Tampilkan postingan dengan label Energi Mega Persada. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Energi Mega Persada. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 September 2013

Kontrak Blok Mahakam & Blok Masela setelah Kunjungan CEO Inpex


Maket FLNG, Lapangan Abadi, Blok Masela
Inpex Corporation, perusahaan minyak dan gas bumi raksasa asal Jepang, rupanya memilih low profile. Publik tidak banyak mengetahui investasi dan aktivitas bisnisnya di Indonesia. Apakah portfolio bisnisnya di Indonesia relatif kecil dibanding skala bisnis Inpex di negara-negara lain? Boleh jadi ya. Namun, fakta berbicara bahwa Inpex memiliki invetasi yang cukup signifikan di Indonesia untuk ukuran Indonesia. Inpex memiliki dua proyek raksasa di Indonesia yakni Blok Mahakam yang sudah berproduksi selama 40 tahun terakhir dan satu lagi Blok Masela yang baru pada tahap pengembangan atau persiapan produksi. 


DI Blok Mahakam, Inpex berpartner dengan Total E&P Indonesie, perusahaan migas besar asal Perancis dengan memegang hak kepesertaan (partisipating interest/PI) sebesar 40% dan Total E&P Indonesie 60%. Total bertindak sebagai operator Blok Mahakam sementara Inpex berfungsi sebagai mitra non-operator. Sebagai mitra non-operator, tidak heran bila sejauh ini Inpex terkesan berada di balik layar, sementara Total E&P Indonesia yang lebih banyak tampil di media atau publik. Hal ini masuk akal karena sebagai operator, Total bertanggungjawab atas keberlangsungan operasional blok tersebut.


Kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh Total E&P Indonesie yang bermitra dengan Inpex akan berakhir 2017. Kedua perusahaan tersebut telah mengajukan perpanjangan ke pemerintah Indonesia. CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan kembali keinginan perusahaan Jepang itu untuk memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam maupun Blok Masela.

Pemerintah saat ini masih mengevaluasi permintaan kedua perusahaan itu. Seperti yang dikatakan oleh Menteri ESDM Jero Wacik, pemerintah Indonesia sedang melakukan evaluasi permintaan operator Blok Mahakam. Tentu publik berharap agar pemerintah segera membuat keputusan karena investasi di migas bersifat jangka panjang. Bila ditunda tahun depan, mungkin akan lebih ruwet lagi dan bisa tertunda lagi karena pemerintah fokus pada agenda Pemilu. Karena itu, tahun ini merupakan tahun yang tepat untuk membuat keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017.


Isu perpanjangan operatorship Blok Mahakam telah memancing pro dan kontra dengan argumen masing-masing. Pemerintah sendiri seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri ESDM beberapa waktu lalu, mengirimkan sinyal bahwa kehadiran Total EP di blok Mahakam masih diperlukan. Alasan yang mengemuka adalah bahwa kondisi Blok Mahakam sangat kompleks. Dibutuhkan investasi yang lebih besar lagi dan teknologi tinggi untuk memastikan blok tersebut terus beroperasi dan berproduksi. Mengoperasikan Blok Mahakam tidak sama dengan mengoperasikan blok migas lainnya karena itu setiap risiko harus dipertimbangkan.


Apakah pemerintah memperpanjang, tidak memperpanjang atau membuat skema baru dengan melibatkan operator yang sekarang dan pemain baru? Kita tunggu saja. Publik berharap agar pemerintah membuat keputusan yang bijak dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok atau orang-per orang.


Berbeda dengan Blok Mahakam, Blok Masela merupakan blok gas alam raksasa, yang belum berproduksi. Sebelumnya, Inpex memegang hak kepesertaan (PI) sebesar 90% dan sisanya 10% dimiliki oleh PT Energi Mega Persada Tbk, anak perusahaan grup Bakrie. Namun, beberapa waktu lalu Energi Mega menjual 10% PI di blok tersebut ke Inpex. Kini Inpex menggandeng Shell, perusahaan migas asal Belanda untuk mengembangkan Blok Masela. Shell sendiri sedang mengerjakan proyek floating LNG (FLNG) raksasa di Australia. Pemda Maluku sedang berjuang untuk mendapatkan participating inerest 10% .

Awalnya, lapangan Abadi, Blok Masela, diperkirakan akan mulai berproduksi tahun 2017, sehingga dapat menjadi negara pertama yang memproduksi gas melalui skema FLNG. Namun, rencana tersebut rupanya meleset. Saat ini baru pengembangan blok Masela baru memasuki tahapan design engineering. Setelah itu, akan dilanjutkan ke tahap konstruksi. Bila berjalan sesuai rencana, maka lapangan Abadi di Blok Masela baru mulai berproduksi sekitar tahun 2018-2019.


Persoalannya, kontrak Inpex mengelola Blok tersebut akan berakhir 2028. Artinya, Inpex dan mitranya hanya punya waktu 10 tahun untuk mengembangkan proyek raksasa tersebut. Kondisi ini yang membuat CEO dan management Inpex “galau hati”. Alasannya, waktu pengembalian investasi tidak cukup 10 tahun untuk sebuah proyek dengan skala besar seperti Blok Masela. Karena itu bisa dipahami bila kemudian Inpex mengajukan perpanjangan, bahkan sebelum proyek tersebut beroperasi. Perusahaan itu tampaknya membutuhkan kepastian dan dukungan dari pemerintah terhadap rencana investasi jangka panjangnya di Indonesia.


Sisi positifnya, CEO Inpex dalam pertemuannya dengan Presiden menyampaikan komitmen jangka panjangnya berinvestasi di Indonesia. Ini melegakan apalagi kondisi ekonomi dunia dan Indonesia saat ini sedang terguncang. Ekonomi dunia melemah, ekspor Indonesia tertekan dan mata uang rupiah melemah terhadap dolar AS, sementara utang membengkak di atas pembukuan akibat melemahnya rupiah. Di saat Indonesia sedang giat-giatnya berupaya untuk meyakinkan investor untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya migas, Inpex maupun mitranya Total E&P Indonesie, menyampaikan komitmennya. Ini merupakan ‘bonus’ bagi pemerintah.


Bola sekarang ada di tangan pemerintah. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah memainkan bola tersebut. Tentu tujuannya mencetak “goal”, yakni kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Apapun keputusan pemerintah terkait hak operatorship Blok Mahakam nantinya dan perpanjangan Blok Masela, keputusan tersebut harus mengedepankan kepentingan negara dan bangsa, bukan kepentingan kelompok. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak sejelah melakukan evaluasi menyeluruh dan mendalam dengan mempertimbangkan segala aspek teknis, non-teknis dan risiko. (*)