Pollycarpus dibebaskan |
Tamparan pertama bagi pemerintahan Jokowi adalah kecaman
dari berbagai pihak mengenai bebasnya pembunuh aktivis Hak Asasi Manusia (HAM)
terkenal yakni Munir. Jokowi dinilai minim program dalam penegakan HAM di
Indonesia.
Menanggapi berbagai kecaman tersebut, Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Yasonna H Laolly mengaku siap dipanggil oleh DPR terkait
pembebasan bersyarat terhadap pembunuh Munir tersebut, Pollycarpus Budihari
Prijanto. Yassona tidak khawatir atas pemanggilan tersebut.
"Siap saja. Asal ada waktu pasti datang," ucap
Yassona.
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Wakil Ketua Komisi
III Benny K Harman mengatakan bahwa DPR akan memanggil pemerintah terkait
pembebasan bersyarat yang diterima Pollycarpus. Pemerintah dinilai harus
menjelaskan alasan pemberian bebas bersyarat tersebut.
"Jelas sekali kita akan meminta keterangan pemerintah.
Apa alasan Presiden dan Menkumham memberikan fasilitas itu kepada napi yang
selama ini menjadi sorotan publik," ujar Benny.
Kebijakan pemerintah yang memberikan pembebasan bersyarat
kepada pembunuh Munir tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rasa
keadilan. Namun, DPR tidak memiliki hak untuk ikut mengintervensi keputusan
tersebut.
Namun demikian, DPR masih memiliki wewenang untuk mengawasi
dan mengetahui alasan dikeluarkannya keputusan tersebut.
Pollycarpus menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani
8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya. Meski demikian, Pollycarpus tetap harus
menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Bandung satu bulan sekali.
Selain wajib lapor, Pollycarpus juga harus mematuhi semua
aturan, termasuk tidak boleh pergi ke luar negeri.
Banyak pihak yang menyayangkan keputusan tersebut. Salah satunya
Direktur Program Imparsial, Al Araf. "Ada tangan politik yang bekerja
untuk mempercepat proses pembebasan bersyarat Pollycarpus. Tentu ada power di
balik itu, terlihat sejak diberikannya remisi," ujar Al Araf.
Pembebasan bersyarat, dia menambahkan, seharusnya tidak
hanya ditimbang hanya dari segi normatif undang-undang semata. Ada hal lain
yang juga patut menjadi pertimbangan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat atau
juga remisi kepada para narapidana atau warga binaan.
"Polly tidak ada itikad baik membantu pemerintah
membongkar kasus pembunuhan Munir, atau paling tidak dia mengakui
kesalahannya," kata Al Araf.
Pemerintah didesak untuk mencabut PB yang telah dikeluarkan
tersebut. Langkah itu, kata Al, bukan merupakan bentuk intervensi. Justru,
dengan langkah tersebut menunjukan pemerintah memiliki niatan baik untuk
menuntaskan persoalan HAM yang selama ini tidak kunjung terselesaikan.
Belum 100 hari Jokowi, udah ada rapor merah nih. Rapor merah
tersebut pastinya tidak hanya datang dari lokal namun juga dari mata
internasional. Ayo jokowi, buktikan bahwa engkau jauh lebih baik dari ini!
Cabut PB tersebut!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar