Aksi Tolak Hukuman Mati Mary Jane |
"Komnas Perempuan menengarai ada proses perdagangan
manusia dalam kasus Mary Jane yang menempatkannya sebagai korban," ujar
Ketua Komnas Perempuan Azriana.
Kesimpulan itu didapat setelah Komnas Perempuan menerima
pengaduan dari Woman Crisis Centre Suara Nurani Perempuan Yabinkas terkait
putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung yang memutuskan pidana hukuman mati
bagi Mary Jane. Dari pengaduan tersebut, kata Azriana, diketahui Mary Jane
adalah pekerja migran asal Filipina. Sejak usia 14 tahun, Mary Jane bekerja
sebagai pekerja rumah tangga dan pada 2009 bekerja sebagai PRT di Dubai.
Dengan alasan ingin mengubah ekonomi lebih baik, Mary Jane
menerima tawaran temannya untuk bekerja secara ilegal di Malaysia. Setelah tiba
di Malaysia, dia diberitahukan secara tiba-tiba tawaran bekerjanya berubah ke
Yogyakarta.
"Seluruh perjalanan Mary Jane termasuk perintah untuk
menuju Yogyakarta serta barang-barang yang akan dibawanya telah diatur dan
dipersiapkan oleh temannya tanpa dikletahui Mary Jane," tegas Azriana.
Tiba di Yogyakarta pada 25 April 2010, Mary Jane ditangkap
di Bandara Adi Sucipto karena membawa narkotika. Dia dipidana mati karena
membawa heroin seberat 2,6 kilogram. Mary Jane menjadi satu dari sembilan
terpidana mati yang akan segera dieksekusi dalam waktu dekat karena permohonan
grasinya ditolak Presiden Jokowi.
Melihat kasus yang dialami Mary Jane, Komnas Perempuan
rekomendasikan agar pemerintah menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane sampai
ada putusan berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana perdagangan orang dimana
Mary Jane menjadi korbannya.
"Selama masa penundaan agar dilakukan evaluasi sistem
investigasi, penyelidikan, penuntutan, dan penghukuman terhadap kerentanan
korban perdagangan orang yang dimanfaatkan menjadi kurir narkoba sebagaimana
dialami Mary Jane dan pekerja migran Indonesia lainnya yang ada di Malaysia dan
negara laian," tegas Azriana.
Semua mata sedang tertuju kepada Jokowi. Sudah bukan rahasia
lagi kalau sistem peradilan di Indonesia sangat bobrok. Jokowi malah berani
dengan seenaknya menolak grasi korban dan bukannya dipelajari satu per satu.
Jokowi bermain dengan nyawa, padahal nyawa itu tidak akan bisa kembali lagi
seandainya suatu saat ditemukan bahwa Mary Jane tidak bersalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar