Tampilkan postingan dengan label Blok Cepu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Blok Cepu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 September 2013

Pasar Tenaga Kerja Industri Migas Indonesia

Pasar tenaga kerja industri minyak dan gas (migas) bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, para pekerja migas Indonesia punya peluang untuk bekerja di perusahaan migas dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).


Pekerja Migas
Dalam perjalanan dari Bandung menuju Bogor beberapa waktu lalu saya secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pekerja di industri minyak dan gas. Sebut saja namanya Damas (35 tahun), lulusan STM swasta di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Walaupun lulusan STM, ia telah malang melintang di berbagai perusahaan kontraktor minyak dan gas besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia tak sungkan berbagai pengalaman.

Ia memiliki latar belakang teknik elektro. Selepas lulus STM ia bekerja di sebuah perusahaan kontraktor migas ternama, Tripatra engineering. Saat itu ia terlibat di berbagai projek minyak dan gas dalam negeri. Ia sempat mengenyam pengalaman beberapa perusahaan kontraktor sebelum mengadu nasib di Angola, bekerja di sebuah perusahaan minyak raksasa Perancis di Angola.

Ia bercerita saat ini banyak tenaga kerja ahli Indonesia bekerja di berbagai proyek migas di Angola. Menariknya, perusahaan-perusahaan migas besar menaruh kepercayaan besar pada pekerja asal Indonesia. Beberapa perusahaan migas internasional bahkan kini lebih memilih tenaga kerja ahli asal Indonesia dibanding India. Salah satu alasannya adalah etos kerja pekerja Indonesia disukai oleh perusahaan-perusahaan tersebut, disamping punya keahlian mumpuni tentunya.

Ketika ditanya mengapa banyak tenaga kerja migas asal Indonesia bekerja di negara-negara seperti Angola, dengan jujur ia mengatakan alasan utama adalah kompensasi dan pengalaman. Untuk keahlian dan posisi yang sama di Indonesia, katakanlah, well supervisor atau reservoir engineer, dapat memperoleh kompensasi atau gaji 7 kali lipat. Misalnya: di Indonesia dia mendapat US$6,000 per bulan, maka di sana ia akan mendapatUS$420,000 per bulan.

“Kita kerja cukup 5 tahun disana, sama saja kita kerja 20-30 tahun disini,” ujarnya. Tapi tentu saja ada plus-minusnya, misalnya harus tinggalkan keluarga untuk periode yang cukup lama. Bisa juga pulang ke Indonesia beberapa kali dalam setahun. Damas sempat bercerita, beberapa lalu ia sempat berlibur dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan membuka usaha, sekadar mengisi waktu. Namun, setelah beberapa bulan, ia kembali ditawari oleh Tripatra Engineering untuk bekerja di proyek Cepu.

Pekerja Migas di salah satu platform offshore
Tentu cukup banyak pekerja migas seperti Damas. Menurut perkiraan SKK Migas, kurang lebih 100,000 tenaga kerja ahli migas Indonesia saat ini yang tersebar di berbagai negara, termasuk di Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin seperti di Qatar, Kuwait, Angola, Nigeria, Amerika Utara, Norwegia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Brasil.

Tentu saja ini fenomena menarik dan menguntungkan bagi perkembangan industri minyak dan gas Indonesia kedepan. Para pekerja migas ini tentu beberapa di antaranya akan kembali ke Indonesia dan menyumbangkan keahlian mereka di berbagai proyek migas di Tanah Air.

Industri migas memang memiliki keunikan dan karakter tersendiri. Namun, secara umum dapat kita lihat bahwa pasar tenaga kerja industri migas bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Artinya, siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, ia punya peluang untuk bekerja dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).

Bila tenaga kerja migas mencapai sekitar 100,000 di luar negeri, tentu yang bekerja di industri minyak dan gas di dalam negeri mencapai puluhan juta. Baik yang bekerja langsung di perusahaan migas, maupun di industri penunjang migas seperti kontraktor, supplier, dan sebagainya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik memperkirakan, tahun ini akan terjadi penambahan tenaga kerja sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional hingga 6.700 orang.

Besarnya perkiraan jumlah penambahan tenaga kerja nasional sektor hulu migas ini, didasarkan pada persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget/WP&B) 2013 Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas dengan anggaran belanja mencapai US$ 26,2 miliar.

Angka ini tampaknya merupakan perkiraan kasar, karena bisa jadi ribuan orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat secara langsung, misalnya mereka yang bekerja di industri-industri terkait industri migas seperti industri yang memproduksi pipa dan baja. Mereka menyuplai produk mereka ke industri migas. Perusahaan Guna Nusa, misalnya, mempekerjakan ribuan orang untuk memproduksi anjungan minyak lepas pantai (oil and gas platform) untuk kebutuhan  produksi migas Blok Mahakam, yang dioperasikan oleh perusahaan migas raksasa Perancis Total E&P Indonesia.

Perusahaan-perusahaan kontraktor seperti Tripatra, Rekind, McDermott, dan PAL, mempekerjakan ribuan tenaga kerja di berbagai proyek migas onshore maupun offshore.

Permintaan Tenaga ahli migas dari Indonesia tinggi
Proyek-proyek migas tersebut tentu akan memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional. Perusahaan BP Tangguh, misalnya, mempekerjakan puluhan dan bahkan ratusan tenaga kerja asal Papua di proyek BP Tangguh. Tenaga kerja lokal tidak saja bekerja sebagai tenaga kerja security, sebagian bahkan dipekerjakan di control room, seperti yang penulis saksikan sendiri ketika mengunjungi BP Tangguh beberapa waktu lalu.

Belum lagi proyek pengembagnan Blok Masela. Seiring berjalannya waktu, puluhan ribu tenaga kerja baru akan dipekerjakan di proyek lepas pantai tersebut, baik pada masa persiapan, konstruksi maupun ketika proyek tersebut telah beroperasi. Proyek-proyek migas besar biasanya mempekerjakan puluhan ribu orang. Di Blok Mahakam, sebagai contoh, sektiar 3,000 orang yang terlibat langsung atau yang dipekerjakan oleh Total E&P Indonesie. Tapi juga ada 22,000 orang yang pekerja yang terlibat secara tidak langsung. Kehadiran sebuah proyek migas tentu saja akan menciptakan trickle down effect bagi daerah sekitar proyek migas.

Patut dibanggakan berbagai posisi puncak di perusahaan-perusahaan migas besar sudah ditempati oleh putra-putri bangsa Indonesia. Kita berharap semakin berkembangnya industri migas di Tanah Air, semakin banyak lapangan kerja yang tercipta. Kita tidak persoalkan asal-muasal perusahaan tersebut. Tolok ukurnya adalah kontribusi bagi Kepentingan Bangsa atau Nasional, entah itu perusahaan lokal, nasional atau asing. Semakin banyak perusahaan migas yang beroperasi, semakin baik bagi negara. (*)

Rabu, 24 Juli 2013

Anjungan Minyak Lepas Pantai Sasaran Pencurian



Kawanan pelaku pencurian (foto Pikiran Rakyat)


Dalam beberapa tahun terakhir anjungan-anjungan minyak dan gas lepas pantai jadi sasaran pencurian. Target utama yang disasar para pencuri adalah tiang besi, lempeng baja atau material besi lainnya pada anjungan lepas pantai yang tidak berpenghuni atau unmanned platform.  Mengapa anjungan lepas pantai diincar? Mengapa kasus-kasus pencurian ini sering terjadi? Bagaimana mencegahnya?

Kasus pencurian besi pada anjungan lepas pantai ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa eksekutif minyak dan gas baik perusahaan asing maupun nasional terkadang mengeluhkan hal ini. Petinggi anak perusahaan Pertamina PHE ONWJI yang mengoperasikan lapangan minyak lepas pantai utara Jawa – yang sebelumnya dikelola BP – sudah beberapa kali mengeluhkan hal ini.

Beberapa media juga sudah beberapa kali melaporkan kasus pencurian pada fasilitas anjungan lepas pantai. Pada Juni 2007, misalnya, kawanan pencuri berupaya mencuri lempengan besi baja yang nilainya milyaran pada sebuah anjungan lepas pantai. Beruntung, jajaran TNI Statiun Angkatan Laut (Sional) Cirebon kalau itu menggagalkan aksi kawanan pencuri tersebut. TKP saat itu berada di sekitar 20 mil dari perairan Indramayu.

Pada Maret 2013 lalu, sekelompak orang berusaha mencuri tembaga dengan pura-pura memancing. Rupanya, yang diincar bukan ikan tapi besi dan lempeng tembaga anjungan lepas pantai milik Pertamina, namun aksi mereka kepergok warga yang melintas menggunakan perahu. Rupanya warga yang melihat, melaporkan ke polisi air dan tidak lama kemudian polisi air meluncur dan menangkap kelompok Lima Sekawan itu.

Kemungkinan besar, kasus pencurian material pada anjungan lepas pantai lebih sering terjadi dibanding yang dilaporkan media masa atau yang berhasil ditangkap aparat. Rupanya, penangkapan kawanan pencuri tersebut tidak atau belum berhenti juga. Hari ini kita kembali mendengar berita bahwa sebanyak 31 orang pelaku pencurian fasilitas anjungan lepas panta milik PT Pertamina di lepas pantai utara Jawa ditangkap Polair Polda, Jawa Barat 22  Juli atau Senin sore.

Dalam beberapa kasus mereka bergerak sendiri dengan menggunakan perahu, tapi pada saat tertentu mereka bekerjasama dengan nelayan yang kepepet akibat harga BBM yang terus naik dengan sistem bagi hasil, seperti yang terjadi sore hari kemarin.

Apa yang mereka incar? Minyak? Tentu tidak. Yang diincar adalah besi atau lempeng tembaga. Bisa diduga hasil pencurian besi dan lempeng tembaga kemudian dijual ke bandar pengumpul besi tua. Nah, karena besi atau lempeng yang dijarah dari anjungan minyak, pasti dihargai mahal oleh penadah. Betapa tidak, kualitas besi atau lempengan baja di lepas pantai memiliki standar kualitas yang sangat tinggi dibanding misalnya material besi atau lempengan baja yang digunakan di darat agar dapat bertahan puluhan tahun dan tidak rusak oleh air laut, panas atau hujan.

Kasus-kasus pencurian di atas sangat berbahaya karena dapat berakibat fatal bagi platform atau anjungan migas terebut. Bila terjadi pencurian, operator harus memperbaikinya dan tentu ini akan mempengaruhi operasi/produksi minyak dan gas. Bukan tidak mungkin terjadi kerusakan besar, misalnya, kerusakan permanen pada platform, yang tentu anjungan tersebut tidak berfungsi dan harus diganti total.

Melihat kasus di atas, terlihat bahwa para penjarah besi kini tidak lagi hanya beroperasi di daratan, tapi juga di lepas pantai yang notabene besi atau bajanya memiliki kualitas yang sangat tinggi. Karena itu, perusahaan migas dan aparat keamanan perlu meningkatkan patroli untuk menjaga aset-aset strategis.

Sebetulnya, pemerintah sudah mengantisipasi gangguan yang terjadi pada fasilitas produksi migas, baik yang di darat maupun di laut. SKK MIGAS, saat masih menjadi BPMIGAS, telah menandatangani kerjasama dengan pihak keamanan untuk menjaga fasilitas-fasilitas produksi migas, baik yang dimiliki perusahaan nasional maupun multinasional (MNC). Beberapa fasilitas produksi migas yang strategis seperti BP Tangguh, Masela, Blok Mahakam, Cepu dan lainnya mendapatkan perhatian khusus dari aparat keamanan.

Kita berharap kasus-kasus pencurian meterial pada fasilitas produksi dapat dicegah agar tidak terjadi lagi karena hal tersebut dapat mengganggu proses produksi minyak dan gas. Pemerintah maupun aparat keamanan perlu mengidentifikasi daerah-daerah mana atau fasilitas mana saja yang kemungkinan besar menjadi target pencurian. Pemerintah, aparat keamanan dan perusahaan juga perlu melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar wilayah operasi agar dapat bersama menjaga fasilitas produksi migas agar tidak terganggu. (*)