Tampilkan postingan dengan label Perancis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perancis. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Juli 2013

Menanti Skema Baru Pengelolaan Blok Mahakam

Beberapa waktu lalu JM Guillermou, senior VP Asia Pacific Total, mengunjungi Indonesia. Dari berita-berita yang muncul di media, kita tahu Total menawarkan periode transisi 5 tahun. Participating Interest (PI) Total dan Inpex menurun dari masing-masing 50% menjadi 35%, sementara Pertamina akan memiliki 30%. 

Dari tawaran tersebut terlihat perusahaan migas asal Perancis tersebut tidak terlalu ngotot untuk melanjutkan pengelolaan blok Mahakam, karena toh perusahaan Perancis tersebut masih memilik blok-blok migas yang akan dikembangkan baik di Indonesia maupun di kawasan lain.

Tampaknya, Total berkomitmen untuk melakukan transfer teknologi.
 
Sebagai perusahaan yang telah mengoperasikan blok Mahakam selama 40 tahun, tentu Total punya tanggungjawab moral untuk memastikan tidak terjadi perubahan yang ekstrim pada pengelolaan blok Mahakam. Perusahaan asal Perancis tersebut tidak menginginkan terjadi disruption pada produksi gas alam serta gejolak internal karyawan yang saat ini berjumlah lebih dari 3,000, serta mitra bisnis dan komunitas lokal.

Siapapun pasti menginginkan agar produksi gas alam di Blok Mahakam tidak terganggu. Bila terganggu hal itu akan membawa dampak negatif, termasuk pengurangan pendapatan pemerintah. Untuk sebuah pengelolaan blok yang besar dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pada operasional perusahaan bila proses transisi tidak disiapkan. Kalaupun ada operator baru atau ada partner baru yang masuk ke blok tersebut, RISIKO SEKECIL APAPUN harus dicegah/dihindari.

Pertamina adalah perusahaan national oil and gas company (NOC) yang profesional dengan kapasitas yang terus meningkat. Hal itu kita bisa saksikan pada beberapa blok migas yang telah dioperasikan seperti Blok ONWJ atau blok West Madura Offshore (WMO) di Jawa Timur. Namun, pengelolaan kedua blok tersebut tidak bisa dijadikan alasan dan tolok ukur bagi Pertamina untuk mengklaim bisa mengelola Blok Mahakam.

WMO dan Blok Mahakam tidak bisa disamakan baik dari skala produksi, kompleksitas layer underground blok, tingkat investasi, teknologi yang dibutuhkan maupun nilai investasi setiap tahun untuk mempertahankan produksi. Pertamina perlu beradaptasi dengan Blok Mahakam. Pertamina perlu mendapatkan pelatihan yang cukup terkait pengembangan dan pengelolaan blok Mahakam.

Efisien
Pertanyaan yang kadang mengemuka di kalangan industri migas adalah apakah efisien bagi Pertamina untuk mengalokasikan mayoritas investasi tahunannya untuk investasi di blok yang sedang declining? Bukankah lebih efektif bila Pertamina mengalokasikan investasi tersebut untuk mengembangkan proyek-proyek besar yang dimilik Pertamina seperti East Natuna, misalnya.

Dari sisi pemerintah, pengalihan operator ke Pertamina dari Total tidak berarti pemerintah akan mendapatkan income atau pendapatan lebih. Yang akan diperoleh Pertamina, sama atau bahkan bisa berkurang, bila produksi terus menurun. Pada saat yang sama, pemerintah kehilangan potensi investasi US$7.5 miliar dalam beberapa tahun ke depan seperti yang dijanjikan Total.

Kontrak pengembangan blok Mahaka yang  saat ini dipegang Total EP Indonesie dan mitra non-operatornya Inpex asal Jepang, yang juga merupakan operator Blok Masela, akan berakhir pada Maret 2017. Berakhirnya kontrak blok Mahakam, berbarengan dengan berakhirnya beberapa blok migas lainnya.

Seperti yang diberitakan di media masa, Total saat ini masih melanjutkan investasi pengembangan lanjutan beberapa lapangan, sesuai dengan PoD yang telah disepakai bersama dengan SKK Migas (sebelumnya BPMIGAS). Untuk proyek-proyek yang akan beralanjut hingga pasca 2017, tampaknya ditunda oleh Total sambil menanti keputusan pemerintah soal kontraktor baru Blok Mahakam. Untuk itu, sangat logis bila Total and Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait pengelolaan blok Mahakam pasca 2017.

Penundaan keputusan akan berdampak pada penurunan drastis produksi Blok Mahakam jelang atau setelah 2017. Penundaan juga bisa berdampak pada pekerja atau karyawanTotal EP Indonesie yang bekerja di Blok Mahakam. Perwakilan pekerja Blok Mahakam beberapa waktu lalu telah menyatakan harapan mereka kepada pemerintah agar operator blok Mahakam pasca 2017 segera diputuskan. Kondisi ketidakpastian ini tentu akan berdampak buruk pada konsentrasi kerja pekerja karena mereka khawatir akan nasib mereka.

Penundaan tidak hanya berdampak pada gangguan produksi dan potensi pendapatan pemerintah dari Blok Mahakam, tapi juga berdampak pada meningkatnya risiko sosial karena pekerja di blok ini khawatir akan kehilangan pekerjaan.

Karena itu, sebagai warga masyarakat, kita berharap pemerintah akan segera membuat keputusan terkait operator blok Mahakam, tidak menunggu hasil Pemilu 2014 nanti. Bila menunggu pemilu 2014, boleh jadi keputusan akan ditunda lagi, karena pemerintah baru hasil pemilu masih membutuhkan waktu lagi untuk mempelajari blok Mahakam.  

Saat ini ada desakan dari kelompok-kelompok tertentu agar Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina. Kalau Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina, hendaknya itu dilakukan dengan kepala dingin. Jangan sampai nasionalisme sempit membutakan mata kita.

Pertamina dan pemerintah perlu mempelajari cadangan yang tersisa, bagaimana profil produksi pasca kontrak berakhir 2017. Dalam beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan, produksi gas terus merosot, bahkan beberapa train LNG di Bontang ada yang sampai dihentikan karena pasokan merosot.

Blok Mahakam memiliki tingkat kompleksitas yang cukup rumit. Perlu juga dilihat kondisi reservoir di Delta Mahakam karena reservoir tidak terdiri dari beberapa reservoir saja, tapi terdiri dari ratusan reservoir-reservoir kecil. Konsekuensinya, ratusan sumur baru harus di-drill setiap tahun dan tentu berdampak pada tingginya tingkat investasi.

Pertanyaan lain adalah apakah cukup ekonomis bagi Pertamina untuk berinvestasi mengembangkan blok Mahakam. Pemerintah dituntut untuk melakukan hitungan cermat dengan memperhatikan segala risiko yang mungkin terjadi.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pernah menyatakan pihaknya harus realistis dalam mengakuisisi blok gas Mahakam. Pertamina tidak akan mengambil 100% saham blok tersebut tapi membuka peluang kerjasama (partnership). (Metronews.com, 28 Februari)

Ia mengatakan kemitraan dengan kontraktor lain dalam pengelolaan Blok Mahakam yang berskala besar dimungkinan, apalagi dalam hal transfer teknologi. Ia mencontohkan perusahaan migas asal Norwegia, StatOil bisa maju lantaran mendapat transfer teknologi dari kemitraan dengan British Petroleum.

Pemerintah punya opsi atau skema baru untuk Blok Mahakam, memperpanjang operatorship pada operator yang sekarang, memberikan hak pengelolaan kepada operator baru, atau kombinasi operator yang saat ini dengan mitra baru, seperti yang diusulkan Total. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan segala risiko. Boleh jadi opsi masa transisi 5 tahun seperti yang diusulkan Total merupakan opsi yang paling pas, atau win-win solution dengan minim risiko. (*)