Hartati Murdaya |
Hukuman penjara terpidana Siti Hartati Murdaya seharusnya
berakhir pada Mei 2015. Namun baru-baru ini ia memperoleh pembebasan bersyarat
dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Menteri Hukum dan
HAM, Amir Syamsuddin, mengatakan bahwa meski kini bebas berkeliaran di luar sel
tahanan, Hartati tetap berkewajiban untuk memenuhi beberapa persyaratan.
"Seseorang yang berstatus bebas bersyarat itu
berkewajiban melapor, mengikuti pembinaan, dan dia tidak boleh meninggalkan
Indonesia selama jangka waktu yang ditentukan," jelas Amir.
Menurut Amir, Hartati mendapatkan tambahan ekspirasi di
dalam masa percobaan satu tahun. Artinya, di luar masa hukuman penjara selama
setahun Hartati dilarang ke luar negeri, kecuali melaksanakan ibadah atau
alasan kesehatan. Meskipun demikian, Amir menambahkan bahwa alasan kesehatan hampir
tidak pernah diberikan. "Jadi, pembebasan bersyarat itu bukannya bebas,
namun dia masih dalam masa percobaan (selama satu tahun)," ujarnya.
Amir mengatakan bahwa keputusan itu telah berjalan sesuai
mekanisme yang berlaku, yakni PP Nomor 99 Tahun 2012. Amir juga menegaskan
bahwa ia hanya melakukan penyesuaian dengan aturan yang ada dan bukanlah dalam
rangka pembelaan.
Pengacara Hartati, Dodi mengatakan bahwa setiap bulan
kliennya akan menjalani wajib lapor ke Bapas Salemba. "Pada 6 Oktober
klien saya akan kembali melakukan wajib lapor," ujarnya.
Seperti yang sudah diketahui, pembebasan bersyarat Hartati tersebut
memang sangatlah kontroversial dan menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
KPK menilai pembebasan bersyarat Hartati itu sangat mencederai semangat
pemberantasan korupsi. Bahkan salah satu terpidana korupsi pun, Nunun Nurbaeti,
protes dengan mengirim surat terbuka kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan Joko Widodo. Dia merasa bahwa dia telah didiskriminasi. "Saya ingin
memberikan masukan pada Presiden SBY serta pembantunya dan Presiden terpilih
Jokowi, bahwa kenyataannya diskriminasi maupun perbedaan penerapan hukum di
negara ini masih terjadi," ungkap Nunun.
Sebelumnya, Hartati terbukti bersalah melakukan penyuapan
terkait pengurusan lahan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Ia divonis 2 tahun
8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai bahwa
persetujuan pemberian uang sebesar Rp3 miliar untuk Bupati Buol Amran Abdullah
Batalipu terkait pengurusan Hak Guna Usaha lahan perkebunan sawit di Kabupaten
Buol.
Padahal vonis Hartati sudah lebih ringan dibandingkan
tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menuntut Hartati lima tahun penjara dan
membayar denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sungguh sangat disayangkan keputusan Kemenkum
HAM tersebut. Sudah vonis Hartati lebih ringan dari yang dituntut, eh malah
sekarang dibebaskan bersyarat pula. Seharusnya tiada maaf bagi para koruptor
untuk membuat efek jera yang lebih nyata. Kalau lembek begini, budaya korupsi
Indonesia sampai kapan pun tidak akan hilang.