Saat negara-negara lain mencatat kemajuan signifikan dalam pengembangan
industri minyak, Indonesia justru memperlihatkan kondisi sebaliknya. Gas bumi memang sedikit menggembirakan bila melihat tingkat
produksi dan cadangan terbukti, namun akan habis juga dalam beberapa puluh
tahun kedepan bila tidak ada penambahan cadangan terbukti. Pemerintah perlu
melakukan terobosan untuk menambah cadangan minyak dan gas bumi (migas).
Cadangan minyak Indonesia saat ini tinggal 3,7 miliar, ibarat sebuah sebuah titik hitam di tengah lapangan bola bila dibandingkan dengan cadangan minyak
Venezuela yang mencapai 297,57 miliar per akhir 2012, negara dengan cadangan minyak
terbesar di dunia. Tanpa ada penambahan cadangan baru, maka
produksi minyak Indonesia akan mencapai titik nadir atau zero, 10 tahun lagi.
Produksi minyak pun terus menunjukkan tren penurunan, sekitar 830.000 barel per
hari saat ini, di bawah target APBN 840.000 barel per hari. Produksi minyak
saat ini hanya separuh dari puncak produksi sebesar 1,6 juta bph tahun 1995. Indonesia
darurat minyak!.
Untuk cadangan gas bumi, data Kementerian
ESDM menunjukkan cadangan gas bumi Indonesia mencapai 152,89 triliun standard
cubic feet (tscb), tersebar di 11 basin. Dari ttoal cadangan tersebut, 104,71
tscf merupakan cadangant erbukti dan 48,18 tscf merupakan cadangan potential.
Pemerintah memperkirakan bila tak ada penambahan cadangan gas bumi, maka
cadangan yang ada saat ini masih cukup untuk 50 tahun kedepan. Artinya, pada
suatu titik, cadangan akan habis bila tidak ada penambahan.
Bila kita melihat keluar, peta industri
minyak dan gas bumi kedepan bakal berubah. Menurut laporan International Energy
Agency (IEA), Amerika akan menjadi salah satu produsen minyak dan gas dunia.
Amerka akan menjadi salah satu produsen minyak terbesar tahun 2015, melewati
Arab Saudi dan Russia. Produksi minyak
Paman Sam tersebut melonjak, didorong oleh lonjakan produksi negara bagian Texas
dan North Dakota.
Kehebohan produksi minyak di Texas dan North
Dakota yang telah melahirkan milioner-milioner minyak baru di Texas dan North
Dakota tersebut didukung oleh teknik horizonal drilling dan teknik hydraulic fracturing atau fracking, sebuah metode penggunaan
cairan untuk memisahkan gas dari shale atau bebatuan (rock). Ini menunjukkan pemanfaatan
teknologi dan eksplorasi yang terus menerus dapat meningkatkan cadangan serta
produksi.
Industri
minyak dan gas bumi Brasil juga menunjukkan kemajuan pesat. Beberapa lembaga
internasional memperkirakan Brasil tidak lama lagi akan menjadi produsen minyak
dan gas bumi ke-6 di dunia. Kunci keberhasilan Brasil tidak lain dari
keseriusan negara tersebut melakukan eksplorasi migas, termasuk di lepas
pantai. Sebagian besar lapangan migas berada di laut dalam (dengan kedalaman
lebih dari 1.000 meter).
Investasi Eksplorasi
Indonesia
sebetulnya dapat melakukan apa yang dilakukan negara-negara lain dalam
mendongkrak industri minyak dan gas bumi. Kunci utamanya adalah EKSPLORASI. Dan
ini bukan kunci rahasia. Semua pelaku industri, pemerintah juga tahu. Namun,
kata eksplorasi ini mudah diucap, tapi sulit untuk direalisasikan. Paling
tidak, itu yang terlihat saat ini. Investasi untuk eksplorasi migas saat ini
masih jauh dari yang diharapkan, akibat iklim investasi yang tidak mendukung.
Birokrasi,
ketidakpastian hukum, tumpang tindih peraturan, kondisi social masyarakat yang
tidak mendukung, turut menghambat investasi migas. Belum lagi isu-isu
nasionalisasi industri migas, yang ditiup sekelompok LSM dan vested interest,
yang mengadu-domba dan memprovokasi masyarakat, turut memperunyam industri
migas. Padahal integritas kelompok-kelompok LSM tersebut meragukan karena
sebagian besar tidak pernah bergelut di industri migas. Kondisi ini menuntut
pemerintah untuk memetakan berbagai masalah yang menghambat laju pertumbuhan
industri migas.
Disamping
mengatasi isu-isu non-teknis di atas, pemerintah terus mendorong pelaku
industri migas untuk menerapkan teknologi untuk meningkatkan produksi minyak
dan gas bumi. Beberapa perusahaan minyak besar telah menerapkan Enhanced Oil
Recovery (EOR), seperti yang dilakukan oleh CPI di lapangan minyak tua mereka
di Minas ataupun di Duri.
Total
E&P Indonesie juga telah menerapkan Improved Gas Recovery (IGR)
untuk untuk mengoptimalkan produksi gas bumi di Blok Mahakam. Seperti yang diucapkan oleh salah satu eksekutif Total E&P
Indonesie beberapa hari lalu, dari awal 2000, Total sudah menerapkan IGR. Namun, perlu disadari teknologi terus
berkembang dan perusahaan migas asal Perancis tersebut menerapkan
teknologi terkini untuk mengoptimalkan produksi gas bumi di lapangan-lapangan tua,
Blok Mahakam.
Pada dasarnya, potensi minyak dan gas bumi Indonesia, masih bisa dikembangkan. Masih ada
beberapa cekungan (basin) di Indonesia timur yang belum dieksplorasi, yang
sebagian besar berada di lepas pantai. Mengesplorasi cekungan tersebut tidak
mudah karena membutuhkan dana investasi besar dan teknologi. Risiko
investasinya juga besar. Kini teknologi juga terus berkembang, dan bisa
dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia,
untuk mengoptimalkan produksi seperti yang dilakukan Total E&P Indonesie di
Blok Mahakam.
Tugas
pemerintah adalah mendorong perusahaan-perusahaan migas baik nasional maupun
internasional atau oil majors seperti Chevron, ExxonMobil, Total E&P, BP,
Inpex untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Tugas pemerintah, baik
yang sedang berkuasa maupun pemerintahbaru nanti adalah menciptakan iklim
investasi yang kondusif dan menghilangkan berbagai ketidakpastian, termasuk
birokrasi perizinan yang rumit, peraturan yang tumpang tindih serta memberikan kepastian
perpanjangan blok-blok yang akan segera berakhir, termasuk Blok Mahakam.
Penundaan keputusan tentu berdampak pada penundaan rencana investasi. Padahal
disatu sisi kebutuhan minyak dan gas bumi di Indonesia terus meningkat seiring
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa terhenti bila tidak didukung oleh
suplai energi yang cukup, khususnya minyak dan gas bumi. (*)