Gita Wirjawan (courtesy photo Wikipedia) |
Tampaknya Gita Wirjawan, mantan Menteri
Perdagangan, mantan Kepala BPKM dan mantan CEO JP Morgan Indonesia ini,
sejauh ini merupakan calon presiden terbaik dari Partai Demokrat. Berdasarkan pengamatan
langsung di lapangan, persepsi di media, tanggapan dari masyarakat kelas menengah dan
pengaruh di sosial media, Gita tampaknya berada di garis terdepan. Yang jauh
dari kepastian adalah apakah dia merupakan sosok yang memiliki karakter yang
dibutuhkan untuk memimpin Indonesia kedepan, jika dia terpilih menjadi orang
nomor satu di Indonesia (RI-1)?
Gita mengawali karir politiknya dengan cukup menjanjikan.
Ia merupakan sosok investment banker dan pebisnis yang sukses. Dia memiliki
modal fulus yang cukup untuk maju sebagai calon Presiden melalui Partai Demokrat. Gita Wirjawan (GW), pendiri private equity fund Ancora Capital, mewakili tokoh-tokoh/profesional muda. Sebelum terjun ke dunia
politik, Gita sempat menimbulkan kontroversi di antara partai-partai politik
ketika incumbent Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat dia menjadi
Menteri Perdagangan tahun 2011, saat Presiden SBY melakukan reshufle cabinet.
Saat dia mengundur diri sebagai Menteri
Perdagangan dan memilih fokus maju berjuang menjadi calon Presiden dari Partai
Demokrat, ia menuai banyak kontroversi, termasuk berbagai kasus impor komoditi,
seperti beras, bawang, dll. Dia gagal menjadi Menteri Perdagangan? Boleh jadi,
tapi dia tak bebas dari campur tangan pihak yang lebih berkuasa, termasuk
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, salah satu menteri yang sangat
berpengaruh di bawah kabinet Indonesia Bersatu jilid II saat ini.
Sejauh ini, dia termasuk birokrat/politisi Demokrat
yang bebas dari kasus korupsi, modal yang cukup untuk maju menjadi bakal calon
Presiden, apalagi mengingat bejibunnya politisi senior Partai Demokrat yang tercemar,
terjerat, terlibat, terjatuh dan terseret kasus korupsi yang menghantar mereka
menginap di hotel prodeo tarmasuk Anas Urbaningrum, Malarangeng bersaudara, dan
masih banyak lagi.
Gita termasuk sosok yang menarik di mata para
pemilih pemula untuk beberapa alasan, termasuk kecintaannya pada musik yang
memudahkan dia connect dengan para
pemilih pemula atau berjiwa muda. Dia sendiri memiliki record lavel, serta
seorang yang secara cerdas memanfaatkan media sosial seprti twitter untuk
menyebarkan pesan-pesan kampanyenya bak virus. Strategi seperti ini persis
dilakukan oleh Presiden Obama saat memenangi Pemilihan Presiden Amerika
Serikat.
Masih ada nilai plus lagi. Indonesia
membutuhkan investasi asing dan sebagai mantan Menteri Perdagangan yang
mengenyam pendidikan di Harvard serta pengalaman menjadi kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat dia menjadi sosok yang menairik bagi
sebagian investor asing.
Faktor Negatif
Ibarat sebuah koin, kita baru melihat sosok Gita Wirjawan satu sisi. Transisi perjalanan karir dia dari seorang profesional ke dunia politik juga perlu dilihat dan dieksplor lebih jauh dan bisa menjadi batu sandungan bagi Gita untuk melanjutkan perjalanan dan perjuangan dia menjadi RI-1. Sosok dia yang pro-bisnis, dan pro-investasi kini dipertanyakan menyusul komentar-komentarnya yang cenderung pro-nasionalisasi sumber daya alam.
Ibarat sebuah koin, kita baru melihat sosok Gita Wirjawan satu sisi. Transisi perjalanan karir dia dari seorang profesional ke dunia politik juga perlu dilihat dan dieksplor lebih jauh dan bisa menjadi batu sandungan bagi Gita untuk melanjutkan perjalanan dan perjuangan dia menjadi RI-1. Sosok dia yang pro-bisnis, dan pro-investasi kini dipertanyakan menyusul komentar-komentarnya yang cenderung pro-nasionalisasi sumber daya alam.
Batu sandungan pertama adalah kedekatan Gita
dengan Cikeas. Gita melalui yayasan dan lembaga filantropis yang dimilikinya
membantu mensponsori salah satu anak Presiden SBY untuk sekolah di Harvard.
Melalui lembaga-lembaga itu, dia mendukung berbagai kegiatan sosial yayasan dan
aktivitas sosial Ibu Negara. Dari orang-orang lingkaran satu, terekam kesan
bahwa Presiden SBY memang kagum dengan sosok Gita Wirjawan.
Kedekatan dengan keluarga Cikeas ini dapat
menjadi faktor negatif yang dapat memukul balik. Pihak-pihak atau publik yang
tidak simpatik lagi dengan Demokrat dan keluarga Cikeas, dapat berdampak pada
ketidaksukaan mereka pada tokoh-tokoh dan elit Demokrat yang maju sebagai calon
Presiden atau Wakil Presiden. Apakah Gita berada di gelanggang yang salah? Sama
seperti Anis Badeswan, pemikir dan tokoh muda yang juga maju dan berebut tiket
untuk menjadi calon Presiden dari partai berlambang Mercedes itu? Hampir pasti
ya.
Batu sandungan ketiga adalah belum dikenalnya
sosok Gita Wirjawan di kelompok masyarakat akar rumput. Jangan lupa, kelompok
masyarakat rumput, dapat berperan sangat penting dalam memenangi Pemilihan
Presiden (Pilpres) nanti. Mereka ini adalah kelompok masyarakat yang tak terlalu
peduli dengan pertarungan di tingkat elit. Yang mereka butuhkan adalah apakah
kebutuhan pokok mereka tercukupi. Ketika harga-harga kebutuhan pokok mahal,
naik, maka mereka tidak akan memilih sosok yang dianggap telah gagal menjaga harga-harga
kebutuhan pokok. Selembar uang biru atau merah dapat mempengaruhi keputusan mereka.
Kelompok masyarakat akar rumput lebih memilih
sosok yang mereka kenal, yang mau mendengar jeritan hati mereka dan mau
memahami kondisi mereka. Dan sosok itu, jatuh pada wong Solo yang kini menjadi
orang nomor 1 di DKI. Gita memang sosok yang appealing di kalangan kelas
menengah, well-educated, tapi tidak pada masyarakat akar rumput.
Batu sandungan keempat adalah sikap Gita yang
tidak konsisten. Persepsi kalangan usaha bahwa Gita adalah pro bisnis dan pro
investasi diragukan setelah dia terbawa oleh isu nasionalisasi sumber daya
alam, termasuk isu Blok Mahakam. “Tidak ada keraguan dalam keyakinan saya bahwa
Blok Mahakam mutlak dimiliki dan dikelola oleh bangsa sendiri," kata Gita usai
mengikuti perdebatan di Balikpapan beberapa waktu lalu. Sayangnya, Gita tidak
menjelaskan lebih jauh. Gita seolah mendikotomikan bangsa sendiri dan bukan
bangsa sendiri, asing versus nasional. Pernyataan Gita tampaknya memunculkan
kekhawatiran akan sikap anti-asing Gita Wirjawan kelak bila dia menjadi
Presiden. Sikap anti-asing GW ini dapat membuat dunia bisnis menjadi antipati
terhadap GW.
Seharusnya GW memberi pernyataan yang bijak bahwa semua sumber daya alam termasuk blok Migas, harus dikelola dengan baik, lebih optimal sehingga mampu memberi kontribusi positif bagi Negara. Sumber Daya Alam, termasuk Blok Mahakam, tidak boleh dijadikan sebagai obyek untuk dikorupsi ramai-ramai. SDA kita, termasuk Blok Mahakam, harus dikelola secara profesional oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti saat ini, sehingga dapat menyumbang pendapatan yang lebih besar lagi bagi negara.
Publik juga belum melihat komitmen GW untuk memberantas korupsi. Dari sekian pesan-pesan di media sosial, pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya, sedikit sekali dan hampir tidak ada yang menyangkut komitmen GW untuk menghancurleburkan praktek-praktek korupsi di Tanah Air. Seharusnya GW keluar dari pakem kampanye para calon presiden PD dengan mengungkapkan bahwa dia berada di garis paling depan, menjadi ksatria untuk melibas dan membasmi semua praktek-praktek korupsi, praktek-praktek kotor yang telah menjerumuskan dan menenggelamkan Indonesia selama lebih dari 60 tahun. Apakah karena ia berada di kandang Partai Demokrat yang notabene banyak tokoh-tokoh dan elit-elitnya yang terseret berbagai kasus korupsi? Hhmmm….Menjawab judul tulisan ini, maka pembaca yang membaca tulisan ini, akan dapat menjawabnya sendiri. (*)
Jakarta, 5 Maret
2014
Oleh Elang Putih, Bangkitlah Indonesiaku
Catatan ini
ditulis sambil menyeruput kopi hitam asal Aceh. !!!!