Jokowi sedang blusukan di Jatim (courtesy foto Kompas) |
Dalam
seminggu terakhir, serangan terhadap Joko Widodo atau Jokowi, yang telah diajukan
PDIP untuk menjadi calon Presiden dalam pemilihan Presiden mendatang, kian
gencar. Salah satu serangan yang dilakukan bahwa Jokowi adalah ‘Capres boneka’.
Benarkah demikian adanya?
Pertanyaan
berikutnya, kemanakah Jokowi dalam beberapa hari? Spanduk Jokowi hanya sedikit
saja yang terlihat di Ibu Kota. Iklan Jokowi pun tak ada. Yang ada adalah iklan
Capres partai-partai lain yang menguasai dan gencar di televisi-televisi, yang
notabene dimiliki dan atau berafiliasi dengan partai politik. Yang muncul ke
permukaan adalah imej Megawati Soekarnoputri, sang ketua Partai Demokrasi
Indoensia-Perjuangan (PDIP).
Gambar-gambar
Jokowi di spanduk-spanduk lebih sedikit, dibanding gambar-gambar Megawati, yang
dianggap sebagian pengamat sebagai sosok pemimpin yang tidak efektif. Ada kesan
rakyat mulai khawatir bila Jokowi “tenggelam”, Indonesia bakal dipimpin oleh
seorang sosok Capres lain, yang dapat membawa Indonesia ke situasi yang lebih
buruk. Rupanya, belakangan Jokowi sedang blusukan ke berbagai daerah untuk
menyapa rakyat. Jokowi perlu segera tampil kedepan, dan tidak menjadi
bulan-bulanan dari serangan para lawan politiknya.
Di
Hong Kong, para TKI rupanya mengidolakan Jokowi. Hanya sekitar 7,000 surat
suara untuk pemilihan legislatif yang dicoblos, sisanya 100,000 tidak dicoblos.
Sebagian besar urung mencoblos karena tak ada gambar Jokowi. Mereka lupa bahwa
pemilihan pertama (9 April) adalah pemilihan untuk memilih anggota DPR
(legislatif). Setelah itu, partai-partai yang lolos threshold akan mencalonkan
calon Presiden. Rupanya mereka menunggu Pemilihan Presiden 9 Juli nanti.
Seorang
warga Indonesia di sebuah negara Amerika Selatan membuat catatan di wall
facebooknya. “Ini pertama kali saya coblos di luar negeri. Tapi tak ada gambar
Jokowi, jadi males. Yang ada gambar-gambar wajah para calon DPR yang tidak saya
kenal. Maka saya mencoba mendengar suara hati, dan menusuk sosok tertentu
sambil berharap, bila beliau terpilih, dia akan menyuarakan suara saya, suara mayoritas
warga yang memilih dia.”
Jokowi
memang sosok fenomenal. Benarkah ia tokoh boneka? Jawabannya, “ya, Jokowi
adalah bonekanya rakyat”. Jokowi bukan pula sang boneka yang dipeluk-peluk oleh
seorang tokoh partai.
Masyarakat
Indonesia kini sudah cerdas. Setelah beberapa kali pemilihan langsung setelah
reformasi 1998, kali ini rakyat tidak ingin lagi salah pilih. Rakyat tidak
ingin lagi memilih pemimpin yang doyan pencitraan, hanya memberi janji-janji
manis, tapi gagal menyerap aspirasi dari akar rumput. Rakyat sudah muak memilik
pemimpin dan elit-elit politik yang korup, yang gemar bagi-bagi kekuasaan dan
kue APBN ke partai atau kelompok-kelompoknya.
Rakyat
tidak ingin memilih partai yang mengklaim paling putih, paling bersih, paling
jujur, paling amanah, paling Islami, tapi presiden atau ketua partainya, malah
todong sana-todong sini, ngumpulin duit untuk menggelembungkan duit partai agar
bisa mendanai pemilu berikutnya. Ujung-ujungnya bersemedi di hotel prodeo
karena ketangkap basah oleh KPK.
Rakyat
juga sudah belajar tidak lagi memilih partai-partai yang mengusung partai yang
paling anti-korupsi, tapi ujung-ujungnya elit-elit dan kader-kader partainya
justru berlomba-lomba mengumpulkan duit secara ilegal untuk kepentingan
pribadi.
Untuk
itulah, rakyat kini melihat sosok yang membumi, sosok yang merakyat, sosok yang
jujur, tidak berpura-pura, karena ia memang berasal dari kalangan bawah. Rakyat
kini mendambakan sosok pemimpin dan wakil rakyat yang melayani mereka, atau a
servant leader. Pemimpin yang melayani rakyatnya, bukan minta terus dilayani
rakyatnya. Seorang pemimpin yang berekad menyejahterakan rakyatnya, bukan
partai, kelompok, keluarga, tim sukses atau koleganya.
Indonesia
membutuhkan pemimpin yang petarung, pemimpin yang berjuang menegakkan
pilar-pilar bangsa. Seorang pemimpin yang tidak sekadar berwacana, berteori
dengan rencana yang indah-indah, tapi pemimpin yang tahu bagaimana
merealisasikan rencananya.
Di atas
semua itu, rakyat Indonesia kini mendambakan seorang pemimpin yang sekaligus
negarawan, yang mengutamakan kepentingan rumah besar Indonesia, bukan
kelompoknya, seorang pemimpin yang visioner, pandai, bermoral dan memegang
teguh prinsipnya. Dan sebagian besar masyarakat dan rakyat Indonesia melihat
apa yang mereka dampakan itu dalam sosok Jokowi. Rakyat ingin Jokowi menjadi
pemimpin, bukan Megawati!.
Bila kita
mengambil sosok Jokowi dan menempatkannya di partai lain, katakanlah di Golkar,
Demokrat, Hanura, Gerinda atau partai lain, maka masyarakat akan memilih
Jokowi. Prinsipnya, APAPUN PARTAINYA,JOKOWI PILIHANNYA!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar