Kamis, 26 Februari 2015

Pentingkah E-Voting Untuk Indonesia?

e-voting
Pemerintah memiliki ambisi besar untuk pemilihan umum (pemilu) berikutnya. Pemerintah menargetkan pemilu tahun 2019 akan dilakukan melalui pemungutan suara secara elektronik (e-voting). Untuk mewujudkan hal itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) sedang terus berupaya untuk memperbaiki data kependudukan dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Ambisi tersebut dikemukakan oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

Hingga saat ini pemerintah telah menerbitkan sekitar 144 juta e-KTP dari target 187 juta e-KTP. Sisa 43 juta e-KTP ditargetkan akan rangkum pada 2018, sehingga para pemilih bisa menggunakan hak suara dengan menggunakan e-voting pada Pemilu 2019.

“India saja bisa melakukan e-voting, kita juga harus bisa lakukan e-voting," ujar Tjahjo.

Di samping itu, agar hasil pemilu kredibel, Kemdagri harus terus berusaha membereskan data ganda pada sejumlah e-KTP yang sudah diterbitkan pemerintah. Tetapi hingga saat ini Kemdagri masih menyisir data ganda, sehingga belum bisa diketahui jumlahnya.

Pemerintah pusat dan KPU siap melaksanakan e-voting pada Pemilu 2019. Kemdagri berharap DPR juga bisa mengubah UU Pemilu Legislatif dan UU Pilpres agar e-voting bisa digunakan pada 2019.

Bukannya pesimis, tapi sepertinya kok memang akan sulit diwujudkan ya. Mafia proyek, korupsi, ketidaksiapan sumber daya manusia hanyalah beberapa dari kendala-kendala yang akan menghambat tercapainya ambisi tersebut.


Dan sebenarnya, apakah memang e-voting mendesak diperlukan? Bukankah banyak hal yang seharusnya lebih mendesak dikerjakan oleh Kemdagri? Seperti hak atas akte lahir yang belum dimiliki oleh semua warga negara Indonesia, padahal dampaknya jauh lebih sistemik dan mendesak.

Senin, 23 Februari 2015

Koin Untuk Australia Digalang Karena Rakyat Indonesia Tersinggung

PM Tony Abbott
Setelah berbagai kisruh terkait hukuman mati yang akan Indonesia laksanakan terhadap berbagai warga luar negeri, akhirnya Ketua DPR Setya Novanto angkat bicara mengenai‎ hal tersebut. Telah ramai diperbincangkan mengenai pengumpulan koin untuk mengembalikan sumbangan Australia. Hal itu terkait pernyataan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott yang menyinggung bantuan bencana tsunami.

Menurut Abbot, saat itu pemerintahnya menyumbang hampir Rp1 miliar dollar Australia untuk korban tsunami. Abbot menyampaikan harapannya agar Indonesia membayar kemurahan hati itu dengan membatalkan eksekusi mati terhadap Andrew Chan, 31, dan Myuran Sukumaran, 33.

Novanto memahami kekecewaan masyarakat Aceh serta rakyat Indonesia. Kekecewaan itu menjadi perhatian Novanto.‎ Politisi Golkar itu meminta Tony Abbott menyadari hukum Indonesia tidak dapat diintervensi asing.

Novanto mengungkapkan penyesalannya pada PM Abbott ini karena ini akan mengurangi kedaulatan negara di dalam bidang hukum. Jadi yang kita pikirkan supaya jangan sampai kedaulatan negara kita sendiri dicampuri oleh pihak-pihak asing khusunya pihak Australia.

Oleh karenanya, Novanto menegaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan hukuman mati terpidana narkoba asal Australia.

Menurut Agus Hermanto pula, tak ada yang salah dari protes terhadap Australia. Tapi, dia juga mengingatkan, ketidaksukaan sebaiknya tak berlebihan.

Karena pendapat yang disampaikan oleh Abbott tersebut blunder, maka pernyataan tersebut jadi menyebabkan Indonesia tidak akan membatalkan hukuman mati warga negara Australia tersebut. Padahal seperti yang kita ketahui, hukuman mati jelas-jelas adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Oleh karena pernyataan Abbott tersebut, Indonesia justru akan merasa gengsi untuk membatalkan hukuman mati tersebut karena akan takut dikira takut dan tunduk pada kemauan Australia.


Rabu, 11 Februari 2015

Nyawa Pegawai KPK dan Keluarga Diancam

Bambang Widjojanto
Serangan bertubi-tubi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus berlanjut. KPK membenarkan telah mendapatkan ancaman, bahkan sampai mengancam nyawa beberapa penyidik dan pegawai KPK beserta keluarganya. Menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ancaman yang didapat sudah bersifat nasional karena telah mengganggu proses penegakan hukum.

Menurut Bambang, kalau sebuah lembaga penegak hukum dan para penegak hukumnya dalam kondisi diancam, itu sudah terjadi ancaman yang bersifat nasional karena dia bisa menggangu semua upaya pemberantasan hukum yang seyogyanya dilakukan optimal oleh lembaga penegak hukum seperti KPK.

Bambang menjelaskan bahwa ancaman yang diarahkan ke pihak KPK sudah sampai kepada taraf mengancam nyawa. Bahkan, ancaman itu sudah merembet ke pihak keluarga para penyidik dan pegawai KPK.

Dalam rangka menangkal hal tersebut, KPK telah be‎rkomunikasi dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti. Selain itu, KPK juga telah memberitahukan soal ancaman ini kepada Presiden Joko Widodo. KPK berharap agar presiden bisa segera mengambil sikap.

Dengar-dengar sih bukan saja KPK-nya yang diancam, bahkan pihak-pihak di luar KPK yang ikut bersimpati dan membantu KPK juga sudah diancam. Apa lagi ini kalau bukan penghancuran KPK secara sistematis?


Jokowi juga absen ketika justru negara sangat membutuhkanya. Ada yang bilang, kalau saja ini terjadi di jaman SBY, tentunya Istana Negara saat ini sudah dibakar. Cuma karena rakyat yang terlalu terlena dengan ilusi Jokowi, maka masih menaruh harapan dan sabar terhadap Jokowi. Tapi, mau sampai kapan? Sampai nanti sudah terlambat, ketika KPK sudah dihancurkan?

Selasa, 10 Februari 2015

Jakarta Banjir Lagi!

Banjir Jakarta
Lagi-lagi Jakarta tidak lolos dari banjir tahunan, setelah 12 bulan yang lalu sejak banjir besar menerjang Jakarta.

Ada lebih dari 49 titik lokasi banjir di Jakarta, dan semakin bertambah. Bahkan, kali ini Istana Negara dan Museum Nasional pun terkena imbasnya.

Dalam satu dekade ke belakang ini, banjir bagaikan sebuah tradisi yang mau tidak mau, terima tidak terima melanda Jakarta setiap tahunnya.

Ahok boleh saja berkata bahwa ia sudah bekerja sepenuh tenaga untuk mengantisipasi banjir.

Tapi buktinya apa? Banjir tetap melanda meski seluruh sungai telah dinormalisasi, saluran air dikeruk, sendimentasi diangkat dan pompa-pompa raksasa beoperasi.

Ketika mengetahui bahwa kantornya di Balai Kota Jakarta juga terendam bersama Istana, Ahok langsung meminta pertanggungjawaban atas gagalnya misi mitigasi yang telah dirancang untuk menangkal banjir.

Seharusnya, kata Ahok, Jakarta, khususnya kawasan Istana Negara, steril dari banjir karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya mitigasi bencana seperti memperbaiki saluran-saluran air di Pluit, meningkatkan kapasitas pompa air Pasar Ikan, serta terus membuka pintu air Istiqlal dan Manggarai agar banjir tidak menggenangi daerah tersebut.

Apa yang dikatakan Ahok sebagai kegagalan mitigasi ternyata tidak seluruhnya tepat.  Karena perlahan saat banjir mulai meninggi dan para ahli mulai dikumpulkan, barulah diketahui, bahwa sesungguhnya Ahok tidak akan mampu melawan kehendak alam atas banjir yang merendam Jakarta dan Istana.

Banjir di Jakarta kali ini disebabkan oleh dua faktor alam yang tak akan mungkin diredam. Yakni naiknya air laut ke darat dan curah hujan yang terjadi dalam jumlah luar biasa.

Sementara Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Agus Priyono membela diri dengan menyatakan bahwa banjir kali ini bukan kiriman dari Bogor. Melainkan air laut yang naik hingga ke darat. 

Dia juga menjelaskan bahwa penyebab banjirnya di Istana Negara akibat buangan air dari Jalan Abdul Muis yang tinggi, sehingga pompa air di Istana tidak dapat menyurutkan genangan.

Pompa air yang telah dimaksimalkan fungsinya masih tidak kuat menampung intensitas air yang semakin tinggi.


Apapun sebabnya, Jakarta lagi-lagi lumpuh karena kebanjiran! Ahok pasti malu karena janjinya selama ini ternyata nihil. Ahok harus mengevaluasi lagi mitigasi banjir di Jakarta yang selama ini sudah dicanangkan. Semoga untuk kali berikutnya, tidak ada lagi cerita bahwa Jakarta kebanjiran!