Tampilkan postingan dengan label Akil Mochtar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akil Mochtar. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Juli 2014

Mantan Ketua MK Indonesia Divonis Seumur Hidup

Akil sesaat setelah vonis dibacakan
“Saya akan banding, sampai ke surga sekalipun!” ucap Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dengan pede-nya seolah-olah dia pasti akan masuk surga. Pernyataan tersebut diucapkannya setelah majelis hakin Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepadanya. Akil terlibat dalam 15 kasus suap atas sengketa pemilihan kepala daerah. Penjara seumur hidup adalah tingkat hukuman atas pidana kejahatan yang paling berat dalam kerangka hukum Indonesia.

Namun putusan hukuman penjara seumur hidup tersebut disertai dengan pengembalian beberapa aset Akil yakni:
1. Tabungan di rekening Bank Nasional Indonesia atas nama Akil Mochtar sebesar Rp 4.203. 569.304 dikurangi Rp 1.000.050.000 yang diduga hasil tindak pidana korupsi. Sehingga, sisa uang yang dikembalikan kepada Akil Rp 3.203.519.304
2. Tabungan di rekening Bank Mandiri atas nama Akil Mochtar sebesar Rp 3.798.675.753 dikurangi Rp 2.635.000.000 yang diduga kuat hasil korupsi. Sisa uang yang dikembalikan oleh negara Rp 1.163.675.753
3. Tabungan di rekening Bank Central Asia atas nama Akil Mochtar Rp 3.345.134.445,50 dikurangi 2.906.676.000 yang diduga hasil korupsi. Sisa yang dikembalikan Rp 438.458.445
4. Toyota Kijang Innova warna biru metalik dengan nomor polisi B 16359 SZC
5. Mobil Ford warna abu- abu nomor polisi B420 D
6. sebidang tanah seluas 305 meter persegi di Jalan Karya Baru nomor 20, Kalimantan Barat dinilai oleh hakim diperoleh dan dibeli Akil sebelum menjadi anggota DPR atau hakim MK.
7. Deposito di Bank Rakyat Indonesia senilai Rp1,5 miliar
8. Deposito Bank Rakyat Indonesia Rp 1,5 miliar
9. Mobil Audi hitam nomor polisi B 8234 C dinilai hakim diperoleh dari hasil tukar tambah mobil
10. Uang seumlah Rp 350 juta

Di dalam pertimbangan hakim, salah satu alasan yang memberatkan adalah bahwa karena Akil adalah seorang hakim, seseorang yang seharusnya menjadi teladan dan contoh. Lebih lagi bahwa Akil bukan sembarang hakim, melainkan hakim konstitusi! Seseorang yang berada di pucuk konstitusi namun malah korupsi sangatlah mengecewakan.

Peristiwa ditangkapnya dan divonisnya Akil diliput dan diberitakan juga oleh berbagai media internasional. Seorang ketua MK suatu negara melakukan korupsi! Sungguh mencoreng dan memalukan nama bangsa! Indonesia memang sudah sering go-international dalam hal korupsi. Seandainya saja kita bisa hebat dalam keahlian yang lain.


Vonis yang dijatuhkan kepada Akil juga otomatis menjadi sejarah hukuman terberat atas kasus korupsi. Lain lagi di Republik Rakyat Cina (RRC), hukuman untuk korupsi adalah hukuman mati. Walaupun dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), namun hukuman tersebut terbukti cukup efektif dalam memberantas korupsi. Apakah KPK akan membawa Indonesia melangkah ke jalur tersebut mengingat sudah sangat kronisnya korupsi di Indonesia?

Senin, 03 Maret 2014

Agar Kasus Akil Moctar Tak Terulang, Tolak Calon Hakim Mahkamah Konstitusi dari Partai Politik!



Dimyati Natakusumah, calon Hakim MK dari PPP

Apa yang tidak bisa dibeli dengan uang di Republik ini? Semua bisa asalkan punya uang, demikian kelakar seorang anggota DPR saat ditemui penulis beberapa waktu lalu. Sang anggota DPR tersebut mengungkapkan hal itu sebagai ungkapan kekesalannya menanggapi berbagai kasus-kasus mega korupsi belakangan ini. Tidak tanggung-tanggu, yang terlibat korupsi, tidak hanya pejabat pemerintah, lembaga peradilan, kepolisian, lembaga politik, tapi juga justru tembok terakhir penjaga keadilan di Republik ini, yakni Mahkamah Konstitusi. 

Mahkamah Konstisi adalah salah satu anak kandung dari reformasi kelembagaan di negara Pancasila ini, agar proses evolusi bernegara tetap berada di jalur yang benar, jalur yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi sebagian rakyat Mahkamah konstitusi dianggap sebagai ‘dewa’nya lembaga peradilan di Indonesia. Itu dulu, sebelum kasus korupsi yang melibatkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. 

Nama Akil Mochtar tiba-tiba saja menggetarkan jagat Republik ini lantaran tertangkap basah menerima suap dari pihak-pihak tertentu yang terlibat sebuah perkara. Kalau Akil Moctar adalah seorang kepala desa, mungkin tidak menimbulkan kehebohan dan kegusaran jagat Republik ini. Persoalannya, Akil Moctar adalah seorang Hakim Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga Peradilan yang dianggap sakral oleh sebagian rakyat. Itu dulu. 

Setelah ditelusuri dan kasusnya diproses di pengadilan khusus korupsi (Tipikor), banyak fakta-fakta yang mencengangkan terbuka. Rupanya sang mantan Ketua Hakim Konstitusi MK ini terlibat dan menerima suap untuk dengan imbalan memenangkan pihak-pihak tertentu yang berperkara. Publik tercengang karena AM terlibat korupsi ratusan miliar rupiah. Setiap perkara, AM dapat menerima suap mulai dari ratusan juga hingga miliaran rupiah tergantung magnitude sebuah perkara. 

Tidak heran bila kita sering mendengar ungkapan, ‘apa yang tidak bisa dibeli di negara ini’? Bila terlibat perkara, dan bisa menyiapkan uang puluhan milyar untuk menyuap oknum hakim, ada kemungkinan besar Anda akan memenangi perkara. Tentu tidak semua hakim seperti itu. Tapi imej hakim bisa disuap sudah terlanjur menempel di kepala masyarakat. 

Akil Mochtar boleh dibilang tidak seterkenal sekarang dibanding sebelumnya. Sebelum kasus korupsinya terbongkar, mungkin hanya segelintir masyarakat Indonesia yang mengenalnya, terutama bila rajin membaca koran setiap hari. Tapi nama AM, kini jauh lebih popular, mungkin melebih popularitas seorang artis paling terkenal di Republik ini. Sayang kepopuleran AM, bukan atas sebuah jasa bagi bangsa, tapi atas sebuah kelakuan kejahatan kerak putih, a.k.a KORUPSI. 

Nama AM kini terkenal hingga kepelosok-pelosok negara kepulauan ini, mulai dari Aceh hingga di ujung timur Indonesia, dari ujung utara pulai Kalimantan hingga selatan Republik ini, pulau Rote. Dan mungkin tidak semua orang tahu bahwa AM adalah mantan politikus Partai Golkar. 

Karena itu, ketika anggota DPR Komisi III kemarin melakukan uji fit and proper test mencari hakim agung, protes masyarakat bermunculan terhadap calon hakim MK yang berlatar belakang politikus atau petinggi sebuah partai. Salah satu yang ditentang publik adalah Dimyati Natakusumah.

Dimyati saat ini menjabat sebagai anggota DPR Komisi III dari partai PPP. Dia memenangi pilada di Daerah Pilihan Banten I dengan suara 27.187. Nama Dimyati sebagai calon hakim langsung ditentang publik. Pertama, Dimyati adalah seorang politikus dan sebagai politikus dan anggota sebuah partai, tentu ia akan membela partai yang mengusungnya. Masyarakat masih trauma dengan kasus Akil Mocthar, yang notabene anggota Partai Golkar sebelum diangkat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Masyarakat tidak ingin kasus AM terulang kembali.

Dimyati juga memiliki beberapa catatan negatif. Pada November 2009, ia sempat memanfaatkan rapat dengar pendapat Komisi III DP dengan Kejaksaan Agung untuk membeberkan dan mengadukan kasus yang membelitnya saat menjadi Bupati Pendeglang, Banten. Ia diduga memberikan uang suap sebesar Rp1,5 miliar kepada anggota DPRD Pandeglang dengan tujuan untuk memuluskan rencana pinjaman daerah sebesar Rp200 miliar pada tahun 2006 di Bank Jabar. (Sumber: Merdeka.com)

Publik rupanya sudah alergi dan muak dengan munculnya calon Hakim Mahkamah Konstitusi yang datang dari Partai Politik. Kehadiran calon hakim dari Partai Politik sangat diragukan independensi mereka, karena diduga mereka masih akan bias, dan lebih memilih kepentingan partainya saat terlibat dalam memutuskan perkara yang melibatkan partai asal.

Reformasi Indonesia yang diperjuangkan pada tahun 1997-1998 telah gagal. Reformasi yang antara lain bertujuan menghapus segala praktek-praktek KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang terjadi pada era Orde Soeharto, malah makin merajalela setelah reformasi. Korupsi atau KKN tidak hanya terjadi di lingakaran kekuasaan pusat (Ring-1) tapi malah menyebar bak virus hingga ke daerah, dan ke birokrat level paling bawah. 

Tender-tender proyek pemerintah yang seyogyanya harus dilakukan secara transparen, adil dan jujur, bahkan diselewengkan oleh berbagai pihak demi segepok atau sekardus uang dolar Singapura atau dolar AS. Belakangan dolar Singapura dan dolar AS, menjadi favorit mata uang untuk dikorupsi. Para politisi atau yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi memiliki sandi tersendiri. Mata uang dolar AS, yang ditulis dengan jelas ‘In God We Trust’, diganti tagline itu oleh para koruptor dengan kata-kata baru ‘In Corruption We Trust’.

Kembali ke proses seleksi hakim Mahkamah Konstitusi tadi, kita dan sebagian besar publik tampaknya menolak dan tidak setuju dengan adanya hakim yang berasal dari Partai Politik. Titik. (*)

Minggu, 06 Oktober 2013

Perpu Mahkamah Konstitusi, BBM dan Blok Mahakam

Sebuah Fasilitas Produksi Blok Mahakam
Hanya selang beberapa hari setelah Akil Mochtar (AM), ketua Mahkamah Konstitusi (MK), ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Republik Indonesia Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) langsung mengadakan rapat dengan pimpinan lembaga tinggi negara. Rapat itu dilakukan untuk menyelamatkan wibawa MK, yang runtuh dalam sekejab setelah AM kedapatan menerima suap dari pihak yang berpekara untuk mempengaruhi sebuah keputusan. Sebuah tindakan fatal dan memancing amarah publik.

Rapat lembaga-lembaga tinggi negara tersebut menghasilkan sebuah keputusan penting. Bahwa, pemerintah akan mengajukan Peraturan Pengganti Undang (Perpu) ke DPR. Salah satu poin penting dari Perpu soal MK tersebut adalah untuk mengatur mekanisme pengawasan dan perekrutan hakim MK. Kekuasaan para hakim MK sejauh ini memang tidak terbatas. Lebih dari itu, tidak ada yang mengawasi sehingga rentan penyalahgunaan. Komisi Yudisial tidak punya hak untuk mengawasi hakim MK. Sistem perekrutan juga dianggap sebagai salah satu penyebab.

Pada titik ini, kita salut pada pemerintah untuk segera mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi. Upaya tersebut penting mengingat lembaga ini merupakan salah satu pilar demokrasi dan merupakan amanat reformasi.

Pemerintah, khususnya Presiden SBY, memang harus sigap dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin harus tegas dan berani dalam mengambil keputusan. Berani tidak berarti grasa-grusu. Risiko tetap diperhitungkan.

Kasus BBM Bersubsidi
Apa yang terjadi bila seorang pemimpin lamban mengambil keputusan? Risiko dan ongkosnya menjadi lebih mahal. Lihat saja, ketika pemerintah lamban mengambil keputusan menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa bulan lalu. Akibat kelambanan pemerintah dalam mengambil keputusan, biaya subsidi terus meningkat sementara harga-harga barang meningkat, bahkan jauh sebelum keputusan diambil. Timing keputusan pemerintah dalam membuat kenaikan harga BBM dinilai tidak tepat karena bersamaan dengan meningkatnya belanja rumah tangga untuk pendidikan serta meningkatnya pengeluaran jelang hari Raya Idul Fitri.

Publik dan dunia usaha mendampakan seorang pemimpin yang tegas, tidak ragu-ragu dan bimbang dalam mengambil keputusan. Salah satu kritikan yang dialamatkan ke pemerintah dan Presiden SBY secara khusus adalah kelambanan dalam mengambil keputusan. Pihak istana pernah berdalil bahwa Presiden SBY memang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan dan mempertimbangkan semua risiko. Sehingga, terkesan lamban.

Mempertimbangkan semua aspek dan risiko memang perlu. Tapi hal itu tidak boleh mengorbankan waktu. Penting juga untuk mempertimbangkan ketepatan waktu (timing) dalam mengambil sebuah keputusan. Kalau sebuah keputusan ditunda-tuda, justru biaya dan risiko juga meningkat seperti contoh kenaikan harga BBM diatas tadi.

Kontrak Blok Mahakam
Salah satu contoh keputusan yang mendesak dan saat ini dinanti-nantikan oleh berbagai pihak adalah terkait hak pengelolaan blok Mahakam, yang akan berakhir tahun 2017. Idealnya, sebuah kontrak perpanjangan atau tidak atas sebuah blok Migas dilakukan paling lambat 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Dengan demikian, operator dapat melakukan perencanaan dengan matang, rencana investasi bila diperpanjang atau exit strategy bila memang tidak diperpanjang. Hal ini penting mengingat rencana investasi sebuah proyek minyak dan gas bersifat jangka panjang. Sebuah proyek investasi yang sedang dilakukan saat ini, misalnya, biasanya sudah direncanakan 4-5 lima tahun sebelumnya.

Saat ini, operator Blok Mahakam sedang menantikan keputusan pemerintah apakah memperpanjang, tidak diperpanjang atau membuat skema baru semacam joint-operation yang melibatkan operator lama dan operator baru. Opsi ketiga ini yang kelihatannya bakal diambil pemerintah untuk menjamin transisi yang smooth dan memastikan operasional blok tersebut tidak terganggu dan tetap berjalan. Namun, detail skema-nya belum jelas.

Mengingat investasi sebuah proyek migas bersifat jangka panjang, maka keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam tidak ditunda-tunda terus. Idealnya, keputusan dilakukan tahun ini, karena bila ditunda ke tahun 2014, maka bisa jadi tidak akan ada keputusan karena pemerintah sudah akan sibuk dengan Pemilihan Umum. Bila ini yang terjadi, maka akan sangat berisiko karena operator Blok tersebut bisa saja menghentikan sementara rencana investasi kedepan sambil menunggu keputusan pemerintah, terutama investasi atau proyek yang akan berakhir melebih batas akhir kontrak, yakni 2017. 

Penundaan keputusan akan berdampak pada kesinambungan produksi Blok Mahakam. Sebuah proyek gas alam, bila dihentikan akan membutuhkan waktu dan ongkos yang mahal lagi untuk membuat produksi kembali berjalan.

Juru bicara Total E&P Indonesie Kristanto Hartadi 4 Oktober lalu telah mengatakan bahwa operator blok Mahakam telah menganggarkan Rp73 triliun (US$7.3 miliar) untuk pengembangan Blok Mahakam pasca 2017. Namun, operator blok tersebut kemungkinan menahan sementara rencana investasi untuk mengembangan blok Mahakam sebelum pemerintah mengambil keputusan. 

Beberapa rencana proyek pengembangan dalam beberapa tahun kedepan terancam dihentikan akibat tidak adanya kepastian terkait kontrak pasca 2017. Ini menunjukkan penundaan sebuah keputusan berdampak pada meningkatnya risiko kesimbungan produksi Blok Mahakam. Karena itu, masuk akal bila operator blok tersebut berharap pemerintah dapat mengambil keputusan segera dan tidak ditunda-tudan. Setiap keputusan memang berisiko apalagi bila pemerintah mengambil keputusan yang berani dan tidak populis.  (*)