Tampilkan postingan dengan label Total E&P Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Total E&P Indonesia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Juli 2013

Menteri ESDM Jero Wacik dalam Pusaran Berita

By Irfan Toleng

Beberapa pejabat Indonesia terkadang membuat pernyataan blunder yang memancing protes dari masyarakat. Salah satu pejabat yang masuk kategori ini adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Indonesia atau ESDM (Indonesian Oil and Gas Minister) Jero Wacik. Boleh jadi Menteri Jero Wacik membuat pernyataan menyesatkan setelah mendapat tekanan hebat mulai dari kontroversi kenaikan harga BBM bersubsidi, pro-kontra perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh Total dan Inpex sebagai partnernya maupun kisruh internal Partai Demokrat.

Menteri ESDM Jero Wacik
Menteri Jero Wacik membuat blunder dengan menyebut media online seperti ‘surat kaleng’ karena sering membuat berita dengan narasumber tidak valid.

“Media online itu bikin berita ngga jelas, sumbernya ngga jelas. Kalau media cetak kan jelas, kalau ada apa-apa bisa dikritik, ketahuan penulisnya, bisa ditelepon. Kita ini harus cerdaslah, jangan bikin berita yang enggak jelas,” uja Jero Wacik Jumat 17 Juli 2013 seperti yang dikutip Tribunnews.com (12/7/2013).

Kontan saja, pernyataan Menteri ini ditentang habis-habisan oleh awak media online dan pengamat media. Reaksi awak media terlihat dari pemberitaan yang ramai memuat komentar Jero Wacik sekaligus memuat serangan balik terhadap Menteri ESDM asal Partai Demokrat ini. Pemberitaan di media-media sosial dan milis-milis pun ramai memperbincangkan komentar Menteri Jero Wacik. Sebagian bahkan menggunakan kata-kata tak etis.

Menteri Jero Wacik dilukiskan sebagai menteri yang tak paham media. Menteri yang tak paham dengan tugasnya. Sebetulnya, bukan kali ini saja Menteri Jero Wacik mendapat kritikan dari media. Sebelumnya, dia juga membuat komentar yang melecehkan pekerja media.

Dulu Menteri Jero juga pernah mengatakan, ‘wartawan diajak makan siang saja biar nggak buat berita macam-macam.” Pernyataan tersebut juga langsung mendapat reaksi negative dari masyarakat.

Ikatan Wartawan Online (IWO) pun mengancam melaporkan Menteri ESDM ke Mabes Polri menyusul pernyataannya yang menyebut media online seperti surat kaleng. Ketua Umum Pengurus Pusat IWO, Kresna Budhi Chandra menyesalkan pernyataan ‘sesat’ Jero Wacik. Tidak pantas pernyataan blunder seperti itu keluar dari mulut seroang Menteri.

Suka atau tidak suka, saat informasi dan berita saat ini bergerak cepat, setelah munculnya berita online. Sumber berita dan penerima berita atau pembaca berita diuntungkan dengan berita yang bergerak cepat. Berkat adanya online, letusan gunung api Merapi atau gempa di Jawa Tengah dapat diketahui publik dengan sangat cepat.

Pernyataan atau pengumuman yang dikeluarkan pemerintah, katakanlah, soal kenaikan harga BBM bersubsidi dapat langsung diketahui masyarakat saat itu juga, tanpa harus menunggu berita cetakan keesokan harinya.

Menteri Jero memang kemudian meminta maaf secara terbuka kepada industri media. Dia mengklarifikasi bahwa yang dia maksudkan sebagai surat kaleng itu adalah komentar-komentar pembaca di akhir berita, yang menurut dia sulit diidentifikasi. Permintaan maafnya pun dimaklumi oleh pelaku industri media dan meminta Menteri Jero untuk lembih memahami industri media. Tetapi permintaan maaf selalu datang terlambat. The damage has been done.

Dalam beberapa bulan belakangan, Menteri ESDM ini memang sering menjadi pusat atau narasumber berita. Mulai dari isu harga BBM bersubsidi, perpanjangan kontrak Blok Mahakam, kritik pelaku industri berbagai kebijakan pemerintah seperti larangan mengekspor bahan mineral mentah, dsbnya.

Di kalangan industri migas, Menteri ESDM Jero Wacik terkadang dikritik karena lamban dalam mengambil keputusan dan tidak memahami industri migas. Saat dipilih jadi menteri ESDM, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikritik karena memilih menteri ESDM yang bukan berasal dari industri migas, sehingga kemampuannya untuk mengambil keputusan diragukan. Saat itu, pelaku industri merasa terbantu karena wakil menteri (Wamen) saat itu (yang sudah almarhum) merupakan orang Migas.

Apa yang dikeluhkan atau yang diinginkan oleh pelaku industri migas dapat cepat dipahami oleh Wamen. Nah, Menteri Jero saat itu sangat terbantu dengan kehadiran sang Wamen, sehingga kekurangan pengalaman dan pengetahuan dia tentang industri ESDM dilengkapi oleh kehadiran sang Wamen. Menteri tahu beres, tinggal ketok palu.

Salah satu contoh adalah lambannya pemerintah dalam membuat keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi. Menteri ESDM dan pemerintah membiarkan perdebatan terkait kenaikan harga BBM bersubsidi berlarut-larut. Toh, akhirnya pemerintah memutuskan harga BBM bersubsidi pun naik. Kenaikan harga BBM dikritik publik karena tidak tepat –jelang lebaran dan saat keluarga-keluarga membutuhkan biaya besar untuk biaya sekolah anak-anak mereka.

Contoh lain adalah lambannya Menteri ESDM dalam memutuskan kontraktor atau operator (KKKS) Blok Mahakam yang saat ini dikelola oleh Total EP Indonesie (sebagai operator) bersama perusahaan minyak raksasa asal Jepang Inpex (sebagai silent operator/partner).

SKK Migas sendiri mengakui keputusan perpanjangan atau tidak atas pengelolaan blok Mahakam sudah seharusnya dilakukan tahun lalu 2012. Yang terjadi, Menteri ESDM bersama pemerintah membiarkan perdebatan berkepanjangan mengenai operator blok Mahakam setelah kontrak Total dan Inpex berakhir 2017.

Siapapun yang bergerak di industri migas tahu investasi di proyek-proyek migas itu bersifat jangka panjang. Investasi saat ini baru akan kelihatan hasilnya paling cepat 5 tahun. Saat ini operator Blok Mahakam sedang menyelesaikan pengembangan beberapa lapangan migas dalam Blok Mahakam, yang sudah dimulai beberapa tahun silam dan baru selesai dalam 1-2 tahun mendatang. Tujuannya agar produksi blok tersebut tidak menurun.

Nah, agar produksi pasca 2017 tidak menurun drastis, maka pengembangan lapangan baru atau sumur-sumur baru yang menelan biaya ratusan juta dolar hingga miliaran dolar sudah harus dimulai saat ini. Karena itu, bisa dimengerti mengapa pelaku industri migas dan operator berharap pemerintah segera membuat keputusan terkait operatorship blok Mahakam.

Dikhwatirkan bila menunggu hasil pemilu 2014, bisa jadi keputusan bakal ditunda lagi karena pemerintah baru belum tentu langsung tancap gas. Pemerintah baru kemungkinan membuat perencaan dulu, membuat kebijakan dulu dan boleh jadi keputusan perpanjangan atau tidak diperpanjang atau melalui skema khusus, baru bisa diputuskan tahun 2015 atau 2016. Artinya, keputusan hanya setahun atau dua tahun sebelum kontrak berakhir. Bila ini terjadi, maka patut disesalkan karena waktu terlalu mepet bagi operator lama atau operator baru. (*)