Sumber: Istimewah |
Politisi
Indonesia Marzuki Alie bukan sosok yang asing bagi publik. Marzuki sering muncul
lantaran ia adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Marzuki Alie, seorang
pengusaha asal Palembang yang kemudian terjun ke panggung politik, kerap menuai
kritik tidak hanya dari koleganya di Parlemen (DPR) tapi juga dari masyarakat umum.
Pernyataan-pernyataan yang dibuatnya menunjukkan bahwa ia bukan seorang
negarawan dan bahkan cenderung memalukan, terutama dalam perang melawan
korupsi. Politisi Demokrat yang sedang mengikuti konvensi Partai Demokrat ini
tampaknya mencerminkan buruknya kualitas sebagian besar anggota Parlemen saat
ini.
Kontroversi terakhir yang melibatkan Marzuki Alie terkait pernyataannya bahwa ia tidak mau membongkar nama-nama yang menerima suap terkait rencana pembangunan gedung Parlemen yang baru, yang kemudian dibatalkan karena resistensi publik.
Teguh Juwarno, Sekretaris Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan menyembunyikan nama-nama yang diduga menerima uang suap terkait rencana pembangunan gedung baru DPR justri bersifat kontra-produktif. Ketua DPR seharus lebih tegas dan membuka saja partai-partai mana saja yang menerima suap tersebut, jangan hanya melempar pernyataan tapi hanya setengah hati. Marzuki mengatakan bahwa ia hanya mengetahui salah satu anggota Badan Rumah Tangga DPR yang melakukan tindakan terpuji tersebut.
Pada edisi terakhir majalah Tempo, Marzuki Alie dikatakan telah menerima Rp250 juta uang suap terkait proyek tersebut, beserta politisi lainnya, termasuk Anas Urbaningrum, yang saat itu merupakan Ketua Partai Demokrat, sebelum dipaksa lengser.
(sumber: Istimewah) |
Tapi kemudian Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Marzuki lolos karena kemudian KPK
batal mengambil-alih kasusnya.
Bila kita melihat tiga tahun ke belakang, cukup
banyak pernyataan Marzuki Alie yang menuai kritikan pedas terhadap dirinya.
Pertamina, terkait tsunami yang menyerang Mentawai tahun 2010 silam. Ia
mengatakan, “Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal di pantai”.
Pernyataaannya dinilai arogan, tidak berempati dengan warga yang ditimpa
bencana. Bila ia mengatakan hal tersebut kepada orang Aceh setelah kota itu
terkena bencana tsunami, mungkin ia kini tinggal nama.
Pada bulan Februari 2011, lagi-lagi ia membuat
komentar yang tidak intelek saat mengomentari kritikan publik terhadap
kegandrungan Anggota DPR bepergian ke luar negeri dengan alasan studi banding. Publik
mengkritik karena sebagian anggota DPR itu membawa istri mereka. Apa kata
Marzuki? “Laki-laki sifatnya macam-macam. Ya perlu diurus untuk minum, obat
(atau) pengin hubgungan dengan istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tidak
menggunakan uang negara.” Sebuah
pembelaan yang mengada-ada.
Pada bulan yang sama, ia mengomentari sejumlah
kasus yang menimpa tenaga kerja wanita di luar negeri, yang sering menghadapi
masalah, seperti pelecehan seksual, penyiksaan atau hak-haknya diinjak. "PRT
TKW itu membuat citra buruk, sebaiknya tidak kita kirim karena memalukan."
Bukannya membela, malah Marzuki menyalahkan para TKI tersebut, yang terkadang
disebut sebagai pahlawan devisa.
Yang
paling fatal adalah ketika ia membabi buta membela Nazaruddin yang saat itu
kasusnya baru mengemuka (29 Juli 2011). Saat itu, Komisi Pemberantasan Korupsi
mulai membuka kasus politikus Partai Demokrat M. Nazaruddin yang mengguncang
partai berkuasa itu. "Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya
KPK bedol desa atau lembaganya dibubarkan saja," katanya saat itu. Apa
yang terjadi kemudian, Nazaruddin ditangkap KPK dan terbukti terlibat berbagai
kasus korupsi. Para politisi Demokrat yang tadinya membela, terpaksa menjilat
air ludah sendiri.
Marzuki, bahkan membuat proposal yang tidak masuk
akal. Saat kasus Nazaruddin menyeruak, Marzuki membuat usulan mengejutkan yakni
memaafkan koruptor. "Jadi kita maafkan semuanya, kita minta semua dana
yang ada di luar negeri untuk masuk. Tapi kita kenakan pajak." What???? Kenapa tidak digantung di Monas saja,
seperti yang dilontarkan oleh mantan Ketua Demokrat Anas Urbaningrum?
Sebetulnya, masih cukup banyak
pernyataan-pernyataan kontroversial politisi Partai Demokrat ini. Tidak heran
banyak yang menilai Marzuki Alie tidak cocok dan tidak layak menjadi Ketua DPR.
Sesama anggota DPR pun berkali-kali meminta Partai Demokrat untuk mengganti
Marzuki Alie sebagai Ketua DPR. Namun, rupanya Partai Demokrat lebih senang
mendengar suara dari dalam partai, ketimbang mendengar desakan publik. Marzuki
Alie tidak hanya mendegradasi DPR, mengingat posisinya sebagai Ketua DPR. Ia
bahkan tidak pantas menjadi Wakil Rakyat.
Ulah Marzuki Alie turut menenggelamkan Partai
Demokrat. Lihat saja, hasil survei terakhir dari sebuah lembaga survei.
Sebagian besar rakyat tidak mengetahui sedang ada Konvensi Partai Demokrat,
untuk menjaring sosok yang akan diajukan oleh Partai Demokrat sebagai calon
Presiden tahun 2014 nanti.
Sosok yang melemahkan Partai Demokrat tidak hanya
kasus Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, yang terlibat dalam kasus proyek gedung olahraga di Hambalang, Bogor, atau kasus-kasus korupsi lainnya yang melibat petinggi-petinggi Demokrat, tapi juga sosok Marzuki Ali. Ia tidak hanya pantas menjadi
Ketua DPR, tapi tidak pantas menjadi anggota DPR sekalipun. Lalu, ingin maju jadi calon Presiden dari Partai Demokrat? Sebaiknya Marzuki Alie bercermin dulu. (*)