Beberapa
waktu lalu JM Guillermou, senior VP Asia Pacific Total, mengunjungi Indonesia.
Dari berita-berita yang muncul di media, kita tahu Total menawarkan periode
transisi 5 tahun. Participating Interest (PI) Total dan Inpex menurun dari
masing-masing 50% menjadi 35%, sementara Pertamina akan memiliki 30%.
Dari
tawaran tersebut terlihat perusahaan migas asal Perancis tersebut tidak terlalu
ngotot untuk melanjutkan pengelolaan blok Mahakam, karena toh perusahaan
Perancis tersebut masih memilik blok-blok migas yang akan dikembangkan baik di
Indonesia maupun di kawasan lain.
Tampaknya, Total
berkomitmen untuk melakukan transfer teknologi.
Sebagai
perusahaan yang telah mengoperasikan blok Mahakam selama 40 tahun, tentu Total
punya tanggungjawab moral untuk memastikan tidak terjadi perubahan yang ekstrim pada
pengelolaan blok Mahakam. Perusahaan asal Perancis tersebut tidak menginginkan terjadi disruption pada produksi
gas alam serta gejolak internal karyawan yang saat ini berjumlah lebih dari
3,000, serta mitra bisnis dan komunitas lokal.
Siapapun pasti menginginkan agar produksi gas alam di Blok Mahakam tidak terganggu. Bila terganggu hal itu akan membawa dampak negatif, termasuk pengurangan pendapatan pemerintah. Untuk sebuah pengelolaan blok yang besar dalam jangka waktu
yang lama, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pada operasional perusahaan bila proses transisi tidak disiapkan.
Kalaupun ada operator baru atau ada partner baru yang masuk ke blok tersebut, RISIKO SEKECIL APAPUN harus dicegah/dihindari.
Pertamina adalah perusahaan national oil and gas company (NOC) yang
profesional dengan kapasitas yang terus meningkat. Hal itu kita bisa saksikan
pada beberapa blok migas yang telah dioperasikan seperti Blok ONWJ atau blok
West Madura Offshore (WMO) di Jawa Timur. Namun, pengelolaan kedua blok
tersebut tidak bisa dijadikan alasan dan tolok ukur bagi Pertamina untuk
mengklaim bisa mengelola Blok Mahakam.
WMO
dan Blok Mahakam tidak bisa disamakan baik dari skala produksi, kompleksitas
layer underground blok, tingkat investasi, teknologi yang dibutuhkan maupun
nilai investasi setiap tahun untuk mempertahankan produksi. Pertamina perlu beradaptasi dengan Blok Mahakam. Pertamina perlu mendapatkan
pelatihan yang cukup terkait pengembangan dan pengelolaan blok Mahakam.
Efisien
Pertanyaan
yang kadang mengemuka di kalangan industri migas adalah apakah efisien bagi
Pertamina untuk mengalokasikan mayoritas investasi tahunannya untuk investasi
di blok yang sedang declining? Bukankah lebih efektif bila Pertamina
mengalokasikan investasi tersebut untuk mengembangkan proyek-proyek besar yang
dimilik Pertamina seperti East Natuna, misalnya.
Dari
sisi pemerintah, pengalihan operator ke Pertamina dari Total tidak berarti
pemerintah akan mendapatkan income atau pendapatan lebih. Yang akan diperoleh
Pertamina, sama atau bahkan bisa berkurang, bila produksi terus menurun. Pada
saat yang sama, pemerintah kehilangan potensi investasi US$7.5 miliar dalam
beberapa tahun ke depan seperti yang dijanjikan Total.
Kontrak
pengembangan blok Mahaka yang saat ini
dipegang Total EP Indonesie dan mitra non-operatornya Inpex asal Jepang, yang
juga merupakan operator Blok Masela, akan berakhir pada Maret 2017. Berakhirnya
kontrak blok Mahakam, berbarengan dengan berakhirnya beberapa blok migas
lainnya.
Seperti
yang diberitakan di media masa, Total saat ini masih melanjutkan investasi
pengembangan lanjutan beberapa lapangan, sesuai dengan PoD yang telah disepakai
bersama dengan SKK Migas (sebelumnya BPMIGAS). Untuk proyek-proyek yang akan
beralanjut hingga pasca 2017, tampaknya ditunda oleh Total sambil menanti
keputusan pemerintah soal kontraktor baru Blok Mahakam. Untuk itu, sangat logis
bila Total and Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk
segera membuat keputusan terkait pengelolaan blok Mahakam pasca 2017.
Penundaan
keputusan akan berdampak pada penurunan drastis produksi Blok Mahakam jelang
atau setelah 2017. Penundaan juga bisa berdampak pada pekerja atau karyawanTotal EP Indonesie yang bekerja di Blok Mahakam. Perwakilan pekerja Blok
Mahakam beberapa waktu lalu telah menyatakan harapan mereka kepada pemerintah
agar operator blok Mahakam pasca 2017 segera diputuskan. Kondisi ketidakpastian
ini tentu akan berdampak buruk pada konsentrasi kerja pekerja karena mereka
khawatir akan nasib mereka.
Penundaan
tidak hanya berdampak pada gangguan produksi dan potensi pendapatan pemerintah
dari Blok Mahakam, tapi juga berdampak pada meningkatnya risiko sosial karena
pekerja di blok ini khawatir akan kehilangan pekerjaan.
Karena
itu, sebagai warga masyarakat, kita berharap pemerintah akan segera membuat
keputusan terkait operator blok Mahakam, tidak menunggu hasil Pemilu 2014
nanti. Bila menunggu pemilu 2014, boleh jadi keputusan akan ditunda lagi,
karena pemerintah baru hasil pemilu masih membutuhkan waktu lagi untuk
mempelajari blok Mahakam.
Saat ini ada desakan dari
kelompok-kelompok tertentu agar Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina. Kalau
Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina, hendaknya itu dilakukan dengan kepala
dingin. Jangan sampai nasionalisme sempit membutakan mata kita.
Pertamina dan pemerintah perlu
mempelajari cadangan yang tersisa, bagaimana profil produksi pasca kontrak
berakhir 2017. Dalam beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan,
produksi gas terus merosot, bahkan beberapa train LNG di Bontang ada yang
sampai dihentikan karena pasokan merosot.
Blok Mahakam memiliki tingkat
kompleksitas yang cukup rumit. Perlu juga dilihat kondisi reservoir di Delta
Mahakam karena reservoir tidak terdiri dari beberapa reservoir saja, tapi
terdiri dari ratusan reservoir-reservoir kecil. Konsekuensinya, ratusan sumur
baru harus di-drill setiap tahun dan tentu berdampak pada tingginya tingkat
investasi.
Pertanyaan lain adalah apakah cukup
ekonomis bagi Pertamina untuk berinvestasi mengembangkan blok Mahakam. Pemerintah
dituntut untuk melakukan hitungan cermat dengan memperhatikan segala risiko
yang mungkin terjadi.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pernah
menyatakan pihaknya harus realistis dalam mengakuisisi blok gas Mahakam.
Pertamina tidak akan mengambil 100% saham blok tersebut tapi membuka peluang
kerjasama (partnership). (Metronews.com,
28 Februari)
Ia mengatakan kemitraan dengan kontraktor lain
dalam pengelolaan Blok Mahakam yang berskala besar dimungkinan, apalagi dalam
hal transfer teknologi. Ia mencontohkan perusahaan migas asal Norwegia, StatOil
bisa maju lantaran mendapat transfer teknologi dari kemitraan dengan British
Petroleum.
Pemerintah punya opsi atau skema baru untuk Blok Mahakam, memperpanjang operatorship pada operator yang sekarang, memberikan hak pengelolaan kepada operator baru, atau kombinasi operator yang saat ini dengan mitra baru, seperti yang diusulkan Total. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan segala risiko. Boleh jadi opsi masa transisi 5 tahun seperti yang diusulkan Total merupakan opsi yang paling pas, atau win-win solution dengan minim risiko. (*)
Pemerintah punya opsi atau skema baru untuk Blok Mahakam, memperpanjang operatorship pada operator yang sekarang, memberikan hak pengelolaan kepada operator baru, atau kombinasi operator yang saat ini dengan mitra baru, seperti yang diusulkan Total. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan segala risiko. Boleh jadi opsi masa transisi 5 tahun seperti yang diusulkan Total merupakan opsi yang paling pas, atau win-win solution dengan minim risiko. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar