Provinsi
Sumatera Utara kini sedang menghadapi krisis listrik. Akibatnya, lebih
dari 5,000 pekerja di sektor industri di provinsi Sumatera Utara, 'diistrahatkan’ oleh beberapa perusahaan, seperti yang
diberitatakan oleh Medan Bisnis. Langkah ini terpaksa dilakukan oleh
perusahaan itu akibat kekurangan gas dan listrik dalam beberapa waktu
terakhir. Apa yang terjadi di Sumatera Utara bisa saja menjalar ke
tempat lain di Indonesia dan menjadi krisis listrik nasional.
Kondisi di Sumatera Utara ini memprihatinkan. Yang menjadi korban krisis listrik ini adalah sebagian besar perusahaan-perusahaan kecil seperti bengkel kayu, industri rumah-tangga, kerajinan tenun dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan kecil ini sangat bergantung pada suplai listrik dari PLN. Mereka tak punya genset pribadi seperti yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar yangbisa dipakai bila terjadi black-out listrik. Beberapa perusahaan besar pun terpaksa mengurangi kegiatan perusahaan dan bahkan meliburkan pegawainya akibat krisis listrik. Kondisi ini sangat disayangkan.
Untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara, Kementerian ESDM mengadakan rapat dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) serta gubernur se-Sumatera guna membahas pemadaman listrik yang sering terjadi di Sumatera, khususnya di Sumatera Utara. Sayangnya Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan Menteri ESDM Jero Wacik tak hadir karena berhalangan. Ketua Komite I DPD RI Alliarman mengatakan PLN harus memberi alasan yang realistis. Semua menjerit, baik rumah tangga maupun industri, terutama industri-industri kecil yang belum mampu menyediakan genset.
Pemadaman
listrik tidak saja terjadi di Sumatera Utara. Beberapa daerah di
Indonesia juga belakangan menghadapi situasi yang sama, yakni pemadaman
listrik. Akibatnya aktivitas masyarakat, baik rumah tangga maupun
industri terganggu. Menurut pemberitaan di media online, pemadaman
listrik yang sering terjadi di Sumatera Utara adalah adanya
keterlambatan penyelesaian beberapa proyek pembangkit listrik. Disamping
keterlambatan, beberapa daerah juga mengalami gangguan pasokan listrik
akibat kerusakan trafo atau jaringan listrik (grid) ataupun kurangnya
pasokan gas bumi.
Akibat krisis listrik tersebut, masyarakat Sumatera Utara pun menjerit. Mereka menumpahkan kekesalan mereka melalui media-media sosial atau forum-forum pembaca di media online. "Hendaknya Pemerintah melek dan sadar akan kewajibannya untuk meensejahterakan rakyat dari pengelolaan segala kekayaan alam yang terkandung di Nusantara ini. Bukan sebaliknya hanya mensejahterakan keluarga, ujar seorang pembaca Temp Irwan Yie.
"Inilah
ironi di negara Indonesia. Negara yang dikenal kaya akan SDA (sumber
daya alam) kok bisa mengalami krisis gas? LPG di Aceh adalah gas alam
terbaik di dunia. kenapa bisa kerisis? Negara yang telah menjual gas ke
pihak asing. kita suca mebagian sisa-sisanya saja. TERLALU," kata Sagita
Purnomo.
"Krisis
listrik dan gas sedang melanda Sumut dewasa ini, maka tidak dapat
dielakkan dampak buruk dari krisis tersebut. Dengan langkahnya listrik
dan gas sangat merugikan masyarakat. Selain, banyaknya perusahaan yang
memberhentikan para buruhnya akibat lain misalnya dari segi listrik
yaitu banyaknya kerusakan barang-barang elektronik akibat pemadaman
listrik yang tidak beraturan," kata pembaca lain Eva Juliyanti.
Krisis Listrik Bakal Memburuk?
Listrik mati, aktivitas terganggu |
Krisis
listrik di Sumatera Utara hendaknya menjadi alarm bagi pemerintah untuk
menghadapi dan mengantisipasi krisis listrik nasional di tahun-tahun
mendatang. Bila kita melihat fakta di lapangan, program crash program
listrik yang diluncurkan pemerintah beberapa tahun lalu masih
tersendat-sendat. Crash Program 10.000 MW listrik belum berjalan seperti
yang diharapkan. Hanya beberapa proyek yang teraliasi.
Kondisi krisis listrik di Sumatera Utara seharusnya menyadarkan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri dan juga pemangku kepentingan lain untuk sama-sama mencari jalan keluar atas ancaman krisis listrik nasional yang mengancam Indonesia. Bukan sesuatu yang mustahil bila Indonesia dalam beberapa tahun kedepan akan menghadapi krisis listrik hebat bila tidak dilakukan antisipasi dari sekarang.
Tanda-tanda krisis listrik bakal terjadi sebetulnya sudah mulai terlihat. Salah satunya rendahnya investasi di sektor hulu untuk eksplorasi gas bumi. Saat ini produksi gas masih stabil, tapi bila tidak diimbangi dengan penambahan cadangan, pasokan gas bumi pun bakal menurun, sama halnya dengan produksi minyak bumi. Padahal, pada sisi lain, permintaan terhadap gas bumi baik dari PLN, industri maupun rumah tangga terus meningkat. Bila permintaan gas bumi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dan eksplorasi, maka krisis listrik yang lebih dahsyat hanya tinggal tunggu waktu saja. Seharusnya, ancaman krisis listrik nasional ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Apa yang terjadi di Sumatera Utara menunjukkan pentingnya kesinambungan suplai listrik. Mengingat sebagian pembangkit listrik PLN kini menggunakan gas bumi menggantikan minyak bumi, maka sangat vital bagi pemerintah untuk memastikan ketersedian gas bumi yang berkesinambungan dimasa yang akan datang. Karena itu, pemerintah perlu terus mendorong investasi di sektor minyak dan gas, terutama untuk eksplorasi. Investasi bisa datang dari perusahaan nasional maupun internasional. Investasi bisa datang dari perusahaan-perusahaan migas yang telah beroperasi di Indonesia seperti Total E&P Indonesie yang saat ini mengelola Blok Mahakam, Inpex asal Jepang yang sedang mengembangkan blok gas Masela ataupun BP yang mengembangkan proyek Tangguh di Bintuni Papua.
Disamping mendorong perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi, pemerintah dapat juga mendorong perusahaan-perusahaan migas baru, baik nasional maupun multi nasional untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Dalam konteks ketersediaan gas bumi, penting bagi pemerintah juga untuk memastikan proyek-proyek gas bumi yang telah beroperasi tetap berproduksi optimal, termasuk produksi gas bumi dari Blok Mahakam yang memasok 80% kebutuhan gas fasilitas produksi Bontang di Kalimantan Timur. Kelanjutan dan kesinambungan produksi blok Mahakam harus menjadi salah satu pertimbangan utama pemerintah dalam menentukan kelanjutan kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar