Kontrak
pengelolaan Blok Mahakam yang terletak di Kalimantan Timur, Indonesia, kian
dekat, yakni akhir Maret 2017. Artinya, tinggal 3 tahun 8 bulan lagi hak
pengelolaan Blok Mahakam oleh perusahaan migas Perancis, Total E&P
Indonesia yang bermitra dengan Inpex asal Jepang akan berakhir. Keputusan
dibuat detik-detik terakhir tentu tidak diharapkan apalagi horison investasi di
sektor migas bersifat jangka panjang.
Menurut
peraturan yang berlaku, operator mempunyai kesempatan untuk mengajukan
perpanjangan 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Cukup panjang waktu yang
diberikan untuk mengajukan perpanjangan mengingat investasi untuk pengembangan
sebuah lapangan minyak dan gas, termasuk pembangunan berbagai fasilitas
produksi atau tambahan fasilitas produksi membutuhkan perencanaan jangka
panjang dan ekspektasi return atau pengembalian investasi dengan rentang waktu
yang panjang juga.
Idealnya,
keputusan perpanjangan dilakukan 5 tahun sebelum kontrak berakhir sehingga
operator sebuah blok migas dapat melakukan perencaan. Menarik untuk melihat
kasus Blok Mahakam.
Hingga
saat ini pemerintah belum membuat keputusan terkait kontrak pengelolaan blok
tersebut. Apakah ini terkait dengan situasi politik di tanah air? Seperti yang
kita ketahui tahun 2014, Indonesia akan mengadakan pemilihan umum, baik untuk
pemilihan anggota Parlemen maupun Presiden dan Wakil Presiden. Tahun 2014
adalah tahun politik. Otomatis, seluruh energi dan perhatian seluruh masyarakat
Indonesia tersedot agenda politik nasional tersebut.
Namun
demikian, banyak agenda penting yang tidak terkait langsung dengan peristiwa
politik, perlu tetap dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah keputusan
kontrak pengelolaan (operatorship) Blok Mahakam. Seharusnya, keputusan tersebut
steril dari tarik-menarik kepentingan politik atau kelompok-kelompok
kepentingan.
Pemerintah,
seperti yang sudah diberitakan di media masa, punya beberapa opsi, pertama,
memperpanjang kontrak operator saat ini, kedua, tidak diperpanjang, dan ketiga,
membuat skema baru dengan melibatkan operator yang saat ini dan pemain baru,
dalam hal ini Pertamina.
Idealnya,
keputusan perpanjangan operatorship Blok Mahakam telah dilakukan tahun 2012
lalu. Namun, hingga saat ini pemerintah belum membuat keputusan. Akibat dari
penundaan keputusan itu, beberapa proyek besar dan investasi yang dilakukan
operator ditahan dulu yang tentu akan berdampak pada penurunan produksi gas
alam. Ujung-ujungnya pendapatan pemerintah berkurang.
Kedua,
pekerja Total di Blok Mahakam kian resah dan galau menanti keputusan
pemerintah. Ini terkait kepastian terhadap nasib mereka apalagi sebagian besar
dari pekerja sudah bekerja belasan dan bahkan puluhan tahun di Blok Mahakam.
Seperti
yang disampaikan oleh Vice President Human Resources, Vice President Human
Resources, Communications and General Services Total E&P Indonesie,
Arividya Noviyanto, jumlah pekerja Total di Blok Mahakam mencapai 3.700 tenaga
kerja. Di luar itu ada 20 ribu pekerja tidak langsung yang berhubungan dengan
kegiatan di Blok tersebut.
Serikat
Pekerja Nasional Total E&P Indonesie (SPNTI) sudah meminta pemerintah untuk
segera memutuskan nasib kontrak pengelolaan Blok Mahakam. SPNTI berharap
pemerintah segera mengambil keputusan. Kalau tidak ada kepastian maka pekerja
potensial akan memilih resign (mengundurkan diri) dan ini tentunya mempengaruhi
target lifting.
Fakta
Blok Mahakam merupakan salah satu aset penting Indonesia. Saat ini memproduksi hampir 1/3 dari produksi gas alam nasional. Selama 40 tahun blok tersebut telah memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam hal pendapatan (US$87 miliar) serta kontribusi pada pembangunan nasional. Saat ini sekitar 32% gas alam dari Blok Mahakam telah dialokasikan ke pasar domestik. Berbagai program CSR juga telah memberi manfaat pada peningkatan komunitas sekitar melalui program-program CSR.
Blok Mahakam merupakan salah satu aset penting Indonesia. Saat ini memproduksi hampir 1/3 dari produksi gas alam nasional. Selama 40 tahun blok tersebut telah memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam hal pendapatan (US$87 miliar) serta kontribusi pada pembangunan nasional. Saat ini sekitar 32% gas alam dari Blok Mahakam telah dialokasikan ke pasar domestik. Berbagai program CSR juga telah memberi manfaat pada peningkatan komunitas sekitar melalui program-program CSR.
Produksi
terus dioptimalkan walau ada tekanan penurunan dengan tingkat investasi sekitar
US$2.5-US$3 miliar per tahun (Rp25-30 trillion).
Menurut
data yang diperoleh, Total dan INPEX telah merespons penurunan produksi pada
blok Mahakam muali 2011 dengan meningkat upaya penurunan melalui penambahan rig
dan penerapan teknologi tinggi khusus untuk penurunan produksi pada aset yang
sudah tergolong tua seperti Blok Mahakam.
Saat
ini, lebih dari 100 sumur dibor setiap tahun dan hampir 10,000 sumur intervensi
dibuat untuk mempertahankan produksi. Proyek-proyek baru terus digenjot seperti
pengembangan 6 anjungan baru (new platforms yang dipasang mulai kuartal ke-4
2012 hingga kuartal 1 2014, termasuk proyek South Mahakam, yang proyeknya
selesai 2 bulan lebih awal.
Dengan antisipasi yang dilakukan mulai 2011,
produksi 2013 diperkirakan 7% lebih tinggi dari rencana (PoD) yang diajukan
operator akhir 2012. Diperkirakan produksi Blok Mahakam 2013-2015 diperkirakan
sekitar 1.6-1.7 Bcf/d.
Operator
Blok Mahakam, Indonesia Petroleum Association (IPA), pekerja Total di Mahakam,
maupun beberapa pengamat sudah mendesak pemerintah untuk segera membuat
keputusan terkait kontrak Blok Mahakam.
Publik tentu berharap pemerintah akan segera membuat keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk risiko terhadap produksi gas alam pada Blok Mahakam. (*)