Tampilkan postingan dengan label Polri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Polri. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Januari 2015

Jokowi Pilih Koruptor Sebagai Kapolri

Budi Gunawan
Hari ini masyarakat Indonesia dikagetkan dengan foto yang banyak beredar di media sosial maupun pesan singkat yang isinya surat pemberhentian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Sutarman dan pemilihan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon penggantinya.

Sekilas tentang latar belakang Budi. Ketika masih berpangkat Komisaris Besar (Kombes), Budi pernah menjabat sebagai Ajudan Presiden RI di masa pemerintahan Megawati, tahun 2001 hingga 2004.

Usai masa pemerintahan Mega, karir Budi semakin meningkat. Budi tercatat sebagai jenderal termuda di Polri saat dipromosikan naik pangkat bintang satu atau Brigadir Jenderal (Brigjen) dengan jabatan sebagai Kepala Biro Pembinaan Karyawan (Binkar) Mabes Polri.

Dari Binkar, dirinya naik menjadi Kepala Selapa Polri, lembaga yang dibawahi Lemdikpol selama 2 tahun. Dirinya juga pernah mengecap pengalaman menjadi Kapolda Jambi.

Selain itu, Budi juga pernah menjabat sebagai Kapolda Bali. Gelar Komisaris Jenderal (Komjen) pun berhasil diterimanya saat didapuk menjadi Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) pada tahun 2012, yang membawahi lembaga-lembaga pendidikan seperti Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (SESPIM), Akademi Kepolisian (Akpol) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan penilaian atas penunjukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Pemilihan Budi sebagai calon Kapolri dianggap sepenuhnya berada dalam kewenangan Jokowi sebagai Presiden. Padahal Jokowi bilang bahwa sebenarnya penunjukan Budi itu atas usul dari Kompolnas.

"Penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri, menurut Kompolnas, itu sepenuhnya adalah kewenangan Bapak Presiden. Dan itu bagian dari pertimbangan dan rekomendasi Kompolnas kepada Presiden," kata komisioner Kompolnas, Edisaputra Hasibuan.

Edisaputra berujar bahwa Kompolnas mengaku akan mendukung keputusan Presiden terkait pemilihan Kapolri pengganti Jendral Sutarman ini. Rekam jejak Budi Gunawan selama menjabat di kepolisian dianggap sebagai salah satu nilai plus pria 55 tahun tersebut.

"Kami mendukung sepenuhnya apa yang menjadi putusan bapak Presiden. Dalam catatan kompolnas, Budi Gunawan adalah pati senior Polri yang memiliki rekam jejak dan memiliki kinerja yang bagus. Prestasinya juga banyak," ujar Edi.

Nah permasalahannya, yang mana malah tidak diungkit-ungkit sama sekali, Budi Gunawan pernah terjerat kasus rekening gendut. Kasus tersebut sempat heboh karena diekspos oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Salah satu staf ICW pun dibacok kepalanya karena mengulik-ulik kasus tersebut.

Banyak orang kecewa atas pemilihan tersebut. Jokowi dinilai belum bisa melepaskan diri dari pengaruh Megawati. Jelas pun bahwa berarti pemberantasan korupsi bukanlah prioritas Jokowi. Lagi-lagi rapor merah untuk Jokowi.


Sabtu, 26 Juli 2014

KPK Pahlawan Penyelamat Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

KPK blusukan ke bandara
Lagi-lagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beraksi tengah malam! Tidak mengherankan bahwa pengguna media sosial Twitter meramaikan hashtag #KPKtidaktidur sebagai bentuk apresiasi kepada kinerja KPK. Kali ini KPK blusukan ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta untuk menyidak pelayanan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Yang hadir dalam sidak tersebut di antaranya adalah empat pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Bambang Widjojanto. Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, Kabareskrim Komjen Irjen Pol Suhardi Alius, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang diwakili oleh Mas Achmad Santosa dan Yunus Husein serta pihak dari Angkasa Pura II yaitu Direktur Angkasa Pura II Tri S. Sunoko dan Kepala Bandara Soetta dan sejumlah pejabat terkait lain.

"Kita saksikan malam ini. Kita kerjasama dengan Mabes Polri dan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), sidak terhadap proses pemulangan TKI. Maksudnya lebih pada kedekatan uji pelayanan, bukan semata-mata penegakan, tapi dalam proses kami temukan beberapa pelanggaran hukum. Oleh karena itu tentu akan ditindak lanjut oleh teman-teman Mabes Polri," ujar Abraham.

"Sidak dilakukan terhadap sistem, prosedur dan sumber daya dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh BNP2TKI serta terhadap pengelolaan sistem keamanan di Bandara Soekarno Hatta. Sejak 2006, KPK telah menaruh perhatian khusus pada sistem penempatan TKI melalui kegiatan kajian dan pemantauan. Hasil kajian KPK telah disampaikan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI," jelas juru bicara KPK, Johan Budi.

18 orang ditangkap sementara untuk diproses sebagai hasil dari sidak tersebut. Seorang oknum Polri dan dua orang dari TNI Angkatan Darat juga menjadi yang ditangkap. Namun dalam sidak tersebut belum ada oknum dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai institusi yang bertanggungjawab dalam pelayanan kepada TKI. "Kami akan gali lebih jauh pihak-pihak lain yang diduga terlibat ada mata rantai mafia jaringan TKI maka pada waktunya kita akan periksa sejauh mana BNP2TKI dan tidak menutup perluasan penyelidikan," tutur Abraham.


Data BNP2TKI menunjukkan bahwa kedatangan TKI pada 2010 sejumlah 539.169 orang, pada 2011 sejumlah 494.266 orang, pada 2012 sejumlah 393.720 orang dan pada 2013 sejumlah 260.093 orang. Angka yang fantastis bukan apabila dijumlahkan semua! Memang malang benar nasib para TKI ini. DIpuja-puja sebagai penyumbang devisa terbesar negara namun perlakuan terhadap mereka sangat tidak pantas. Seperti yang diungkapkan oleh Abraham berikut ini, “Mereka setengah mati cari duit, tapi ketika pulang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya, diperas dan intimidasi. KPK prihatin dengan keadaan ini, makanya lakukan sidak.”

Senin, 16 September 2013

Polisi Cantik, Rekening Gendut dan Aksi Teror


Wajah-wajah manis Polwan
Apa yang muncul dalam pikiran Anda ketika menyebut kata POLISI Republik Indonesia (Polri)?  Jawabannya pasti bermacam-macam. Mungkin ada ada yang membayangkan seorang polisi yang dengan wajah sangar mendekati Anda, siap memberikan tiket pelanggaran lalu lintas (tilang). 

Bagi yang rajin menonton tayangan kondisi lalu lintas melalui sebuah televisi swasta, Metro TV mungkin Anda membayangkan wajah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang muncul dengan senyum manis, tak kalah dengan artis sinetron. 

Pikiran kita juga mungkin membayangkan polisi lalu lintas yang dengan sabar mengatur lalu lintas atau polisi yang mengejar penjahat atau pelaku teror. Anda tidak dipersalahkan bila yang muncul adalah bayangan polisi ‘gendut’, bukan bentuk tubuhnya yang tidak proporsional, tapi membayangkan rekeningnya yang membengkak hingga triliun rupiah.

Lihat saja polisi Aiptu Labora Sitorus yang kini ditahan terkait kepemilikan rekening Rp1.5 triliun yang diduga diperoleh dari cara memanfaatkan posisinya saat bertugas di Papua. Ia diduga terlihat bisnis haram pengolahan kayu ilegal di Sorong, Papua Barat. Menurut laporan Tempo, Sitorus juga diduga terlibat dalam distribusi BBM ilegal.

Kasus yang heboh yang menyita perhatian masyarakat dalam beberapa bulan terakhir adalah kasus Simulator SIM yang melibatkan Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, sebagai salah satu terdakwa. Ia dituduh memperkaya diri sendiri sebesar Rp88,446 miliar dalam proyek senilai lebih dari Rp 198 miliar.

Tidak mengherankan bila institusi kepolisian disebutkan sebagai salah satu lembaga terkorup. Hari ini, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menyebutkan Korps Bayangkara dan DPR sebagai lembaga terkorup. Kontan, hasil penilaian KPK tersebut membuat berang institusi kepolisian.

Police officers stand over the body of a comrade who was gunned down on Tuesday night in a drive-by attack in South Jakarta, blamed on terrorists. (EPA Photo)
Seorang anggota Polisi ditembak. (foto JG/EPA)
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie menantang KPK untuk menunjuk polisi yang melakukan tindak pidana korupsi agar bisa diminta pertanggungjawabannya. Ia meminta KPK untuk menunjukkan elemen polisi mana yang melakukan tindakan korupsi atau rawan terjadi tindak korupsi. 

Tentu tanggapan Kadiv Humas Polri tersebut ingin membela institusi Kepolisian RI. Namun, merujuk berbagai kasus korupsi yang melibatkan beberapa anggota polisi belakangan ini merupakan bukti nyata betapa praktik korupsi masih merajalela di lembaga yang memiliki tugas untuk melindungi masyarakat tersebut.

Berbagai kasus korupsi yang melanda Kepolisian Indonesia (Polri) belakangan ini bertolak belakang dengan upaya kepolisian untuk memperbaiki imej atau persepsi publik terhadap polisi. Lihatlah berbagai spanduk atau iklan layanan masyarakat yang bertebaran di berbagai tempat bahwa polisi adalah “pelindung masyarakat”, “pelayan masyarakat”. Belum lagi wajah-wajah manis Polisi wanita yang saban hari menyapa pemirsa memberikan laporan terkini terkait kondisi lalu lintas setiap pagi, siang atau sore hari.
 
Di tengah tipisnya kepercayaan publik pada lembaga kepolisian, kini muncul masalah baru, aksi penembakan terhadap anggota kepolisian. Dalam satu-dua bulan terakhir, beberapa orang anggtoa polisi tewas ditembak oleh orang-orang yang tidak kenal. Motif aksi tersebut belum diketahui secara pasti. Ada yang menyebutkan penembakan terhadap polisi merupakan aksi balas dendam anggota jaringan teroris, tapi ada juga yang menyebutkan aksi tersebut merupakan tindakan kriminal biasa yang kebetulan korbannya adalah anggota polisi.
Ataukah jangan-jangan aksi tersebut merupakan aksi pihak tertentu untuk menempatkan polisi sebagai korban. Sasarannya adalah untuk mendapatkan simpati publik bahwa polisi adalah korban. Dengan adanya aksi ‘teror’ tersebut, pemerintah dan DPR perlu meningkatkan anggaran kepada institusi Polisi. 

Teori konspirasi seperti bisa saja muncul, apalagi kemudian muncul pernyataan berbagai pihak agar DPR dan pemerintah meningkatkan alokasi anggaran untuk Polri. Bila cara ini yang dilakukan, “kebangetan” dan tentu kita tidak mengharapkan hal ini yang melatarbelakangi aksi penembakan kepada anggota polisi belakangan ini.

Melihat berbagai kasus korupsi yang melibatkan beberapa anggota polisi, tampaknya Polri perlu bekerja lebih keras lagi untuk melakukan reformasi internal. Polisi adalah bagian dari masyarakat dan memiliki tugas berat untuk menjaga keamanan, melindungi dan memberi rasa aman pada masyarakat. Maka, publik pun punya kepentingan memiliki lembaga kepolisian yang bersih, berwibawa dan mengayomi masyarakat. Bila itu terjadi, maka tidak sulit bagi polisi untuk mendapatkan dukungan publik.

Sebagai warga negara, tentu kita mengharapkan agar Polri melakukan reformasi internal agar Polri menjadi lembaga yang bersih dan berwibawa. Pada saat yang sama, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan bagi anggota polisi agar anggota polri lebih fokus pada tugasnya, dan tidak berpikir untuk “nyambi” mencari uang untuk menghidupi keluarganya. Tentu, meningkatkan kompensasi atau gaji, tidak serta merta menghilangkan praktik korupsi, namun hal itu penting apalagi bagi anggota polisi di tingkat bawah. Masyarakat dapat bertindak sebagai pengawas bagi reformasi internal polisi. (*)