Tampilkan postingan dengan label DKI Jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DKI Jakarta. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Maret 2015

Heboh, Keangkuhan Polisi Memarahi Sopir Transjakarta

polisi memarahi sopir Transjakarta
Keangkuhan polisi kali ini memang sudah keterlaluan! PT TransJakarta (TransJ) sudah menyatakan bahwa mereka akan melaporkan insiden Polantas yang memarahi sopir bus TransJ karena menyerempet pengendara motor di jalur busway. Selain itu, TransJ juga sudah berencana akan mengajukan permohonan revisi UU Lalu Lintas ke DPR setelah sebelumnya berkoordinasi ke Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok).

Dari hasil konsultasi mereka kepada Bapak Gubernur adalah mereka diminta mengusulkan revisi Undang-Undang Lalu Lintas ke DPR. TransJ akan segera menindaklanjuti hal tersebut dengan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan DPR-RI. Demikian yang disampaikan oleh Direktur Utama PT TransJ ANS Kosasih.

Akan sangat baik apabila secara nasional, untuk jalur-jalur khusus yang didedikasikan eksklusif untuk angkutan umum tertentu, ditekankan bahwa peruntukannya hanya bagi angkutan umum tersebut. Hal itu akan sangat membantu dalam proses penegakan hukum oleh aparat.

Kosasih juga memberikan contoh bagaimana mobil, motor, bahkan pejalan kaki yang tertabrak oleh kereta api, maka masinis kereta tidak akan dipersalahkan. Namun kesalahan justru akan diletakkan pada pengemudi atau orang yang melintasi jalur khusus kereta api.

Cita-citanya apabila bisa diterapkan maka hal itu akan membuat lalu-lintas di Indonesia, khususnya DKI Jakarta akan menjadi semakin tertib.

Usai melakukan pemeriksaan, Kosasih menyebut sopirnya yang dimarahi oleh Brigadir M tak jadi ditilang. Meski begitu TransJ mengaku akan melaporkan kejadian tersebut. Kosasih juga akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Setelah ada koordinasi dengan Polda Metro Jaya, diharapkan di masa depan koordinasi dengan aparat penegak hukum, khususnya polisi akan lebih baik.


Memang budaya bangsa ini perlu diubah. Namanya saja busway, jalur khusus bus, tapi tetap masih ada saja yang lewat selain bus. Polisi juga seharusnya tidak mendukung kesalahan yang dilakukan oleh orang yang melanggar ketentuan tersebut. Marah-marahnya juga tidak perlu lebay seperti itu yang tujuannya hanya untuk mempermalukan sang sopir.

Senin, 23 Maret 2015

Anggota DPRD itu Tai, Menurut Ahok

Ahok
Lagi-lagi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bikin heboh karena melontarkan kata-kata kasar pada saat wawancara live di televisi. Dia memang sudah dikenal sebagai figur kepala daerah yang‎ ceplas ceplos bahkan kerap mengeluarkan kata-kata makian seperti 'bajingan', 'brengsek', 'kurang ajar'. Ia pun sudah menerima kritikan dari banyak pihak terkait ucapannya.

Wawancara yang dipandu presenter Aiman Witjaksono itu terkait kisruh anggaran APBD DKI. Ahok berulang kali menyebut kata 'tai' untuk menggambarkan kelakuan para anggota DPRD DKI.

Berikut ini adalah potongan wawancara Ahok tersebut:

Aiman: Ada anggaran siluman Rp12,7 triliun yang mau dimasukan dalam APBD? Bagaimana menurut Anda?

Ahok: (DPRD mau) Mau beli tanah, mau beli alat berat, mau beli truk sampah, itu dimasukkan

Aiman: Itu yang anda dibilang suap?

Ahok: Ya, gua bilang itu nggak guna. Ganti sama ups-ups, itu nggak guna bos.

Ahok: Kita sudah punya nih (peralatan yang dianggarkan). Lu jangan buat ini dong, eh dibalikin ini yang buat suap, sialan gak tuh.

Ahok: Makanya gua bilang, panggil gua ke angket. Biar gua jelasin semua. Biar gua bukain tai-tai semua dia seperti apa.

Aiman: Pak Ahok, kita sedang live nih pak.

Ahok: Gak apa-apa, biar orang tau emang tai. Gua bilang tai itu apa, kotoran, ya silahkan.

Aiman: Mungkin bisa lebih diperhalus Pak Gubernur DKI Jakarta, dengan segala hormat.

Ahok: Kalau gua mau ngomong tai, terus mau apa. Wawancara live gua, ya resikonya gitu. KompasTV jangan pernah wawancara gua live kalau gak suka kata gua tai segala macam. Itu bodohnya anda mau live, lain kali rekaman aja biar bisa anda potong.


Kehebohan tersebut mengakibatkan dia ditegur langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Ahok langsung menyampaikan permintaan maaf untuk ucapannya tersebut. "Saya minta maaf, Pak. Saya pikir pakai bahasa toilet itu sudah halus, Pak," ujarnya menirukan pembicaraan dengan JK.

Menurut Ahok, JK menilai dirinya bisa melampaui Gubernur DKI Ali Sadikin yang juga terkena sangat keras. Caranya yakni dengan mengutamakan pembangunan Jakarta dan kesejahteraan warga.

Beginilah bangsa yang lebih mengutamakan kesopanan, padahal munafik. Para anggota DPRD kurang ajar itu memang patut diberi segala jenis umpatan yang ada, termasuk kebun binatang dan segala isinya. Para koruptor kalap itu memang harus diberi pelajaran.

Rakyat akan berada di belakang Ahok yang dengan lantangnya melawan para koruptor!


Jumat, 21 Februari 2014

Jokowi dan Risma, Inikah Pemimpin Indonesia Masa Depan?

Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta
Risma, Walikota Surabaya
Setiap zaman ada orangnya, dan setiap orang ada zamannya, kata seorang kawan. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa setiap zaman akan lahir tokoh atau figur-figur tertentu yang mungkin tidak dibayangkan orang sebelumnya. Pada zaman kemerdekaan, lahir pemuda-pemuda penggerak, melawan penindasan penjajah. Banyak tokoh dan pahlawan yang muncul yang kemudian kita kenang sebagai pahlawan kemerdekaan. Salah satu tokoh yang muncul pada zaman Indonesia memproklamirkan kemerdekaan adalah Soekarno atau lebih tepat dwi-tunggal Soekarno-Hatta.

Ketika terjadi transisi pemerintahan tahun 1966, muncul juga tokoh-tokoh pembaharu. Demikian juga saat reformasi tahun 1997-1998, muncul figur-figur baru yang membawa perubahan. Demikian juga yang terjadi saat ini. Jelang pemilihan umum 2014, publik mulai mereka-reka, apakah akan ada muncul figur atau tokoh baru yang akan memimpin Indonesia? Ataukah Indonesia masih akan dipimpin oleh tokoh-tokoh lama? atau tokoh lama yang telah mentransformasi diri menjadi sosok baru atau sosok pembaharu? Ataukah masih akan tetap wajah dan watak lama?

Terlepas dari siapa yang bakal mempimpin Indonesia nanti, Indonesia rupanya tak pernah kehabisan tokoh atau figur-figur pembaharu yang muncul di zamannya. Pernahkah kita bayangkan 3-4 tahun lalu, publik akan mengenal sosok seperti Joko Widodo, mantan Walikota Solo, yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta? Atau pernahkah kita bayangkan sebelumnya, seorang tokoh baru dalam rupa Tri Rismaharin, Walikota Surabaya yang kini menjadi sorotan publik?

Bu Risma, demikian orang Suroboyo memanggilnya, atau lengkapnya Ir. Tri Rismaharini, M.T. merupakan anak kandung kota Surabaya, Jawa Timur. Ia lahir 20 Oktober 1961 (52 tahun). Ia menjadi Wali Kota Surabaya sejak 28 September 2010. Risma merupakan wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya.

Insinyur lulusan Arsitektur dan paskasarjana Manajemen Pembangunan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember ini juga tercatat sebagai wanita pertama di Indonesia yang dipilih langsung menjadi walikota melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi di Indonesa paska Refromasi 98. Risma diusung oleh partai PDI-P dan memenangi pilkada. Risma dan wakilnya dilantik 28 September 2010.

PDI Perjuangan beruntung memiliki dua tokoh baru-- Jokowi dan Risma yang menyedot perhatian publik. Kedua sosok ini berkontribusi besar dalam mendongkrak elektabilitas PDI Perjuangan belakangan ini. Masyarakat menyukai kedua sosok. Keduanya memiliki kesamaan.

Mereka tidak suka duduk lama-lama di kantor, tapi lebih suka blusukan atau langsung terjun ke lapangan. Keduanya tak suka hanya menerima laporan asal bapak senang (ABS) seperti yang biasa kita jumpai pada kebanyakan pemimpin-pemimpin Indonesia. Mereka lebih suka melihat atau mengecek langsung permasalahan di lapangan. Keduanya tak suka protokel-protoler yang resmi yang terkadang mengungkung seorang pemimpin.

Rupanya tidak semua orang suka dengan kemunculan dua tokoh ini. Berbagai upaya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan mereka, seperti penyadapan, isu-isu miring, dll. Sosok keduanya yang mencuat ke publik seperti meteor, membuat pihak-pihak tertentu seperti tak rela. Di internal partai PDIP sendiri, ada ketidaknyamanan pada petinggi-petinggi partai. Ada yang merasa partailah yang melahirkan kedua sosok ini. Namun, di kacamata publik Jokowi-Risma lah yang mendongkrak elektabilitas partai, bukan partai yang mempopulerkan keduanya.

Kedua tokoh ini sepertinya memporak-porandakan persepsi publik tentang seorang pemimpin. Dulu, seorang pemimpin harus berada di singgasana, seperti tak terjangkau oleh rakyat. Ia dipagari oleh orang-orang di sekitarnya yang mem-filter setiap informasi yang masuk dan keluar. Tapi terkadang orang-orang di sekeliling pemimpin terkadang memanfaatkan pemimpin untuk kepentingan dia sendiri. Terkadang akhirnya, orang-orang dekat itu yang menjatuhkan pemimpin tersebut.

Berbeda dengan tokoh baru seperti Jokowi dan Risma, mereka mendobrak pakem pemimpin seperti itu. Mereka tipe pemimpin yang lebih senang untuk terjun langsung (hands-on).

Namun, tidak semua orang menyukai pemimpin seperti ini. Terkadang, mereka juga dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya. Boleh jadi ada pihak-pihak tertentu yang tidak mau berubah dan tetap melanjutkan praktek-praktek lama, seperti korupsi tender, menyalahgunakan kekuasaan, dsbnya. Contoh nyata adalah, soal tender atau pengadaan bus Trans Jakarta yang didatangkan dari China. Belakangan muncul dugaan, pengadaan proyek tersebut telah di-mark-up dan dapat merugikan negara. Jokowi dan Ahok berang.

Demikian juga dengan Risma, perubahan-perubahan yang dilakukannya di Surabaya, mulai dari hal-hal kecil seperti soal pertamanan, kebun binatang, dan perubahan pelayanan publik mendapatan penolakan dari berbagai pihak yang merasa tidak nyaman dengan perubahan tersebut. Sehingga muncul isu Risma mau mundur, yang menarik simpati publik dan meminta dia untuk tidak mundur. Sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun dikhabarkan meminta Risma untuk tidak mundur.

Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya. Apakah saat ini, merupakan eranya Jokowi-Risma? Atau paling tidak simbol tokoh yang membumi? (*)