Tampilkan postingan dengan label investasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label investasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 April 2015

Jepang Sasar Investasi Infrastruktur Indonesia

Bambang Brodjonegoro
Tidak percuma Jokowi menghabiskan waktu yang cukup lama di Jepang beberapa minggu lalu. Hasilnya luar biasa besar bagi Indonesia. Pemerintah Jepang sudah menyatakan komitmentnya untuk menyasar investasi pada proyek infrastruktur pembangkit listrik batubara di Indonesia.

"Pemerintahnya (Jepang) sudah menegaskan bahwa mereka tetap mendukung pembangkit listrik batubara," terang Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Ditambahkannya pula bahwa pihak Jepang pula bisa meyakinkan bahwa pembangkit listrik tenaga batubara tersebut merupakan teknologi ramah lingkungan.

Oleh karena itu pemerintah optimistis bahwa arus investasi dari Jepang makin lancar apalagi pemerintah rencananya akan menerbitkan Samurai Bond, obligasi dengan mata uang Yen yang diharapkan bisa menguntungkan pemerintah dalam hal finansial.

"Sifatnya clean technology atau yang sudah ramah lingkungan," ujarnya.

Samurai Bond sendiri terakhir diterbitkan pada tahun 2012. Obligasi ini diharapkan bisa meningkatkan minat para investor khususnya dari Jepang dan mempermudah masuknya arus investasi.

"Kami optimistis transaksi yang dilakukan adalah transaksi yang menguntungkan buat pemerintah dalam konteks financing," terangnya.

Ia mengatakan, Indonesia di mata Jepang merupakan negara peringkat pertama dalam segi potensi investasi.

Bambang mengatakan, saat ini tugas pemerintah merealisasikan minat investasi itu untuk dapat segera membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jepang masuk dalam lima besar negara dengan investasi terbanyak di Indonesia sejak 2010. Bahkan, Jepang merupakan negara dengan investasi terbesar di Indonesia senilai US$ 4,7 miliar pada 2013. Sementara itu, investasi Jepang di Indonesia turun menjadi US$ 2,7 miliar pada 2014.


Infrastruktur memang adalah salah satu sektor yang paling penting yang perlu dikembangkan di Indonesia saat ini. Dengan infrastruktur yang maju, otomatis akan menggulirkan roda perekonomian yang lebih maju lagi.

Kamis, 30 Oktober 2014

Apindo Mendukung Kenaikan Harga BBM Indonesia Secepatnya

Kenaikan BBM Subsidi
Sebentar lagi kita akan sampai ke penghujung Oktober namun kepastian akan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang akan dijadwalkan untuk naik pada bulan November belum ada. Baik rakyat, dunia usaha, maupun para investor sangat menunggu-nunggu sekali kabar tersebut.

Kalangan pengusaha sudah sejak awal menyatakan bahwa mereka akan mendukung langkah pemerintahan baru pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga BBM subsidi tersebut. Kenaikan harga diperkirakan bisa berkisar Rp 2.000-Rp 3.000/liter. Bahkan pengusaha ingin kenaikan dilakukan secepatnya

"Saya sampaikan lebih cepat lebih baik. Kalau menunggu-nunggu orang akan berspekulasi macam-macam, sehingga barang sudah kita naikkan juga biar tidak rugi kan?" ungkap Sofjan.

Dukungan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Pengusaha yang tergabung dalam Apindo mendukung rencana kenaikan harga BBM subsidi ini. Subsidi BBM yang nilainya sudah mencapai hingga Rp 1 triliun per hari dinilai sangat tinggi.

"Kami toleransi kenaikan sampai Rp 2.000 atau Rp 3.000 pasti bisa. Kami sudah hitung itu karena sudah dari 3 tahun ketidakpastian. (Jadi dengan kenaikan itu) memberi ketenangan pada kami dan pengeluaran kami memperbaiki diri lagi," ujar Sofjan.

Lebih baik, ujar Sofjan, anggaran subsidi BBM ini dialihkan untuk infrastruktur, seperti pembangunan jalan, pelabuhan, dan lainnya. Infrastruktur yang buruk otomatis menyebabkan ongkos logistik di Indonesia mahal, dan berpengaruh kepada tingginya harga barang.

Subsidi BBM juga membuat konsumsi menjadi tinggi, sehingga kebutuhan BBM harus dipenuhi melalui impor. Sedangkan efek dari impor BBM yang tinggi membuat anggaran perdagangan defisit dan akhirnya rupiah melemah. "Pengusaha juga harus bayar bunga tinggi. Ini makin membuat ketidakpastian. Pemerintah harus perbaiki anggaran, bangun infrastruktur," keluh Sofjan.

Sedangkan untuk masyarakat miskin, menurut Sofjan mereka bisa diberikan tambahan uang seperti yang selama ini dilakukan melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meskipun pemerintah sekarang berinisiatif untuk menggantinya dengan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar.

"Rakyat bisa diberi dengan tambahan uang itu. Dia beli barang kita dan kita untung lagi. Kita palingan susahnya 6 bulan," pungkas Sofjan.

Dia juga sebagai wakil dari kalangan pengusaha berani menjamin bahwa tidak akan ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan kenaikan harga BBM subsidi ini. Walaupun ongkos transportasi yang memang menjadi beban pengusaha pasti jadi besar.

"Tapi (ongkos transportasi) efeknya tidak banyak, paling 1-2%," tutur Sofjan.

Ya memang sebaiknya BBM segera dinaikkan karena toh sudah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak. Kepastian tersebut tentunya juga akan sangat dinantikan oleh kalangan pengusaha serta para investor. Iklim investasi niscaya akan membaik pasca kenaikan BBM nanti.


Minggu, 29 Desember 2013

Awan Gelap Membayangi Industri Migas Indonesia di Tahun Politik



Memasuki tahun baru 2014, tampaknya awan masih akan menyelimuti bumi nusantara. Yang dikhawatirkan, para pelaku industri migas menahan rencana investasi mereka, sementara pemerintah Indonesia tidak mau mengambil risiko membuat keputusan-keputusan penting. Kita berharap para pelaku industri migas tetap berinvestasi dan menjalankan roda usaha seperti biasa, sementara pemerintah berani membuat keputusan-keputusan penting, termasuk kontrak blok migas, seperti Blok Mahakam. 

* * *
Dua hari jelang pergantian tahun, mendung menyelimuti sebagian besar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau dikenal Jabodetabek. Beberapa wilayah sudah diguyur hujan sejak pagi. Seperti Jabodetabek yang mendung, demikian juga kondisi industri minyak dan gas bumi selama tahun 2013. Dikhawatirkan mendung yang membayangi industri minyak dan gas bumi ini akan terus berlanjut pada tahun 2014, tahun politik saat Indonesia akan sibuk dengan agenda Pemilihan Umum, baik untuk memilih anggota legislatif maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Salah satu situasi yang memprihatinkan adalah tingkat produksi minyak yang terus turun. Pada tahun 2013, lifting minyak Indonesia hanya mencapai 826.000 barel per hari, dibawah target 830.000 bpd. Padahal target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut sudah direvisi dari sebelumnya 900.000 bph. 

Lifting minyak ini menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya. Pada 2012, realisasi produksi minyak mentah Indonesia sebesar 860.000 bph, dibawah target sebesar 930.000 bph yang ditetapkan dalam APBN. 

Pada tahun 2014, produksi minyak diperkirakan bakal menurun lagi, dengan asumsi belum ada tambahan produksi dari proyek-proyek pengembangan minyak yang ada, terutama dari Blok Cepu. Padahal, sebelumnya pemerintah menargetkan produksi minyak dapat meningkat ke atas 1 juta bph lagi bila Blok Cepu memasuki tahapan produksi puncak (peak production). 

Pemerintah sebelumnya berharap produksi Blok Cepu di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah itu, bakal mencapai peak production sebesar 165.000 bph pada 2014. Namun, berbagai hambatan teknis dan non-teknis, termasuk masalah pembebasan lahan, perizinan yang memakan waktu lebih dari yang diperkirakan, membuat produksi puncak Blok Cepu molor.

Pemerintah sendiri telah menetapkan target lifting minyak sebesar 870.000 bph pada 2014 nanti. Namun, sebagian anggota DPR maupun pengamat energi mengatakan target lifting minyak tersebut sulit dicapai.

Sementara itu, lifting gas bumi selama 2013, seperti yang diumumkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu, mencapai 1.204.000 bph, di bawah target pemerintah sebelumnya sebesar 1.360.00 bph. 

Cadangan minyak Indonesia hanya sebesar 3,7 miliar barel, yang diperkirakan akan habis dalam 12 tahun mendatang, dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan minyak yang baru. Cadangan gas bumi sebesar 152,89 triliun standar kaki kubik (standard cubic feet/tsfc). Dari jumlah itu, 104,71 tscf merupakan cadangan terbukti dan 48,18 tscf merupakan cadangan potensial.

Penurunan produksi atau lifting minyak dan gas bumi tersebut merupakan cermin buruknya pengembangan industri minyak dan gas bumi pada 2014. Produksi atau lifting yang menurun menunjukkan menurunnya investasi perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia, baik untuk eksplorasi maupun untuk keperluan peningkatan produksi. 

Cukup banyak ranjau menghantui pelaku industri migas pada tahun 2013. Pelaku Indonesia maupun pemerintah sendiri mengakui masih adanya berbagai persoalan yang menghambat laju industri migas di Indonesia.  Beberapa faktor yang sering diutarakan oleh pelaku industri adalah faktor birokrasi dan perizinan yang rumit. Untuk membangun fasilitas produksi minyak dan gas bumi, dibutuhkan belasan dan bahkan puluhan perizinan yang perlu dikantongi oleh pelaku industri migas.

Faktor kedua adalah ketidakpastian hukum dan politik sehingga keputusan pemerintah dapat berubah-ubah, tergantung siapa yang berpengaruh pada pemimpin negara. Sebagai contoh, pembubaran BPMigas, badan pelaksana kegiatan industri hulu minyak dan gas bumi Indonesia, atas tuntutan sekelompok masyarakat, padahal badan itu merupakan buah dari sebuah Undang-Undang Migas yang dihasilkan oleh DPR, yang notabene dipilih oleh rakyat. Namun, pemerintah tidak hilang akal. Pemerintah kemudian membentuk lembaga pengganti yakni SKK Migas, yang memiliki tugas dan fungsi yang mirip, hanya statusnya sekarang langsung berada di bawah kontrol Kementerian ESDM.

Faktor lain adalah ketidakpastian kontrak blok-blok Migas yang kontraknya segera berakhir. Paling tidak ada 5-6 blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam 5 tahun kedepan. Perusahaan migas, atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), membutuhkan kepastian lebih awal mengenai nasib kontrak blok-blok migas karena itu akan mempengaruhi rencana investasi mereka. Dalam peraturan yang ada, pemerintah memberikan kesempatan kepada KKKS untuk mengajukan perpanjangan hingga 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Tentu ketentuan ini punya maksud, yakni investasi industri migas bersifat jangka panjang, apalagi blok-blok migas yang berskala besar, seperti Blok Mahakam.

Sinyal yang diberikan pemerintah sejauh ini tidak mengesankan. Sebagai contoh, Blok Siak dan Blok Kampar. Pemerintah baru membuat keputusan pada hari terakhir kontrak. Karena itu, pemerintah memberi kesempatan kepada operator lama untuk tetap beroperasi selama 6 bulan berikutnya, sebelum blok Siak diserahkan ke pemerintah.

Operator blok-blok migas berharap pemerintah membuat keputusan jauh sebelum kontrak berakhir. Idealnya, keputusan dibuat 3-5 tahun sebelum kontrak berakhir, sehingga operator punya cukup waktu untuk melakukan strategi kedepan, termasuk keputusan terkait investasi. Operator Blok Mahakam, Total E&P Indonesie telah mengajukan perpanjangan kontrak operatorship Blok Mahakam tahun 2007 dan pendekatan terus dilakukan oleh perusahaan tersebut. Namun, hingga kini pemerintah belum membuat keputusan. 

Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan 3 opsi terkait pengembangan Blok Mahakam, yakni diperpanjang, tidak diperpanjang dan kolaborasi operator lama (Total E&P Indonesie dan mitranya Inpex), dan mengakomodasi pemain baru, dalam hal ini Pertamina. Wakil Menteri ESDM sebelumnya mengatakan pemerintah masih membutuhkan operator lama dalam pengembangan Blok Mahakam selanjutnya. Apakah itu berarti pemerintah akan memilih opsi ketiga, hingga saat ini tidak diketahui secara pasti. Tarik menarik kepentingan politik dan transisi perubahan pemerintah yang sedang terjadi dapat berpengaruh pada keputusan pemerintah. 

Namun, bila melihat tingkat kerumitan dan kompleksitas Blok Mahakam, para pelaku industri dan pengamat menilai kolaborasi atau joint-operation – melibatkan operator lama dan pemain baru – merupakan solusi ideal bagi pengembangan Blok Mahakam selanjunya.  Selain, dapat mengurangi tingkat risiko, opsi tersebut dapat menjamin kelanjutan produksi Blok Mahakam dan bahkan produksi dapat dioptimalkan. Investasi besar yang telah direncanakan oleh operator sebesar US$7,3 miliar dalam 5 tahun kedepan dapat terealisasi.

Memasuki tahun baru 2014, tampaknya awan masih akan menyelimuti bumi nusantara. Yang dikhawatirkan, para pelaku industri migas menahan rencana investasi mereka, sementara pemerintah sendiri tidak mau mengambil risiko membuat keputusan-keputusan penting. Namun, kita berharap para pelaku industri migas dapat tetap berinvestasi dan menjalankan roda usaha mereka, sementara pemerintah tetap membuat keputusan-keputusan penting, termasuk kontrak blok migas, seperti Blok Mahakam. (*)

Senin, 21 Oktober 2013

Akibat Krisis Listrik, Banyak Perusahaan Terpaksa Shutdown

Provinsi Sumatera Utara kini sedang menghadapi krisis listrik. Akibatnya, lebih dari 5,000 pekerja di sektor industri di provinsi Sumatera Utara, 'diistrahatkan’ oleh beberapa perusahaan, seperti yang diberitatakan oleh Medan Bisnis. Langkah ini terpaksa dilakukan oleh perusahaan itu akibat kekurangan gas dan listrik dalam beberapa waktu terakhir. Apa yang terjadi di Sumatera Utara bisa saja menjalar ke tempat lain di Indonesia dan menjadi krisis listrik nasional.

Kondisi di Sumatera Utara ini memprihatinkan. Yang menjadi korban krisis listrik ini adalah sebagian besar perusahaan-perusahaan kecil seperti bengkel kayu, industri rumah-tangga, kerajinan tenun dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan kecil ini sangat bergantung pada suplai listrik dari PLN. Mereka tak punya genset pribadi seperti yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar yangbisa dipakai bila terjadi black-out listrik. Beberapa perusahaan besar pun terpaksa mengurangi kegiatan perusahaan dan bahkan meliburkan pegawainya akibat krisis listrik. Kondisi ini sangat disayangkan.

Untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara, Kementerian ESDM mengadakan rapat dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) serta gubernur se-Sumatera guna membahas pemadaman listrik yang sering terjadi di Sumatera, khususnya di Sumatera Utara. Sayangnya Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan Menteri ESDM Jero Wacik tak hadir karena berhalangan. Ketua Komite I DPD RI Alliarman mengatakan PLN harus memberi alasan yang realistis. Semua menjerit, baik rumah tangga maupun industri, terutama industri-industri kecil yang belum mampu menyediakan genset.
Pemadaman listrik tidak saja terjadi di Sumatera Utara. Beberapa daerah di Indonesia juga belakangan menghadapi situasi yang sama, yakni pemadaman listrik. Akibatnya aktivitas masyarakat, baik rumah tangga maupun industri terganggu. Menurut pemberitaan di media online, pemadaman listrik yang sering terjadi di Sumatera Utara adalah adanya keterlambatan penyelesaian beberapa proyek pembangkit listrik. Disamping keterlambatan, beberapa daerah juga mengalami gangguan pasokan listrik akibat kerusakan trafo atau jaringan listrik (grid) ataupun kurangnya pasokan gas bumi.

Akibat krisis listrik tersebut, masyarakat Sumatera Utara pun menjerit. Mereka menumpahkan kekesalan mereka melalui media-media sosial atau forum-forum pembaca di media online. "Hendaknya Pemerintah melek dan sadar akan kewajibannya untuk meensejahterakan rakyat dari pengelolaan segala kekayaan alam yang terkandung di Nusantara ini. Bukan sebaliknya hanya mensejahterakan keluarga, ujar seorang pembaca Temp Irwan Yie.
 
"Inilah ironi di negara Indonesia. Negara yang dikenal kaya akan SDA (sumber daya alam) kok bisa mengalami krisis gas? LPG di Aceh adalah gas alam terbaik di dunia. kenapa bisa kerisis? Negara yang telah menjual gas ke pihak asing. kita suca mebagian sisa-sisanya saja. TERLALU," kata Sagita Purnomo.
 
"Krisis listrik dan gas sedang melanda Sumut dewasa ini, maka tidak dapat dielakkan dampak buruk dari krisis tersebut. Dengan langkahnya listrik dan gas sangat merugikan masyarakat. Selain, banyaknya perusahaan yang memberhentikan para buruhnya akibat lain misalnya dari segi listrik yaitu banyaknya kerusakan barang-barang elektronik akibat pemadaman listrik yang tidak beraturan," kata pembaca lain Eva Juliyanti.
 
Krisis Listrik Bakal Memburuk?
 
Listrik mati, aktivitas terganggu
Pertanyaannya, apakah krisis yang terjadi di Sumatera merupakan kasus yang terisolasi? Ataukah krisis di kawasan ini merupakan cerminan buruknya kondisi pelistrikan nasional saat ini?
Krisis listrik di Sumatera Utara hendaknya menjadi alarm bagi pemerintah untuk menghadapi dan mengantisipasi krisis listrik nasional di tahun-tahun mendatang. Bila kita melihat fakta di lapangan, program crash program listrik yang diluncurkan pemerintah beberapa tahun lalu masih tersendat-sendat. Crash Program 10.000 MW listrik belum berjalan seperti yang diharapkan. Hanya beberapa proyek yang teraliasi.

Kondisi krisis listrik di Sumatera Utara seharusnya menyadarkan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri dan juga pemangku kepentingan lain untuk sama-sama mencari jalan keluar atas ancaman krisis listrik nasional yang mengancam Indonesia. Bukan sesuatu yang mustahil bila Indonesia dalam beberapa tahun kedepan akan menghadapi krisis listrik hebat bila tidak dilakukan antisipasi dari sekarang.

Tanda-tanda krisis listrik bakal terjadi sebetulnya sudah mulai terlihat. Salah satunya rendahnya investasi di sektor hulu untuk eksplorasi gas bumi. Saat ini produksi gas masih stabil, tapi bila tidak diimbangi dengan penambahan cadangan, pasokan gas bumi pun bakal menurun, sama halnya dengan produksi minyak bumi. Padahal, pada sisi lain, permintaan terhadap gas bumi baik dari PLN, industri maupun rumah tangga terus meningkat. Bila permintaan gas bumi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dan eksplorasi, maka krisis listrik yang lebih dahsyat hanya tinggal tunggu waktu saja. Seharusnya, ancaman krisis listrik nasional ini menjadi perhatian serius pemerintah.

Apa yang terjadi di Sumatera Utara menunjukkan pentingnya kesinambungan suplai listrik. Mengingat sebagian pembangkit listrik PLN kini menggunakan gas bumi menggantikan minyak bumi, maka sangat vital bagi pemerintah untuk memastikan ketersedian gas bumi yang berkesinambungan dimasa yang akan datang. Karena itu, pemerintah perlu terus mendorong investasi di sektor minyak dan gas, terutama untuk eksplorasi. Investasi bisa datang dari perusahaan nasional maupun internasional. Investasi bisa datang dari perusahaan-perusahaan migas yang telah beroperasi di Indonesia seperti Total E&P Indonesie yang saat ini mengelola Blok Mahakam, Inpex asal Jepang yang sedang mengembangkan blok gas Masela ataupun BP yang mengembangkan proyek Tangguh di Bintuni Papua.

Disamping mendorong perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi, pemerintah dapat juga mendorong perusahaan-perusahaan migas baru, baik nasional maupun multi nasional untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Dalam konteks ketersediaan gas bumi, penting bagi pemerintah juga untuk memastikan proyek-proyek gas bumi yang telah beroperasi tetap berproduksi optimal, termasuk produksi gas bumi dari Blok Mahakam yang memasok 80% kebutuhan gas fasilitas produksi Bontang di Kalimantan Timur. Kelanjutan dan kesinambungan produksi blok Mahakam harus menjadi salah satu pertimbangan utama pemerintah dalam menentukan kelanjutan kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017. (*)

Senin, 23 September 2013

Kontrak Blok Mahakam & Blok Masela setelah Kunjungan CEO Inpex


Maket FLNG, Lapangan Abadi, Blok Masela
Inpex Corporation, perusahaan minyak dan gas bumi raksasa asal Jepang, rupanya memilih low profile. Publik tidak banyak mengetahui investasi dan aktivitas bisnisnya di Indonesia. Apakah portfolio bisnisnya di Indonesia relatif kecil dibanding skala bisnis Inpex di negara-negara lain? Boleh jadi ya. Namun, fakta berbicara bahwa Inpex memiliki invetasi yang cukup signifikan di Indonesia untuk ukuran Indonesia. Inpex memiliki dua proyek raksasa di Indonesia yakni Blok Mahakam yang sudah berproduksi selama 40 tahun terakhir dan satu lagi Blok Masela yang baru pada tahap pengembangan atau persiapan produksi. 


DI Blok Mahakam, Inpex berpartner dengan Total E&P Indonesie, perusahaan migas besar asal Perancis dengan memegang hak kepesertaan (partisipating interest/PI) sebesar 40% dan Total E&P Indonesie 60%. Total bertindak sebagai operator Blok Mahakam sementara Inpex berfungsi sebagai mitra non-operator. Sebagai mitra non-operator, tidak heran bila sejauh ini Inpex terkesan berada di balik layar, sementara Total E&P Indonesia yang lebih banyak tampil di media atau publik. Hal ini masuk akal karena sebagai operator, Total bertanggungjawab atas keberlangsungan operasional blok tersebut.


Kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh Total E&P Indonesie yang bermitra dengan Inpex akan berakhir 2017. Kedua perusahaan tersebut telah mengajukan perpanjangan ke pemerintah Indonesia. CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan kembali keinginan perusahaan Jepang itu untuk memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam maupun Blok Masela.

Pemerintah saat ini masih mengevaluasi permintaan kedua perusahaan itu. Seperti yang dikatakan oleh Menteri ESDM Jero Wacik, pemerintah Indonesia sedang melakukan evaluasi permintaan operator Blok Mahakam. Tentu publik berharap agar pemerintah segera membuat keputusan karena investasi di migas bersifat jangka panjang. Bila ditunda tahun depan, mungkin akan lebih ruwet lagi dan bisa tertunda lagi karena pemerintah fokus pada agenda Pemilu. Karena itu, tahun ini merupakan tahun yang tepat untuk membuat keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017.


Isu perpanjangan operatorship Blok Mahakam telah memancing pro dan kontra dengan argumen masing-masing. Pemerintah sendiri seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri ESDM beberapa waktu lalu, mengirimkan sinyal bahwa kehadiran Total EP di blok Mahakam masih diperlukan. Alasan yang mengemuka adalah bahwa kondisi Blok Mahakam sangat kompleks. Dibutuhkan investasi yang lebih besar lagi dan teknologi tinggi untuk memastikan blok tersebut terus beroperasi dan berproduksi. Mengoperasikan Blok Mahakam tidak sama dengan mengoperasikan blok migas lainnya karena itu setiap risiko harus dipertimbangkan.


Apakah pemerintah memperpanjang, tidak memperpanjang atau membuat skema baru dengan melibatkan operator yang sekarang dan pemain baru? Kita tunggu saja. Publik berharap agar pemerintah membuat keputusan yang bijak dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok atau orang-per orang.


Berbeda dengan Blok Mahakam, Blok Masela merupakan blok gas alam raksasa, yang belum berproduksi. Sebelumnya, Inpex memegang hak kepesertaan (PI) sebesar 90% dan sisanya 10% dimiliki oleh PT Energi Mega Persada Tbk, anak perusahaan grup Bakrie. Namun, beberapa waktu lalu Energi Mega menjual 10% PI di blok tersebut ke Inpex. Kini Inpex menggandeng Shell, perusahaan migas asal Belanda untuk mengembangkan Blok Masela. Shell sendiri sedang mengerjakan proyek floating LNG (FLNG) raksasa di Australia. Pemda Maluku sedang berjuang untuk mendapatkan participating inerest 10% .

Awalnya, lapangan Abadi, Blok Masela, diperkirakan akan mulai berproduksi tahun 2017, sehingga dapat menjadi negara pertama yang memproduksi gas melalui skema FLNG. Namun, rencana tersebut rupanya meleset. Saat ini baru pengembangan blok Masela baru memasuki tahapan design engineering. Setelah itu, akan dilanjutkan ke tahap konstruksi. Bila berjalan sesuai rencana, maka lapangan Abadi di Blok Masela baru mulai berproduksi sekitar tahun 2018-2019.


Persoalannya, kontrak Inpex mengelola Blok tersebut akan berakhir 2028. Artinya, Inpex dan mitranya hanya punya waktu 10 tahun untuk mengembangkan proyek raksasa tersebut. Kondisi ini yang membuat CEO dan management Inpex “galau hati”. Alasannya, waktu pengembalian investasi tidak cukup 10 tahun untuk sebuah proyek dengan skala besar seperti Blok Masela. Karena itu bisa dipahami bila kemudian Inpex mengajukan perpanjangan, bahkan sebelum proyek tersebut beroperasi. Perusahaan itu tampaknya membutuhkan kepastian dan dukungan dari pemerintah terhadap rencana investasi jangka panjangnya di Indonesia.


Sisi positifnya, CEO Inpex dalam pertemuannya dengan Presiden menyampaikan komitmen jangka panjangnya berinvestasi di Indonesia. Ini melegakan apalagi kondisi ekonomi dunia dan Indonesia saat ini sedang terguncang. Ekonomi dunia melemah, ekspor Indonesia tertekan dan mata uang rupiah melemah terhadap dolar AS, sementara utang membengkak di atas pembukuan akibat melemahnya rupiah. Di saat Indonesia sedang giat-giatnya berupaya untuk meyakinkan investor untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya migas, Inpex maupun mitranya Total E&P Indonesie, menyampaikan komitmennya. Ini merupakan ‘bonus’ bagi pemerintah.


Bola sekarang ada di tangan pemerintah. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah memainkan bola tersebut. Tentu tujuannya mencetak “goal”, yakni kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Apapun keputusan pemerintah terkait hak operatorship Blok Mahakam nantinya dan perpanjangan Blok Masela, keputusan tersebut harus mengedepankan kepentingan negara dan bangsa, bukan kepentingan kelompok. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak sejelah melakukan evaluasi menyeluruh dan mendalam dengan mempertimbangkan segala aspek teknis, non-teknis dan risiko. (*)