Prabowo Subianto |
Calon Presiden
Prabowo Subianto dari Partai Indonesia Raya (Gerindra) mengingatkan
pihak-pihak tertentu bahaya nasionalisasi industri minyak dan gas di Indonesia,
serta mengkritik ‘kesombongan’ para elit pemerintah atas kegagalan mereka
dalam meningkatkan eksplorasi minyak dan gas bumi.
Berbicara pada Jakarta Foreign Correspondents Club di Jakarta pada hari Rabu (25/9), Prabowo Subianto, salah satu Calon Presiden (Capres) yang juga sekaligus Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengingatkan pihak-pihak tertentu yang menginginkan nasionalisasi di industri migas. Dia juga mengkritik ‘kesombongan’ yang diperlihatkan oleh para elit politik di tanah air yang telah gagal mendorong kegiatan eksplorasi migas.
Prabowo menceritakan kembali apa yang terjadi pada sebuah dialog radio pada suatu pagi. Penelepon tersebut menanyakan pada Prabowo apakah ia ingin menjadi seperti Hugo Chavez dan menasionalisasi industri minyak dan gas bumi di Indonesia?
Berbicara pada Jakarta Foreign Correspondents Club di Jakarta pada hari Rabu (25/9), Prabowo Subianto, salah satu Calon Presiden (Capres) yang juga sekaligus Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengingatkan pihak-pihak tertentu yang menginginkan nasionalisasi di industri migas. Dia juga mengkritik ‘kesombongan’ yang diperlihatkan oleh para elit politik di tanah air yang telah gagal mendorong kegiatan eksplorasi migas.
Prabowo menceritakan kembali apa yang terjadi pada sebuah dialog radio pada suatu pagi. Penelepon tersebut menanyakan pada Prabowo apakah ia ingin menjadi seperti Hugo Chavez dan menasionalisasi industri minyak dan gas bumi di Indonesia?
Ketua
Partai Gerindra tersebut mengatakan kepada penelepon yang usianya masih muda tersebut bahwa “berbuat untuk
kepentingan nasional Indonesia sangat berbeda dengan nasionalisasi.” Tampaknya,
Prabowo mau menekankan lebih penting bekerja untuk kepentingan nasional
daripada menasionalisasi.
Kehadiran seorang warga negara atau sebuah perusahaan dinilai dari apa yang telah dilakukannya bagi negara.
Kehadiran seorang warga negara atau sebuah perusahaan dinilai dari apa yang telah dilakukannya bagi negara.
Apakah
seorang warga negara yang menilep uang negara untuk kepentingan pribadi
lebih berharga daripada sebuah perusahaan migas yang mempekerjakan ribuan tenaga
kerja lokal, memproduksi migas dan hasil penjualan minyak dan gas menjadi
sumber pendapatan bagi negara (APBN). Dan dana hasil produksi migas tersebut sebagian akan dialokasikan
ke daerah melalui dana alokasi khusus (DAU) dan sebagian lagi untuk membiayai proyek-proyek pembangunan termasuk
untuk fasilitas pendidikan.
Jelas
sang koruptor yang juga warga negara Indonesia tersebut tidak lebih penting. Tempat yang layak bagi sang koruptor adalah di hotel prodeo a.k.a penjara,
sementara perusahaan tadi kehadirannya jauh lebih penting. Dalam konteks ini, pernyataan
Prabowo “bekerja untuk kepentingan nasional lebih penting dari nasionalisasi”
sangat relevan.
Prabowo
kemudian melanjutkan, “penting bagi kita untuk mendidik warga masyarakat
terkait perbedaan itu, sehingga perdebatan politik menjadi lebih dewasa.”
Dengan kata lain, lebih penting berdebat isu-isu yang realistis, bermanfaat
langsung bagi rakyat daripada menjual mimpi kepada masyarakat kecil dengan
cara memanipulasi isu-isu murahan agar terlihat seperti pahlawan di siang
bolong.
Perdebatan
soal perpanjangan blok Migas, seperti Blok Siak, Blok Mahakam, dan
beberapa blok lainnya, dengan meniupkan isu nasionalisasi migas, jelas
tidak elok dan tidak pada tempatnya. Seharusnya, rakyat disuguhkan oleh
argumen-argumen yang rasional dan masuk akal, tidak dengan memainkan isu
nasionalisasi sempit. Apa yang disampaikan Prabowo mengingatkan publik
dan elemen masyarakat agar mengedepankan perdebatan yang sehat dan
rasional.
Menurut Prabowo, tidak ada salahnya dengan hadirnya perusahaan-perusahaan minyak dan gas asing di Indonesia yang terlibat aktif dalam berbagai proyek migas, asalkan saja berada di bawah kontrol pemerintah yang baik. Ketika kondisi ekonomi sedang bagus-bagusnya, yang kini mulai memudar, para elit politik menjadi sombong dengan mengkalim bahwa Indonesia akan menjadi negara tersuksi karena sumber daya alam yang kaya dan populasi yang besar. Namun, kebijakan yang ada saat ini gagal untuk meningkatkan aktivitas eksplorasi migas.
Menurut Prabowo, tidak ada salahnya dengan hadirnya perusahaan-perusahaan minyak dan gas asing di Indonesia yang terlibat aktif dalam berbagai proyek migas, asalkan saja berada di bawah kontrol pemerintah yang baik. Ketika kondisi ekonomi sedang bagus-bagusnya, yang kini mulai memudar, para elit politik menjadi sombong dengan mengkalim bahwa Indonesia akan menjadi negara tersuksi karena sumber daya alam yang kaya dan populasi yang besar. Namun, kebijakan yang ada saat ini gagal untuk meningkatkan aktivitas eksplorasi migas.
Dia berkomitmen untuk meningkatkan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia karena tanpa eksplorasi, lapangan-lapangan minyak dan gas yang berproduksi saat ini akan segera mengering karena terkuras habis.
Industri Migas Strategis
Industri minyak dan gas bumi berperan penting bagi ekonomi suatu negara. Tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri industri minyak dan gas menyumbang sekitar 30 persen pendapatan negara pada Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, pemerintah memiliki kepentingan untuk memastikan industri minyak dan gas bumi terjaga, terus bertumbuh. Semakin berkembang industri migas, semakin besar kontribusi industri ini pada ekonomi nasinoal.
Kontribusi industri migas tidak
sekadar angka-angka pendapatan yang disumbangkan kepada negara. Manfaat dari
kehadiran industri migas juga dapat menciptakan multiplier efect bagi
industri-industri lain.
Perusahaan-perusahaan migas
yang mengembangkan berbagai proyek migas, entah itu fasiltas produksi
di daratan atau rig atau platform di lepas pantai, membutuhkan berbagai produk, buatan lokal dan impor, untuk mendukung projek tersebut.
Sebuah proyek migas bisa saja
melibatkan ratusan perusahaan yang menyuplai berbagai produk dan jasa, mulai
dari produk pipa, baja, hingga jasa desain proyek. Sebuah proyek migas dapat
menciptakan multiplier efek yang luar biasa bagi industri nasional, apalagi
setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM bersama SKK Migas mendorong
penggunaan produk dalam negeri untuk dalam pembangunan proyek-proyek migas.
Kehadiran perusahaan migas baik
perusahaan-perusahaan raksasa Migas internasional maupun perusahaan dalam
negeri juga telah menciptakan lapangan kerja bagi pemuda-pemudi Indonesia baik
yang bekerja langsung di perusahaan migas maupun mereka yang bekerja di
perusahaan-perusahaan pendukung migas.
Namun, tidak semua menyadari
pentingnya industri migas yang maju dan stabil. Belakangan ini, pelaku industri
migas di Tanah Air mulai terusik oleh ulah sekelompok kecil masyarakat yang
ingin mencari simpati rakyat dengan meneriakan isu nasionalisasi migas, dengan
mencontohi apa yang telah dilakukan oleh Hugo Chaves.
Apakah menasionaliasi migas realistis di era terbuka dan globalisasi ekonomi saat ini? Apakah Indonesia akan menjadi negara yang terisolir seperti Korea Utara dengan mengusir semua perusahaan asing di Indonesia?
Pernyataan Prabowo bahwa ia dengan tegas menolak nasionalisasi industri migas tentu mengirimkan sinyal positif bagi pelaku industri migas. Bagi pelaku industri migas, siapapun nanti yang menjadi Presiden baru tahun 2014, ia harus punya komitmen pada pengembangan industri migas nasional, yang saat ini masih terseok-seok. Birokrasi yang rumit di tingkat nasional dan lokal masih terus menghambat investasi sektor migas, baik eksplorasi maupun untuk produksi. (*)
Apakah menasionaliasi migas realistis di era terbuka dan globalisasi ekonomi saat ini? Apakah Indonesia akan menjadi negara yang terisolir seperti Korea Utara dengan mengusir semua perusahaan asing di Indonesia?
Pernyataan Prabowo bahwa ia dengan tegas menolak nasionalisasi industri migas tentu mengirimkan sinyal positif bagi pelaku industri migas. Bagi pelaku industri migas, siapapun nanti yang menjadi Presiden baru tahun 2014, ia harus punya komitmen pada pengembangan industri migas nasional, yang saat ini masih terseok-seok. Birokrasi yang rumit di tingkat nasional dan lokal masih terus menghambat investasi sektor migas, baik eksplorasi maupun untuk produksi. (*)