dan pengalaman. Untuk keahlian dan posisi yang sama di Indonesia, katakanlah, well supervisor atau reservoir engineer, dapat memperoleh kompensasi atau gaji 7 kali lipat. Misalnya: di Indonesia dia mendapat US$6,000 per bulan, maka di sana ia akan mendapatUS$420,000 per bulan.

“Kita kerja cukup 5 tahun disana, sama saja kita kerja 20-30 tahun disini,” ujarnya. Tapi tentu saja ada plus-minusnya, misalnya harus tinggalkan keluarga untuk periode yang cukup lama. Bisa juga pulang ke Indonesia beberapa kali dalam setahun. Damas sempat bercerita, beberapa lalu ia sempat berlibur dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan membuka usaha, sekadar mengisi waktu. Namun, setelah beberapa bulan, ia kembali ditawari oleh Tripatra Engineering untuk bekerja di proyek Cepu.

Pekerja Migas di salah satu platform offshore
Tentu cukup banyak pekerja migas seperti Damas. Menurut perkiraan SKK Migas, kurang lebih 100,000 tenaga kerja ahli migas Indonesia saat ini yang tersebar di berbagai negara, termasuk di Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin seperti di Qatar, Kuwait, Angola, Nigeria, Amerika Utara, Norwegia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Brasil.

Tentu saja ini fenomena menarik dan menguntungkan bagi perkembangan industri minyak dan gas Indonesia kedepan. Para pekerja migas ini tentu beberapa di antaranya akan kembali ke Indonesia dan menyumbangkan keahlian mereka di berbagai proyek migas di Tanah Air.

Industri migas memang memiliki keunikan dan karakter tersendiri. Namun, secara umum dapat kita lihat bahwa pasar tenaga kerja industri migas bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Artinya, siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, ia punya peluang untuk bekerja dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).

Bila tenaga kerja migas mencapai sekitar 100,000 di luar negeri, tentu yang bekerja di industri minyak dan gas di dalam negeri mencapai puluhan juta. Baik yang bekerja langsung di perusahaan migas, maupun di industri penunjang migas seperti kontraktor, supplier, dan sebagainya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik memperkirakan, tahun ini akan terjadi penambahan tenaga kerja sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional hingga 6.700 orang.

Besarnya perkiraan jumlah penambahan tenaga kerja nasional sektor hulu migas ini, didasarkan pada persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget/WP&B) 2013 Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas dengan anggaran belanja mencapai US$ 26,2 miliar.

Angka ini tampaknya merupakan perkiraan kasar, karena bisa jadi ribuan orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat secara langsung, misalnya mereka yang bekerja di industri-industri terkait industri migas seperti industri yang memproduksi pipa dan baja. Mereka menyuplai produk mereka ke industri migas. Perusahaan Guna Nusa, misalnya, mempekerjakan ribuan orang untuk memproduksi anjungan minyak lepas pantai (oil and gas platform) untuk kebutuhan  produksi migas Blok Mahakam, yang dioperasikan oleh perusahaan migas raksasa Perancis Total E&P Indonesia.

Perusahaan-perusahaan kontraktor seperti Tripatra, Rekind, McDermott, dan PAL, mempekerjakan ribuan tenaga kerja di berbagai proyek migas onshore maupun offshore.

Permintaan Tenaga ahli migas dari Indonesia tinggi
Proyek-proyek migas tersebut tentu akan memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional. Perusahaan BP Tangguh, misalnya, mempekerjakan puluhan dan bahkan ratusan tenaga kerja asal Papua di proyek BP Tangguh. Tenaga kerja lokal tidak saja bekerja sebagai tenaga kerja security, sebagian bahkan dipekerjakan di control room, seperti yang penulis saksikan sendiri ketika mengunjungi BP Tangguh beberapa waktu lalu.

Belum lagi proyek pengembagnan Blok Masela. Seiring berjalannya waktu, puluhan ribu tenaga kerja baru akan dipekerjakan di proyek lepas pantai tersebut, baik pada masa persiapan, konstruksi maupun ketika proyek tersebut telah beroperasi. Proyek-proyek migas besar biasanya mempekerjakan puluhan ribu orang. Di Blok Mahakam, sebagai contoh, sektiar 3,000 orang yang terlibat langsung atau yang dipekerjakan oleh Total E&P Indonesie. Tapi juga ada 22,000 orang yang pekerja yang terlibat secara tidak langsung. Kehadiran sebuah proyek migas tentu saja akan menciptakan trickle down effect bagi daerah sekitar proyek migas.

Patut dibanggakan berbagai posisi puncak di perusahaan-perusahaan migas besar sudah ditempati oleh putra-putri bangsa Indonesia. Kita berharap semakin berkembangnya industri migas di Tanah Air, semakin banyak lapangan kerja yang tercipta. Kita tidak persoalkan asal-muasal perusahaan tersebut. Tolok ukurnya adalah kontribusi bagi Kepentingan Bangsa atau Nasional, entah itu perusahaan lokal, nasional atau asing. Semakin banyak perusahaan migas yang beroperasi, semakin baik bagi negara. (*)

Selasa, 27 Agustus 2013

Pelemahan Rupiah, Investasi dan Industri Migas



Ekonomi Indonesia sedang menghadapi gejolak mata uang. Salah satu upaya untuk menghadapi gejolak mata uang rupiah adalah dengan mendorong masuknya investasi asing, khususnya Foreign Direct Investment (FDI) di sektor minyak dan gas bumi atau energi pada umumnya. Insentif dan kemudahan perizinan perlu dilakukan agar investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia. Hambatan-hambatan berinvestasi harus dihilangkan dan di sisi lain kepastian hukum harus dijaga. 

-------------------------------------

Salah satu fasilitas produksi Blok Mahakam
Gejala guncangan yang dihadapi ekonomi Indonesia saat ini mirip seperti yang terjadi pada tahun 2008, yakni adanya tekanan pada rupiah. Beberapa pengamat telah mengingatkan pemerintah bahwa guncangan akan memburuk bila salah dan telat memberikan respons. Apakah benar seperti itu? Lalu bagaimana peran industri migas dalam menghadapi guncangan ekonomi tersebut?

Dalam satu minggu terakhir rupiah mengalami tekanan hebat. Rupiah tertekan dan mengalami penurunan drastis dari tingkat di bawah 10,000 menjadi di atas 11,000 terhadap dolar AS. Rupiah atau nilai tukar ibarat darah dalam transaksi ekonomi.

Bila rupiah mengalami fluktuasi tajam, hal itu akan berpengaruh pada harga barang-barang, utang dolar membengkak dalam nilai rupiah, terjadi penurunan dan bahkan kekeringan likuiditas di perbankan karena pemilik modal ramai-ramai membeli dolar, entah untuk membayar impor atau membayar utang dalam dolar.

Pemerintah dan beberapa pengamat ekonomi mencoba mencari jawab dibalik pelemehan rupiah, antara lain kebijakan quantiative easing di Amerika Serikat yang menyebabkan arus balik investasi global, defisit perdagangan yang kemudian tercermin pada berkurangnya cadangan devisa di Bank Indonesia.

Kondisi ini menyebabkan sebagian investor asing melepas saham mereka di Bursa Efek Indonesia (BEI), lalu membeli dolar, sehingga menyebabkan rupiah melemah dan dolar menguat. Intinya, terjadi ketidak-seimbangan suplai dolar dan rupiah.

Jumat lalu (23 Agustus), pemerintah telah mengumumkan kebijakan atau paket ekonomi sebagai upaya meningkatkan suplai dolar ke dalam sistem perbankan. Diantaranya, membebaskan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan untuk menjual langsung produk mineral; berupaya mengurangi impor minyak dengan meningkatkan komposisi biodiesel dalam minyak yang dikonsumsi masyarakat, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan penstabilan Neraca Pembayaran, kondisi Moneter, Fiskal dan meredam ancaman Inflasi.

Bila kita melihat kondisi pasar uang, menguatnya dolar sebetulnya dapat menjadi peluang bagi investor untuk masuk atau berinvestasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan atau investor-investor asing yang berencana memasukan investasi ke Indonesia perlu didorong oleh pemerintah untuk mempercepat rencana investasi mereka, termasuk investasi di sektor minyak dan gas bumi atau sektor energi.

Sektor minyak dan gas biasanya memiliki daya tahan terhadap krisis. Bahkan saat krisis merupakan peluang emas untuk berinvesasi sehingga pada saat ekonomi membaik, perusahaan siap beroperasi atau mulai berproduksi. Investasi di sektor migas butuh betahun-tahun sebelum operasi komersial beroperasi.

Proyek raksasa Blok Masela, misalnya, dapat didorong oleh pemerintah untuk dipercepat, agar mulai berproduksi mulai tahun 2018 seperti yang direncanakan. Pemerintah dapat pula mendorong BP untuk mempercepat proyek Train 3 Tangguh. Demikian juga dengan kelanjutan pengembangan Blok Mahakam yang saat ini dikelola oleh Total E&P Indonesie sebagai operator dan Inpex asal Jepang sebagai mitra non-operator.

Pada kondisi ekonomi seperti dapat dijadikan peluang bagi pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017, apakah diperpanjang atau melalui joint-operation antara operator lama dan pemain baru, dalam hal ini BUMN Migas nasional Pertamina. Pemerintah tidak perlu lagi menghabiskan energi untuk melobi investor untuk masuk ke blok ini, karena Total E&P dan Inpex telah berkomitmen untuk menanamkan investasinya sebesar US$7.3 miliar untuk mengembangkan Blok Mahakam dalam 5 tahun ke depan.

Saat ini industri migas dapat memainkan peran strategis untuk meredam gejolak ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 2008. Pada tahun 2008, perbankan nasional luput dari guncangan global, setelah perusahaan-perusahaan minyak menggunakan bank-bank nasional seperti Bank Mandiri, Bank BNI sebagai transaction bank maupun untuk cash management. 

Ini terjadi setelah BPMIGAS (sekarang SKK Migas) saat itu ‘memaksa’ perusahaan-perusahaan minyak dan gas global di Indonesia untuk menggunakan bank nasional untuk berbagai transaksi mereka. Kebijakan ini paling tidak membuat suplai dolar di perbankan nasional cukup terjaga, sehingga tekanan terhadap rupiah berkurang.

Pelemahan rupiah saat ini akan menguji sejauh mana daya tahan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi global. Solusi textbook dapat dilakukan dengan menggenjot ekspor, namun itu tidak mudah karena kondisi beberapa negara tujuan ekspor Indonesia sedang lesu darah. Namun, untuk produk-produk tertentu, ekspor dapat ditingkatkan untuk meningkatkan pasokan dolar ke dalam sistem keuangan dalam negeri.

Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu upaya untuk menghadapi gejolak mata uang adalah dengan mendorong masuknya investasi asing, khususnya di foreign direct investment (FDI) di sektor minyak dan gas bumi atau energi pada umumnya. Insentif dan kemudahan perizinan perlu dilakukan agar investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia. Hambatan-hambatan berinvestasi harus dihilangkan dan disisi lain kepastian hukum harus dijaga. (*)