Senin, 16 September 2013

Polisi Cantik, Rekening Gendut dan Aksi Teror


Wajah-wajah manis Polwan
Apa yang muncul dalam pikiran Anda ketika menyebut kata POLISI Republik Indonesia (Polri)?  Jawabannya pasti bermacam-macam. Mungkin ada ada yang membayangkan seorang polisi yang dengan wajah sangar mendekati Anda, siap memberikan tiket pelanggaran lalu lintas (tilang). 

Bagi yang rajin menonton tayangan kondisi lalu lintas melalui sebuah televisi swasta, Metro TV mungkin Anda membayangkan wajah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang muncul dengan senyum manis, tak kalah dengan artis sinetron. 

Pikiran kita juga mungkin membayangkan polisi lalu lintas yang dengan sabar mengatur lalu lintas atau polisi yang mengejar penjahat atau pelaku teror. Anda tidak dipersalahkan bila yang muncul adalah bayangan polisi ‘gendut’, bukan bentuk tubuhnya yang tidak proporsional, tapi membayangkan rekeningnya yang membengkak hingga triliun rupiah.

Lihat saja polisi Aiptu Labora Sitorus yang kini ditahan terkait kepemilikan rekening Rp1.5 triliun yang diduga diperoleh dari cara memanfaatkan posisinya saat bertugas di Papua. Ia diduga terlihat bisnis haram pengolahan kayu ilegal di Sorong, Papua Barat. Menurut laporan Tempo, Sitorus juga diduga terlibat dalam distribusi BBM ilegal.

Kasus yang heboh yang menyita perhatian masyarakat dalam beberapa bulan terakhir adalah kasus Simulator SIM yang melibatkan Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, sebagai salah satu terdakwa. Ia dituduh memperkaya diri sendiri sebesar Rp88,446 miliar dalam proyek senilai lebih dari Rp 198 miliar.

Tidak mengherankan bila institusi kepolisian disebutkan sebagai salah satu lembaga terkorup. Hari ini, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menyebutkan Korps Bayangkara dan DPR sebagai lembaga terkorup. Kontan, hasil penilaian KPK tersebut membuat berang institusi kepolisian.

Police officers stand over the body of a comrade who was gunned down on Tuesday night in a drive-by attack in South Jakarta, blamed on terrorists. (EPA Photo)
Seorang anggota Polisi ditembak. (foto JG/EPA)
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie menantang KPK untuk menunjuk polisi yang melakukan tindak pidana korupsi agar bisa diminta pertanggungjawabannya. Ia meminta KPK untuk menunjukkan elemen polisi mana yang melakukan tindakan korupsi atau rawan terjadi tindak korupsi. 

Tentu tanggapan Kadiv Humas Polri tersebut ingin membela institusi Kepolisian RI. Namun, merujuk berbagai kasus korupsi yang melibatkan beberapa anggota polisi belakangan ini merupakan bukti nyata betapa praktik korupsi masih merajalela di lembaga yang memiliki tugas untuk melindungi masyarakat tersebut.

Berbagai kasus korupsi yang melanda Kepolisian Indonesia (Polri) belakangan ini bertolak belakang dengan upaya kepolisian untuk memperbaiki imej atau persepsi publik terhadap polisi. Lihatlah berbagai spanduk atau iklan layanan masyarakat yang bertebaran di berbagai tempat bahwa polisi adalah “pelindung masyarakat”, “pelayan masyarakat”. Belum lagi wajah-wajah manis Polisi wanita yang saban hari menyapa pemirsa memberikan laporan terkini terkait kondisi lalu lintas setiap pagi, siang atau sore hari.
 
Di tengah tipisnya kepercayaan publik pada lembaga kepolisian, kini muncul masalah baru, aksi penembakan terhadap anggota kepolisian. Dalam satu-dua bulan terakhir, beberapa orang anggtoa polisi tewas ditembak oleh orang-orang yang tidak kenal. Motif aksi tersebut belum diketahui secara pasti. Ada yang menyebutkan penembakan terhadap polisi merupakan aksi balas dendam anggota jaringan teroris, tapi ada juga yang menyebutkan aksi tersebut merupakan tindakan kriminal biasa yang kebetulan korbannya adalah anggota polisi.
Ataukah jangan-jangan aksi tersebut merupakan aksi pihak tertentu untuk menempatkan polisi sebagai korban. Sasarannya adalah untuk mendapatkan simpati publik bahwa polisi adalah korban. Dengan adanya aksi ‘teror’ tersebut, pemerintah dan DPR perlu meningkatkan anggaran kepada institusi Polisi. 

Teori konspirasi seperti bisa saja muncul, apalagi kemudian muncul pernyataan berbagai pihak agar DPR dan pemerintah meningkatkan alokasi anggaran untuk Polri. Bila cara ini yang dilakukan, “kebangetan” dan tentu kita tidak mengharapkan hal ini yang melatarbelakangi aksi penembakan kepada anggota polisi belakangan ini.

Melihat berbagai kasus korupsi yang melibatkan beberapa anggota polisi, tampaknya Polri perlu bekerja lebih keras lagi untuk melakukan reformasi internal. Polisi adalah bagian dari masyarakat dan memiliki tugas berat untuk menjaga keamanan, melindungi dan memberi rasa aman pada masyarakat. Maka, publik pun punya kepentingan memiliki lembaga kepolisian yang bersih, berwibawa dan mengayomi masyarakat. Bila itu terjadi, maka tidak sulit bagi polisi untuk mendapatkan dukungan publik.

Sebagai warga negara, tentu kita mengharapkan agar Polri melakukan reformasi internal agar Polri menjadi lembaga yang bersih dan berwibawa. Pada saat yang sama, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan bagi anggota polisi agar anggota polri lebih fokus pada tugasnya, dan tidak berpikir untuk “nyambi” mencari uang untuk menghidupi keluarganya. Tentu, meningkatkan kompensasi atau gaji, tidak serta merta menghilangkan praktik korupsi, namun hal itu penting apalagi bagi anggota polisi di tingkat bawah. Masyarakat dapat bertindak sebagai pengawas bagi reformasi internal polisi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar