Beberapa blok minyak dan gas akan habis masa
berlakunya dalam 1 hingga 5 tahun kedepan, termasuk Blok Siak, Blok Mahakam,
Blok ONWJ (Offshore NorthWest Java) dan beberapa lainnya. Saat ini pemerintah
sedang melakukan evaluasi dan studi mendalam. Ditengah situasi ini ada desakan
di masyarakat agar blok-blok migas tersebut dikembalikan ke negara untuk kemudian diserahkan
ke BUMN Migas Pertamina. Ada kesan Pertamina disamakan dengan negara. Pantaskan negara
disamakan dengan sebuah BUMN?
Jawabannya sederhana dan singkat: Negara tidak
sama dengan sebuah korporasi. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1954, bumi, air
dan segala isinya merupakan milik negara dan dikelola untuk kemakmuran
sebesar-besarnya masyarakat Indonesia. Jelas disini yang dimaksudkan oleh Konstitusi adalah negara merupakan penguasa atas
sumber daya alam. Negara punya tanggungjawab untuk memastikan bahwa sumber daya
alam yang dimiliki Indonesia dikelola dengan baik agar memberikan hasil
maksimal demi meningkatkan kemakmuran rakyat.
Lalu bagaimana dengan perusahaan milik negara
seperti, PT PLN, PT Pertamina, PT Garuda Indonesia, Telkom atau PT Jasa Marga?.
Apakah perusahaan BUMN identik dengan negara? Jawabannya TIDAK. Sebuah
korporasi, termasuk perusahaan BUMN, memiliki tanggungjawab terbatas sesuai
dengan misi didirikannya BUMN tersebut oleh pemegang saham (pemerintah). Sebuah BUMN menjalankan roda usaha
untuk kepentingan pemegang saham, dalam hal ini pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya, termasuk publik.
Negara tidak bisa direduksi menjadi sebuah BUMN.
Kepentingan negara tidak bisa direndahkan martabatnya menjadi kepentingan sebuah BUMN. Karena
itu, negara tidak bisa disamakan dengan BUMN. Sangat menggelikan bila ada
beberapa pihak yang mengklaim kepentingan BUMN sama dengan kepentingan negara. Contoh
sederhana, bisa kita lihat pada tulisan-tulisan beberapa pengamat, LSM atau
komentar pembaca pada berita-berita, baik cetak maupun online. Contoh, “Bila pemerintah tidak memberikan Blok X
(Blok Siak, Mahakam, dll) ke perusahaan milik pemerintah, atau perusahaan
nasional, maka pemerintah tidak nasionalis, tidak pro-rakyat.”
Bagi pemerintah, persoalannya bukan soal diserahkan ke si A, B, atau C. Tapi, apakah sebuah blok migas dapat berproduksi secara maksimal atau tidak. Apakah operator dapat memberikan hasil atau kontribusi yang maksimal bagi negara. Kepentingan negara di atas kepentingan perusahaan.
Lebih menggelikan lagi, ada sekelompok warga masyarakat yang mengancam merdeka, bila blok migas tidak diberikan ke BUMN migas. Bagi pelaku industri migas, pernyataan-pernyataan seperti ini terkesan aneh, awkward dan tidak memahami keberadaan industri migas. Pertanyaan lain, rakyat mana yang mereka wakili? Boleh jadi kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat musiman ini punya kepentingan tersendiri. Situasi ini tidak mengherankan apalagi tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik. Isu apa saja dapat dipolitisasi untuk kepentingan kelompok masyarakat tertentu.
Bagi pemerintah, persoalannya bukan soal diserahkan ke si A, B, atau C. Tapi, apakah sebuah blok migas dapat berproduksi secara maksimal atau tidak. Apakah operator dapat memberikan hasil atau kontribusi yang maksimal bagi negara. Kepentingan negara di atas kepentingan perusahaan.
Lebih menggelikan lagi, ada sekelompok warga masyarakat yang mengancam merdeka, bila blok migas tidak diberikan ke BUMN migas. Bagi pelaku industri migas, pernyataan-pernyataan seperti ini terkesan aneh, awkward dan tidak memahami keberadaan industri migas. Pertanyaan lain, rakyat mana yang mereka wakili? Boleh jadi kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat musiman ini punya kepentingan tersendiri. Situasi ini tidak mengherankan apalagi tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik. Isu apa saja dapat dipolitisasi untuk kepentingan kelompok masyarakat tertentu.
Pemerintah, sesuai dengan amanat Konstitusi,
merupakan penguasa dan pemegang kendali atas sumber daya. Perusahaan, entah
BUMN, swasta nasional atau asing, ditunjuk pemerintah untuk mengembangkan
dan mengelola sumberdaya alam yang ada, termasuk, minyak dan gas bumi, agar dapat
bermanfaat sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Perusahaan berfungsi sebagai 'tukang
kebun' untuk mencangkul, sementara pemilik kebunnya adalah pemerintah dan rakyat
Indonesia.
Dalam konteks ini, tepat bila pemerintah, dalam
memutuskan apakah sebuah blok minyak dan gas bumi diperpanjang atau tidak,
yang menjadi pertimbangan utama adalah asas manfaat bagi negara. Bukan asas manfaat bagi
sebuah perusahaan. Bila sebuah blok migas dikelola oleh perusahaan swasta (lokal
atau asing) dapat mengoptimalkan produksi, maka hak pengelolaan blok tersebut
bisa saja diperpanjang. Bila produksi blok tersebut dinilai tidak maksmimal
oleh pemerintah, bisa saja blok tersebut tidak diperpanjang.
Kewenangan penuh berada pada pemerintah, bukan
pada BUMN Migas. Pemerintahlah yang punyak hak, tanggungjawab dan kewenangan
untuk membuat keputusan mana yang terbaik bagi negara, bukan mana yang terbaik
bagi sebuah BUMN. Publik berharap
pemerintah akan membuat keputusan terbaik terkait kontrak pengembangan
blok-blok migas yang masa kontraknya akan berakhir. Rencana pemerintah untuk
membuat peraturan terkait perpanjangan kontrak blok-blok migas yang masa
kontraknya segera berakhir patut diapresiasi. Peraturan tersebut dapat
memberikan kepastian kepada operator blok-blok migas, maupun memberikan dasar
hukum yang kuat bagi pemerintah dalam membuat keputusan.
Salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan
pemerintah adalah terkait ketahanan energi dan pemenuhan kebutuhan minyak dan
gas dari dalam negeri. Dalam membuat keputusan perpanjangan atau tidak pada
sebuah blok, pertanyaan pokok yang dimunculkan adalah apakah produksi
sebuah blok dapat dimaksimalkan oleh operator lama (existing) atau tidak? Bila ya, bisa
dipertimbangkan untuk diperpanjang. Bila jawabannya tidak, maka patut
dipertimbangkan untuk tidak diperpanjangan.
Yang jelas, kedepan kebutuhan energi dalam negeri
dipastikan akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Minyak dan gas
bumi berperan penting untuk mendukung aktivitas industri dan masyarakat. Maka
penting bagi pemerintah utk menjaga suplai gas bumi terjamin baik dari
proyek-proyek gas bumi yg sudah berproduksi, termasuk lapangan Grissik di
Sumatera (ConocoPhillips), blok Tangguh yang dikelola oleh BP dan
mitra-mitranya, Blok Masela (Inpex dan Shell), proyek Senoro (Medco dan
mitranya) maupun Blok East Natuna oleh Pertamina & mitranya. Untuk Blok Mahakam,
penting bagi Pemerintah utk menjamin kelanjutan produksi, karena itu dapat
dimengerti bila pemerintah saat ini mempertimbangkan untuk mempertahankan
operator lama sambil mengakomodasi masuknya pemain baru, dalam hal ini BUMN
Migas, Pertamina. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar