Tampilkan postingan dengan label JP Morgan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JP Morgan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 Maret 2014

Apakah Gita Wirjawan Calon Presiden Terbaik dari Partai Demokrat dan Terbaik untuk Indonesia?



Gita Wirjawan (courtesy photo Wikipedia)
Tampaknya Gita Wirjawan, mantan Menteri Perdagangan, mantan Kepala BPKM dan mantan CEO JP Morgan Indonesia ini, sejauh ini merupakan calon presiden terbaik dari Partai Demokrat. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, persepsi di media, tanggapan dari masyarakat kelas menengah dan pengaruh di sosial media, Gita tampaknya berada di garis terdepan. Yang jauh dari kepastian adalah apakah dia merupakan sosok yang memiliki karakter yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia kedepan, jika dia terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia (RI-1)?

Gita mengawali karir politiknya dengan cukup menjanjikan. Ia merupakan sosok investment banker dan pebisnis yang sukses. Dia memiliki modal fulus yang cukup untuk maju sebagai calon Presiden melalui Partai Demokrat. Gita Wirjawan (GW), pendiri private equity fund Ancora Capital, mewakili tokoh-tokoh/profesional muda. Sebelum terjun ke dunia politik, Gita sempat menimbulkan kontroversi di antara partai-partai politik ketika incumbent Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat dia menjadi Menteri Perdagangan tahun 2011, saat Presiden SBY melakukan reshufle cabinet.

Saat dia mengundur diri sebagai Menteri Perdagangan dan memilih fokus maju berjuang menjadi calon Presiden dari Partai Demokrat, ia menuai banyak kontroversi, termasuk berbagai kasus impor komoditi, seperti beras, bawang, dll. Dia gagal menjadi Menteri Perdagangan? Boleh jadi, tapi dia tak bebas dari campur tangan pihak yang lebih berkuasa, termasuk Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, salah satu menteri yang sangat berpengaruh di bawah kabinet Indonesia Bersatu jilid II saat ini. 

Sejauh ini, dia termasuk birokrat/politisi Demokrat yang bebas dari kasus korupsi, modal yang cukup untuk maju menjadi bakal calon Presiden, apalagi mengingat bejibunnya politisi senior Partai Demokrat yang tercemar, terjerat, terlibat, terjatuh dan terseret kasus korupsi yang menghantar mereka menginap di hotel prodeo tarmasuk Anas Urbaningrum, Malarangeng bersaudara, dan masih banyak lagi. 

Gita termasuk sosok yang menarik di mata para pemilih pemula untuk beberapa alasan, termasuk kecintaannya pada musik yang memudahkan dia connect dengan para pemilih pemula atau berjiwa muda. Dia sendiri memiliki record lavel, serta seorang yang secara cerdas memanfaatkan media sosial seprti twitter untuk menyebarkan pesan-pesan kampanyenya bak virus. Strategi seperti ini persis dilakukan oleh Presiden Obama saat memenangi Pemilihan Presiden Amerika Serikat. 

Masih ada nilai plus lagi. Indonesia membutuhkan investasi asing dan sebagai mantan Menteri Perdagangan yang mengenyam pendidikan di Harvard serta pengalaman menjadi kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat dia menjadi sosok yang menairik bagi sebagian investor asing.

Faktor Negatif
Ibarat sebuah koin, kita baru melihat sosok Gita Wirjawan satu sisi. Transisi perjalanan karir dia dari seorang profesional ke dunia politik juga perlu dilihat dan dieksplor lebih jauh dan bisa menjadi batu sandungan bagi Gita untuk melanjutkan perjalanan dan perjuangan dia menjadi RI-1. Sosok dia yang pro-bisnis, dan pro-investasi kini dipertanyakan menyusul komentar-komentarnya yang cenderung pro-nasionalisasi sumber daya alam. 

Batu sandungan pertama adalah kedekatan Gita dengan Cikeas. Gita melalui yayasan dan lembaga filantropis yang dimilikinya membantu mensponsori salah satu anak Presiden SBY untuk sekolah di Harvard. Melalui lembaga-lembaga itu, dia mendukung berbagai kegiatan sosial yayasan dan aktivitas sosial Ibu Negara. Dari orang-orang lingkaran satu, terekam kesan bahwa Presiden SBY memang kagum dengan sosok Gita Wirjawan. 

Kedekatan dengan keluarga Cikeas ini dapat menjadi faktor negatif yang dapat memukul balik. Pihak-pihak atau publik yang tidak simpatik lagi dengan Demokrat dan keluarga Cikeas, dapat berdampak pada ketidaksukaan mereka pada tokoh-tokoh dan elit Demokrat yang maju sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden. Apakah Gita berada di gelanggang yang salah? Sama seperti Anis Badeswan, pemikir dan tokoh muda yang juga maju dan berebut tiket untuk menjadi calon Presiden dari partai berlambang Mercedes itu? Hampir pasti ya. 

Batu sandungan ketiga adalah belum dikenalnya sosok Gita Wirjawan di kelompok masyarakat akar rumput. Jangan lupa, kelompok masyarakat rumput, dapat berperan sangat penting dalam memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) nanti. Mereka ini adalah kelompok masyarakat yang tak terlalu peduli dengan pertarungan di tingkat elit. Yang mereka butuhkan adalah apakah kebutuhan pokok mereka tercukupi. Ketika harga-harga kebutuhan pokok mahal, naik, maka mereka tidak akan memilih sosok yang dianggap telah gagal menjaga harga-harga kebutuhan pokok. Selembar uang biru atau merah dapat mempengaruhi keputusan mereka.

Kelompok masyarakat akar rumput lebih memilih sosok yang mereka kenal, yang mau mendengar jeritan hati mereka dan mau memahami kondisi mereka. Dan sosok itu, jatuh pada wong Solo yang kini menjadi orang nomor 1 di DKI. Gita memang sosok yang appealing di kalangan kelas menengah, well-educated, tapi tidak pada masyarakat akar rumput.

Batu sandungan keempat adalah sikap Gita yang tidak konsisten. Persepsi kalangan usaha bahwa Gita adalah pro bisnis dan pro investasi diragukan setelah dia terbawa oleh isu nasionalisasi sumber daya alam, termasuk isu Blok Mahakam. “Tidak ada keraguan dalam keyakinan saya bahwa Blok Mahakam mutlak dimiliki dan dikelola oleh bangsa sendiri," kata Gita usai mengikuti perdebatan di Balikpapan beberapa waktu lalu. Sayangnya, Gita tidak menjelaskan lebih jauh. Gita seolah mendikotomikan bangsa sendiri dan bukan bangsa sendiri, asing versus nasional. Pernyataan Gita tampaknya memunculkan kekhawatiran akan sikap anti-asing Gita Wirjawan kelak bila dia menjadi Presiden. Sikap anti-asing GW ini dapat membuat dunia bisnis menjadi antipati terhadap GW.

Seharusnya GW memberi pernyataan yang bijak bahwa semua sumber daya alam termasuk blok Migas, harus dikelola dengan baik, lebih optimal sehingga mampu memberi kontribusi positif bagi Negara. Sumber Daya Alam, termasuk Blok Mahakam, tidak boleh dijadikan sebagai obyek untuk dikorupsi ramai-ramai. SDA kita, termasuk Blok Mahakam, harus dikelola secara profesional oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti saat ini, sehingga dapat menyumbang pendapatan yang lebih besar lagi bagi negara.

Publik juga belum melihat komitmen GW untuk memberantas korupsi. Dari sekian pesan-pesan di media sosial, pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya, sedikit sekali dan hampir tidak ada yang menyangkut komitmen GW untuk menghancurleburkan praktek-praktek korupsi di Tanah Air. Seharusnya GW keluar dari pakem kampanye para calon presiden PD dengan mengungkapkan bahwa dia berada di garis paling depan, menjadi ksatria untuk melibas dan membasmi semua praktek-praktek korupsi, praktek-praktek kotor yang telah menjerumuskan dan menenggelamkan Indonesia selama lebih dari 60 tahun. Apakah karena ia berada di kandang Partai Demokrat yang notabene banyak tokoh-tokoh dan elit-elitnya yang terseret berbagai kasus korupsi? Hhmmm….Menjawab judul tulisan ini, maka pembaca yang membaca tulisan ini, akan dapat menjawabnya sendiri. (*)

Jakarta, 5 Maret 2014
Oleh Elang Putih, Bangkitlah Indonesiaku
Catatan ini ditulis sambil menyeruput kopi hitam asal Aceh. !!!!