Tampilkan postingan dengan label Megawati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Megawati. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 April 2014

Rakyat Indonesia Ingin Jokowi, Bukan Megawati!



Jokowi sedang blusukan di Jatim (courtesy foto Kompas)
Dalam seminggu terakhir, serangan terhadap Joko Widodo atau Jokowi, yang telah diajukan PDIP untuk menjadi calon Presiden dalam pemilihan Presiden mendatang, kian gencar. Salah satu serangan yang dilakukan bahwa Jokowi adalah ‘Capres boneka’. Benarkah demikian adanya?

Pertanyaan berikutnya, kemanakah Jokowi dalam beberapa hari? Spanduk Jokowi hanya sedikit saja yang terlihat di Ibu Kota. Iklan Jokowi pun tak ada. Yang ada adalah iklan Capres partai-partai lain yang menguasai dan gencar di televisi-televisi, yang notabene dimiliki dan atau berafiliasi dengan partai politik. Yang muncul ke permukaan adalah imej Megawati Soekarnoputri, sang ketua Partai Demokrasi Indoensia-Perjuangan (PDIP).

Gambar-gambar Jokowi di spanduk-spanduk lebih sedikit, dibanding gambar-gambar Megawati, yang dianggap sebagian pengamat sebagai sosok pemimpin yang tidak efektif. Ada kesan rakyat mulai khawatir bila Jokowi “tenggelam”, Indonesia bakal dipimpin oleh seorang sosok Capres lain, yang dapat membawa Indonesia ke situasi yang lebih buruk. Rupanya, belakangan Jokowi sedang blusukan ke berbagai daerah untuk menyapa rakyat. Jokowi perlu segera tampil kedepan, dan tidak menjadi bulan-bulanan dari serangan para lawan politiknya.

Di Hong Kong, para TKI rupanya mengidolakan Jokowi. Hanya sekitar 7,000 surat suara untuk pemilihan legislatif yang dicoblos, sisanya 100,000 tidak dicoblos. Sebagian besar urung mencoblos karena tak ada gambar Jokowi. Mereka lupa bahwa pemilihan pertama (9 April) adalah pemilihan untuk memilih anggota DPR (legislatif). Setelah itu, partai-partai yang lolos threshold akan mencalonkan calon Presiden. Rupanya mereka menunggu Pemilihan Presiden 9 Juli nanti.

Seorang warga Indonesia di sebuah negara Amerika Selatan membuat catatan di wall facebooknya. “Ini pertama kali saya coblos di luar negeri. Tapi tak ada gambar Jokowi, jadi males. Yang ada gambar-gambar wajah para calon DPR yang tidak saya kenal. Maka saya mencoba mendengar suara hati, dan menusuk sosok tertentu sambil berharap, bila beliau terpilih, dia akan menyuarakan suara saya, suara mayoritas warga yang memilih dia.”

Jokowi memang sosok fenomenal. Benarkah ia tokoh boneka? Jawabannya, “ya, Jokowi adalah bonekanya rakyat”. Jokowi bukan pula sang boneka yang dipeluk-peluk oleh seorang tokoh partai.

Masyarakat Indonesia kini sudah cerdas. Setelah beberapa kali pemilihan langsung setelah reformasi 1998, kali ini rakyat tidak ingin lagi salah pilih. Rakyat tidak ingin lagi memilih pemimpin yang doyan pencitraan, hanya memberi janji-janji manis, tapi gagal menyerap aspirasi dari akar rumput. Rakyat sudah muak memilik pemimpin dan elit-elit politik yang korup, yang gemar bagi-bagi kekuasaan dan kue APBN ke partai atau kelompok-kelompoknya.

Rakyat tidak ingin memilih partai yang mengklaim paling putih, paling bersih, paling jujur, paling amanah, paling Islami, tapi presiden atau ketua partainya, malah todong sana-todong sini, ngumpulin duit untuk menggelembungkan duit partai agar bisa mendanai pemilu berikutnya. Ujung-ujungnya bersemedi di hotel prodeo karena ketangkap basah oleh KPK.

Rakyat juga sudah belajar tidak lagi memilih partai-partai yang mengusung partai yang paling anti-korupsi, tapi ujung-ujungnya elit-elit dan kader-kader partainya justru berlomba-lomba mengumpulkan duit secara ilegal untuk kepentingan pribadi.

Untuk itulah, rakyat kini melihat sosok yang membumi, sosok yang merakyat, sosok yang jujur, tidak berpura-pura, karena ia memang berasal dari kalangan bawah. Rakyat kini mendambakan sosok pemimpin dan wakil rakyat yang melayani mereka, atau a servant leader. Pemimpin yang melayani rakyatnya, bukan minta terus dilayani rakyatnya. Seorang pemimpin yang berekad menyejahterakan rakyatnya, bukan partai, kelompok, keluarga, tim sukses atau koleganya.

Indonesia membutuhkan pemimpin yang petarung, pemimpin yang berjuang menegakkan pilar-pilar bangsa. Seorang pemimpin yang tidak sekadar berwacana, berteori dengan rencana yang indah-indah, tapi pemimpin yang tahu bagaimana merealisasikan rencananya.

Di atas semua itu, rakyat Indonesia kini mendambakan seorang pemimpin yang sekaligus negarawan, yang mengutamakan kepentingan rumah besar Indonesia, bukan kelompoknya, seorang pemimpin yang visioner, pandai, bermoral dan memegang teguh prinsipnya. Dan sebagian besar masyarakat dan rakyat Indonesia melihat apa yang mereka dampakan itu dalam sosok Jokowi. Rakyat ingin Jokowi menjadi pemimpin, bukan Megawati!.

Bila kita mengambil sosok Jokowi dan menempatkannya di partai lain, katakanlah di Golkar, Demokrat, Hanura, Gerinda atau partai lain, maka masyarakat akan memilih Jokowi. Prinsipnya, APAPUN PARTAINYA,JOKOWI PILIHANNYA!


Senin, 20 Januari 2014

Kritikan Politisi Demokrat Ruhut Sitompul Tak Goyahkan Popularitas Jokowi




Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama pebalap MotoGP, 
Jorge Lorenzo, bersiap gowes sepeda (17/1/2014). 
Sosok Joko Widodo atau Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, makin dicintai. Popularitasnya pun terus menanjak secara konsisten dalam setahun terakhir. Berbagai survei independen menunjukkan Jokowi tetap menjadi calon Presiden idaman publik. 

Survei Kompas terbaru menunjukkan bila Pemilihan Umum Presiden dilakukan hari ini, Jokowi akan terpilih menjadi Presiden. Survei tersebut juga menunjukkan pergeseran suara pada beberapa calon Presiden lain seperti Wiranto, Prabowo, Megawati Soekarnoputri, Aburizal Bakrie dan Jusuf Kalla. Ada yang naik, ada yang turun. Pergeseran akan terus terjadi jelang Pemilu nanti. Namun, hanya satu sosok yang tetap konsisten menanjak, yaitu Jokowi.

Popularitas Jokowi membuat partai-partai lain mencoba menjegal Jokowi. Berbagai kritikan dan hujatan dan black campaign dilakukan untuk menghantam sosok yang bersahaja ini. Namun, semakin dia dikritik, semakin dihujat, semakin kuat pula popularitas mantan Walikota Solo ini.

Salah satu sosok yang paling terbuka mengkritik dan menjegal Jokowi adalah salah satu juru bicara Parai Demokrat Ruhut Sitompul. Ia menantang Jokowi untuk berdebat publik, tapi tidak diladeni oleh Jokowi. "Saya nggak suka diskusi, nggak suka debat. Senangnya kerja sajalah. Kalau mau debat ya cari yang pintar saja, yang suka debat," kata Jokowi di Balaikota. 

Jokowi tetap tegar dan melakukan apa yang dia lakukan seperti biasa, melayani masyarakat. Ia jarang sekali berada di kantor. Kalaupun ke kantor, itu hanya untuk mengadakan rapat dengan bawahannya atau melakukan koordinasi. Selebihnya ia menghabiskan waktunya di luar kantor, mengunjungi waduk, sungai atau taman-taman, berdialog dengan masyarakat. Dengan cara itu, ia melihat dan merasakan langsung setiap persoalan yang dihadapi masyarakat ibu kota. Karena itu, walaupun persoalan silih berganti yang dihadapi warga, warga tetap merasa mempunyai pemimpin yang setia dan selalu berada di tengah-tengah masyarakat. Demikian juga ketika banjir yang melanda ibu kota. Jokowi hampir seluruh waktunya berada di luar kantor.

Berbagai kata-kata pedas dikeluarkan Ruhut Sitompul untuk menjegal laju Jokowi menjadi bakal calon Presiden Indonesia. Ketika banjir melanda beberapa wilayah Jakarta, Ruhut pun seolah-oleh mendapatkan momentum untuk kembali menyerang sosok Jokowi.

“Dia berjanji untuk mengatasi banjir, tapi apa yang terjadi?” ucap Ruhut seperti dikutip vivanews.com. Memang sulit karena ia hanya seorang pengusaha furniture, lanjut Ruhut. Pernyataan Ruhut ini seolah menganggap remeh para pengusaha mebel. Padahal pengusaha mebel adalah salah satu penyumbang devisa negara. Jutaan pengusaha mebel dan pengusaha kecil di Indonesia menjadi penopang ekonomi Indonesia saat ekonomi dihantam badai krisis tahun 1998.  

Pernyataan Ruhut Sitompul ini menunjukkan betapa tidak sensitifnya para elit Demokrat. Mereka tampak seperti ‘out of touch’ terhadap kehidupan nyata masyarakat. Pernyataan Ruhut yang mengkritisi para pembuat furniture juga menyinggung perasaan jutaan para pengusaha dan pekerja industri furniture di Tanah air yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia.  

Menurut data BPS, industri furniture pada 2012 memberikan kontribusi terhadap perolehan devisa negara sebesar US$2,6 miliar. Sekitar US$1,8 miliar disumbangkan oleh sektor furniture dan US$800 juta dari sektor kerajinan. Diperkirakan lima tahun kedepan ekspor mebel akan menyumbang US$5 miliar atau Rp50 triliun devisa negara.

Pada kesempatan lain, Ruhut mengatakan Jokowi ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Padahal yang tong kosong sebetulnya adalah Ruhut sendiri. Mendengar pernyataan politisi Demokirat ini, masyarakat umum hanya menggeleng kepala. Tak sepantasnya kata-kata itu keluar dari seorang wakil rakyat.

Boleh jadi Ruhut terus melancarkan ‘ocehan’ tidak berbobotnya lantaran Partai Demokrat terus dihantam badai. Berbagai kader Partai Demokrat terus menjadi penghuni ‘hotel prodeo’ (penjara) akibat terlibat kasus korupsi. Popularitas Partai Demokrat juga terus menurun. Popularitas para bakal calon Partai Presiden yang sedang mengikuti Konvensi Partai Demokrat pun masih rendah, termasuk Edhi Pramono yang disebut-sebut Ruhut Sitompul bakal mengalahkan Jokowi. 

Politisi Demokrat ini sebaiknya mengaca. Lebih baik dia memperbaiki internal partai daripada terus menghujamkan peluru ke Jokowi. Semakin dia ‘menembak’ Jokowi, semakin meningkat popularitas Jokowi. Walaupun Jokowi sebelumnya hanya seorang pengusaha furniture, fakta membuktikan bahwa sosok mantan Walikota Solo ini kian diperhitungkan publik untuk menjadi “the next Mr President Indonesia”. (*)