e-voting |
Pemerintah memiliki ambisi besar untuk pemilihan umum
(pemilu) berikutnya. Pemerintah menargetkan pemilu tahun 2019 akan dilakukan
melalui pemungutan suara secara elektronik (e-voting). Untuk mewujudkan hal
itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) sedang terus berupaya untuk memperbaiki
data kependudukan dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Ambisi tersebut dikemukakan oleh Menteri Dalam Negeri,
Tjahjo Kumolo.
Hingga saat ini pemerintah telah menerbitkan sekitar 144
juta e-KTP dari target 187 juta e-KTP. Sisa 43 juta e-KTP ditargetkan akan
rangkum pada 2018, sehingga para pemilih bisa menggunakan hak suara dengan
menggunakan e-voting pada Pemilu 2019.
“India saja bisa melakukan e-voting, kita juga harus bisa
lakukan e-voting," ujar Tjahjo.
Di samping itu, agar hasil pemilu kredibel, Kemdagri harus
terus berusaha membereskan data ganda pada sejumlah e-KTP yang sudah
diterbitkan pemerintah. Tetapi hingga saat ini Kemdagri masih menyisir data
ganda, sehingga belum bisa diketahui jumlahnya.
Pemerintah pusat dan KPU siap melaksanakan e-voting pada
Pemilu 2019. Kemdagri berharap DPR juga bisa mengubah UU Pemilu Legislatif dan
UU Pilpres agar e-voting bisa digunakan pada 2019.
Bukannya pesimis, tapi sepertinya kok memang akan sulit
diwujudkan ya. Mafia proyek, korupsi, ketidaksiapan sumber daya manusia
hanyalah beberapa dari kendala-kendala yang akan menghambat tercapainya ambisi
tersebut.
Dan sebenarnya, apakah memang e-voting mendesak diperlukan?
Bukankah banyak hal yang seharusnya lebih mendesak dikerjakan oleh Kemdagri?
Seperti hak atas akte lahir yang belum dimiliki oleh semua warga negara
Indonesia, padahal dampaknya jauh lebih sistemik dan mendesak.