Harga minyak naik |
Tahun 2008, harga minyak mentah dunia meroket hingga US$145 per barel, menyebabkan berbagai negara menghadapi krisis ekonomi. Tapi ekonomi Indonesia lolos dari kelesuan ekonomi dunia tersebut didukung oleh sektor konsumsi dalam negeri dan ekspor komoditas. Kini, ekonomi Indonesia kembali menghadapi ancaman eksternal, yakni naiknya harga minyak mentah dunia. Dalam beberapa hari ini harga minyak (WTI) dan Brent telah bergerak di kisaran US$106-US$114 per barel.
Apa yang menyebabkan harga minyak naik? Apa yang dilakukan Indonesia agar tidak mudah terancam dari gejolak harga minyak? Apakah Indonesia dapat kembali lolos dari guncangan eksternal ini?
Beberapa pengamat minyak mentah di
bursa Wall Street memprediksi harga
minyak bisa naik antara US$20 hingga US$40 per barel.
Apa yang menyebabkan harga minyak naik? Faktor pertama adalah kekhawatiran memburuknya kondisi geopolitik di Timur Tengah bila Amerika dan sekutunya menyerang Suriah. Suriah (Syria) sebetulnya bukan negara penghasil minyak. Produksi minyaknya tidak signifikan, hanya sekitar 50.000 barel per hari, jauh di bawah produksi minyak mentah Pertamina.
Apa yang menyebabkan harga minyak naik? Faktor pertama adalah kekhawatiran memburuknya kondisi geopolitik di Timur Tengah bila Amerika dan sekutunya menyerang Suriah. Suriah (Syria) sebetulnya bukan negara penghasil minyak. Produksi minyaknya tidak signifikan, hanya sekitar 50.000 barel per hari, jauh di bawah produksi minyak mentah Pertamina.
Namun
dari sisi geopolitik, Suriah berbatasan dengan negara Irak, produsen minyak
kedua terbesar OPEC, serta Jordan, Turki, Israel dan Lebanon. Dikhawatirkan,
bila Suriah chaos, kekacauan politik
dapat berpengaruh (spill-over) ke
negara-negara tetangga.
Disamping
itu, tampaknya sulit bagi Amerika untuk mendapat dukungan dari negara-negara seperti
Rusia, Iran, dibanding, misalnya, ketika negara Paman Sam menyerang Irak dan
Libya. Bila Amerika tetap ngotot menyerang Suriah, dan ditentang oleh Rusia,
boleh jadi eskalasi akan memburuk. Apa yang terjadi Rusia dan Iran turut "bermain" melawan serangan AS?
Akankah
terjadi Perang Dunia ke-III? Pertanyaan yang provokatif, tapi perlu agar kita
menaikan bendera waspada. Saat ini, dunia sedang menunggu perkembangan politik
di Paman Sam dan dunia, menanti apakah pemerintah Obama betul-betul menyerang.
Bila kita mengamati gerakan-gerakan di belakang layar, pertanyaannya
bukan “jika”, tapi “kapan”.
Kondisi ini, dapat membuat para spekulan dunia memainkan harga minyak.
Kondisi ini, dapat membuat para spekulan dunia memainkan harga minyak.
Lalu,
apakah “faktor Suriah”, menjadi satu-satunya penyebab harga minyak naik? Tidak
juga. Faktor lain adalah menurunya harga obligasi Amerika, yang turun tajam 10
tahun terakhir. Hal ini, yang membuat investor memindahkan sebagian dana mereka
instrumen lain, termasuk emas dan “emas hitam” atau minyak. Faktor ini pula
yang menyebabkan harga emas kembali merangkak naik belakangan ini.
Lalu
bagaimana dengan Indonesia? Kita perlu waspada. Tampaknya, pemerintah sudah melakukan beberapa langkah antisipasi.
Misalnya, untuk penetapan Indonesia Crude Price (ICP) untuk APBN 2014, sudah
memasukan faktor kenaikan harga minyak ini.
Beberapa hari lalu, pemerintah
dan DPR belum menetapkan ICP, namun, mereka setuju ICP akan berada di kiaran
US$100-US$115 per barel. Produksi terjual atau lifting minyak mentah dan
kondensat dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2014
sebesar 870.000 barel per hari.
DPR dan pemerintah juga itu juga
menyepakati lifting gas bumi 1,24 juta barel setara minyak per hari, sehingga
lifting minyak dan gas tahun depan diusulkan 2,11 juta barel setara minyak per
hari.
Kenaikan harga minyak sangat
tidak menguntungkan Indonesia karena negara kepulauan ini sudah menjadi net-importer. Tidak ada lagi cerita
‘windfall profit’ dari kenaikan harga minyak. Produksi minyak Indonesia kini
turun hingga menjadi sekitar 860.000 barel per hari turun dari 1,6 juta bph
tahun 1995.
Kenaikan harga minyak, melemahnya
rupiah akibat anjloknya neraca perdagangan, serta memanasnya kondisi politik
jelang Pemilihan Umum 2014 diperkirakan akan berdampak buruk pada kondisi
ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan.
Dalam situasi ini, pemerintah perlu waspada dan menyiapkan langkah-langkah antipasi. Protokol krisis perlu disiapkan sehingga bila pemerintah terpaksa harus melakukan langkah drastis untuk menyelamatkan ekonomi, tidak lagi ragu-ragu dan tidak menyebabkan kerancuan dan keraguan hukum seperti yang terjadi pada kasus bail-out Bank Century tahun 2009, yang kemudian menyebabkan kasus berkepanjangan.
Dalam situasi ini, pemerintah perlu waspada dan menyiapkan langkah-langkah antipasi. Protokol krisis perlu disiapkan sehingga bila pemerintah terpaksa harus melakukan langkah drastis untuk menyelamatkan ekonomi, tidak lagi ragu-ragu dan tidak menyebabkan kerancuan dan keraguan hukum seperti yang terjadi pada kasus bail-out Bank Century tahun 2009, yang kemudian menyebabkan kasus berkepanjangan.
Langkah lain yang perlu diambil
adalah membuat terobosan untuk meningkatkan investasi sektor minyak dan gas
bumi. Investasi migas bersifat jangka panjang. Investasi eksplorasi hari ini,
baru akan membawa hasil dalam 5 hingga 10 tahun mendatang. Biasanya, perusahaan
minyak dan gas justru melakukan investasi ketika terjadi krisis ekonomi.
Sehingga ketika ekonomi kembali pulih, mereka siap memproduksi minyak dan gas.
Pemerintah perlu mendorong
perusahaan-perusahaan migas untuk mempercepat dan
merealisasikan investasi mereka. Disamping pasokan dolar meningkat, ekonomi
akan tetap bergerak dan produksi minyak dan gas dapat meningkat.
Dalam perspektif ini, kita
menyambut baik rencana Investasi perusahaan-perusahaan migas besar seperti BP,
yang berencana membangun train 3 proyek LNG di BP Tangguh, Papua; Inpex dengan
proyek Masela, serta rencana Total E&P Indonesia untuk menginvestasikan
US$7.2 miliar untuk mengembangkan Blok Mahakam. Tentu dengan asumsi kontrak
pengembangan blok tersebut diperpanjang atau paling tidak Total E&P tetap
dilibatkan dalam pengembangan Blok Mahakam pasca 2017. (*)