Rabu, 31 Juli 2013

Indonesia Butuh Pemimpin Bernyali & Berkarakter



Gerakan Reformasi 1997-1998 telah membawa perubahan, baik politik, sosial maupun ekonomi. Tapi gerakan reformasi ibarat membuka pintu. Perubahan harus terus berjalan. Bila arus perubahan berjalan ke luar rel, maka harus dikembalikan relnya.

Di tengah arus perubahan tersebut, Indonesia membutuhkan aktor-aktor perubahan. Siapakah aktor-aktor perubahan tersebut? Anda dan saya. Catatan Ahok, Wakil Gubernur DKI berikut ini, barangkali patut untuk direnungkan. Saat ini Wagub yang satu ini, bersama sang gubernur femonenal Joko Widodo (Jokowi) terus menarik perhatian lantara gebrakan-gebrakan yang mereka lakukan.

Ahok dan Jokowi adalah contoh pemimpin yang berkarakter. Mereka agen perubahan walau ditentang dari mana-mana. Jokowi yang asli Solo ini, dengan gaya khasnya berupaya untuk mengubah wajah Jakarta yang carut marut.

Karakter Ahok sebagai seorang pemimpin berkarakter, bernyali dan bermental baja, tercermin dalam suratnya, yang dimuat dalam buku Surat dari & untuk Pemimpin yang diterbitkan Tempo Institute dalam rangkaian program "Menjadi Indonesia". Buku ini memuat 95 surat dari para tokoh yang mewarnai wajah Indonesia masa kini:

"Ayo Berpolitik"

Anak muda harus berani berpolitik. Lebih jelasnya, generasi muda harus berani menjadi politisi. Politisi seperti apa? Politisi yang jujur, bersih, dan melayani. Politisi yang berjuang untuk Keadilan Sosial bukan untuk kekuasaan dan kekayaan.

Ada banyak orang yang tidak suka berpolitik tapi suka mengkritisi dari luar. Harus diingat bahwa di Negara yang sedang mencari jati diri dan berkembang seperti Indonesia politik adalah pilar utama perubahan. Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa berpolitik itu adalah suatu keharusan.

Mengkritisi dari luar sangat baik, tetapi masuk dan berjuang di dalam sangatlah penting dan krusial bahkan sudah menjadi keharusan. Hari ini kita tahu ada bahwa pada umumnya politisi yang seharusnya menjadi pelayan sudah “budek”(tuli). Mereka bukannya tidak tahu soal kesusahan rakyat tetapi TIDAK PEDULI UNTUK TAHU.

Maka sudah saatnya kita yang tidak nyaman dan marah akan situasi ini masuk dan melawan. Juga ada banyak orang yang sudah berpikir untuk berpolitik bahkan sudah masuk di dalam. Sayangnya kebanyakan dari mereka hanyut terbawa arus budaya politik. Untuk itu kita memerlukan orang-orang yang punya nurani untuk masuk berpolitik di dalam.
Memang betul politik Indonesia hari ini hanya semata-mata untuk kekuasaan dan bukan untuk rakyat. Ini karena orang yang punya nurani dan keberanian di dalam sangatlah sedikit. Jadi politik Indonesia butuh generasi muda yang punya nurani dan berani mempertahankan nuraninya apapun harganya.

Bagi saya pilihannya sangat sederhana. Masa depan Negara ini dan nasib ratusan juta rakyatnya ada di tangan anda-anda semua. Jika teman-teman generasi muda tidak berani dan tidak bersedia berpolitik; tidak berani dan tidak bersedia mempertahankan nurani dan kejujuran apapun harganya, maka mimpi tentang Indonesia yang ada dalam visi para pendiri Negara ini hanya akan jadi mimpi belaka.

Sebaliknya jika teman-teman berani mengambil langkah radikal, berani berpolitik dengan nurani dan kejujuran, maka Indonesia ke depan akan menjadi bangsa yang besar dan disegani dengan rakyatnya yang makmur dan sejahtera. Berpolitik dengan nurani dan kejujuran tentunya susah-susah gampang. Akan ada banyak godaan, tantangan, dan ancaman. Tetapi suara nurani adalah modal utama dan sulit digoyah. Pilihan ada di tangan anda. Semoga anda memilih dengan bijaksana. Tuhan memberkati.

Jakarta, 17 November 2012
Basuki Tjahaja Purnama (AHOK)



Fakta Menarik tentang Blok Mahakam



Kontrak pengelolaan Blok Mahakam yang terletak di Kalimantan Timur, Indonesia, kian dekat, yakni akhir Maret 2017. Artinya, tinggal 3 tahun 8 bulan lagi hak pengelolaan Blok Mahakam oleh perusahaan migas Perancis, Total E&P Indonesia yang bermitra dengan Inpex asal Jepang akan berakhir. Keputusan dibuat detik-detik terakhir tentu tidak diharapkan apalagi horison investasi di sektor migas bersifat jangka panjang.

Menurut peraturan yang berlaku, operator mempunyai kesempatan untuk mengajukan perpanjangan 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Cukup panjang waktu yang diberikan untuk mengajukan perpanjangan mengingat investasi untuk pengembangan sebuah lapangan minyak dan gas, termasuk pembangunan berbagai fasilitas produksi atau tambahan fasilitas produksi membutuhkan perencanaan jangka panjang dan ekspektasi return atau pengembalian investasi dengan rentang waktu yang panjang juga.

Idealnya, keputusan perpanjangan dilakukan 5 tahun sebelum kontrak berakhir sehingga operator sebuah blok migas dapat melakukan perencaan. Menarik untuk melihat kasus Blok Mahakam.

Hingga saat ini pemerintah belum membuat keputusan terkait kontrak pengelolaan blok tersebut. Apakah ini terkait dengan situasi politik di tanah air? Seperti yang kita ketahui tahun 2014, Indonesia akan mengadakan pemilihan umum, baik untuk pemilihan anggota Parlemen maupun Presiden dan Wakil Presiden. Tahun 2014 adalah tahun politik. Otomatis, seluruh energi dan perhatian seluruh masyarakat Indonesia tersedot agenda politik nasional tersebut.

Namun demikian, banyak agenda penting yang tidak terkait langsung dengan peristiwa politik,  perlu tetap dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah keputusan kontrak pengelolaan (operatorship) Blok Mahakam. Seharusnya, keputusan tersebut steril dari tarik-menarik kepentingan politik atau kelompok-kelompok kepentingan.

Pemerintah, seperti yang sudah diberitakan di media masa, punya beberapa opsi, pertama, memperpanjang kontrak operator saat ini, kedua, tidak diperpanjang, dan ketiga, membuat skema baru dengan melibatkan operator yang saat ini dan pemain baru, dalam hal ini Pertamina.

Idealnya, keputusan perpanjangan operatorship Blok Mahakam telah dilakukan tahun 2012 lalu. Namun, hingga saat ini pemerintah belum membuat keputusan. Akibat dari penundaan keputusan itu, beberapa proyek besar dan investasi yang dilakukan operator ditahan dulu yang tentu akan berdampak pada penurunan produksi gas alam. Ujung-ujungnya pendapatan pemerintah berkurang.

Kedua, pekerja Total di Blok Mahakam kian resah dan galau menanti keputusan pemerintah. Ini terkait kepastian terhadap nasib mereka apalagi sebagian besar dari pekerja sudah bekerja belasan dan bahkan puluhan tahun di Blok Mahakam.

Seperti yang disampaikan oleh Vice President Human Resources, Vice President Human Resources, Communications and General Services Total E&P Indonesie, Arividya Noviyanto, jumlah pekerja Total di Blok Mahakam mencapai 3.700 tenaga kerja. Di luar itu ada 20 ribu pekerja tidak langsung yang berhubungan dengan kegiatan di Blok tersebut.

Serikat Pekerja Nasional Total E&P Indonesie (SPNTI) sudah meminta pemerintah untuk segera memutuskan nasib kontrak pengelolaan Blok Mahakam. SPNTI berharap pemerintah segera mengambil keputusan. Kalau tidak ada kepastian maka pekerja potensial akan memilih resign (mengundurkan diri) dan ini tentunya mempengaruhi target lifting.

Fakta

Blok Mahakam merupakan salah satu aset penting Indonesia. Saat ini memproduksi hampir 1/3 dari produksi gas alam nasional. Selama 40 tahun blok tersebut telah memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam hal pendapatan (US$87 miliar) serta kontribusi pada pembangunan nasional. Saat ini sekitar 32% gas alam dari Blok Mahakam telah dialokasikan ke pasar domestik. Berbagai program CSR juga telah memberi manfaat pada peningkatan komunitas sekitar melalui program-program CSR.

Produksi terus dioptimalkan walau ada tekanan penurunan dengan tingkat investasi sekitar US$2.5-US$3 miliar per tahun (Rp25-30 trillion).

Menurut data yang diperoleh, Total dan INPEX telah merespons penurunan produksi pada blok Mahakam muali 2011 dengan meningkat upaya penurunan melalui penambahan rig dan penerapan teknologi tinggi khusus untuk penurunan produksi pada aset yang sudah tergolong tua seperti Blok Mahakam.

Saat ini, lebih dari 100 sumur dibor setiap tahun dan hampir 10,000 sumur intervensi dibuat untuk mempertahankan produksi. Proyek-proyek baru terus digenjot seperti pengembangan 6 anjungan baru (new platforms yang dipasang mulai kuartal ke-4 2012 hingga kuartal 1 2014, termasuk proyek South Mahakam, yang proyeknya selesai 2 bulan lebih awal. 

Dengan antisipasi yang dilakukan mulai 2011, produksi 2013 diperkirakan 7% lebih tinggi dari rencana (PoD) yang diajukan operator akhir 2012. Diperkirakan produksi Blok Mahakam 2013-2015 diperkirakan sekitar 1.6-1.7 Bcf/d.

Operator Blok Mahakam, Indonesia Petroleum Association (IPA), pekerja Total di Mahakam, maupun beberapa pengamat sudah mendesak pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait kontrak Blok Mahakam.

Publik tentu berharap pemerintah akan segera membuat keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk risiko terhadap produksi gas alam pada Blok Mahakam. (*)

Senin, 29 Juli 2013

Menanti Skema Baru Pengelolaan Blok Mahakam

Beberapa waktu lalu JM Guillermou, senior VP Asia Pacific Total, mengunjungi Indonesia. Dari berita-berita yang muncul di media, kita tahu Total menawarkan periode transisi 5 tahun. Participating Interest (PI) Total dan Inpex menurun dari masing-masing 50% menjadi 35%, sementara Pertamina akan memiliki 30%. 

Dari tawaran tersebut terlihat perusahaan migas asal Perancis tersebut tidak terlalu ngotot untuk melanjutkan pengelolaan blok Mahakam, karena toh perusahaan Perancis tersebut masih memilik blok-blok migas yang akan dikembangkan baik di Indonesia maupun di kawasan lain.

Tampaknya, Total berkomitmen untuk melakukan transfer teknologi.
 
Sebagai perusahaan yang telah mengoperasikan blok Mahakam selama 40 tahun, tentu Total punya tanggungjawab moral untuk memastikan tidak terjadi perubahan yang ekstrim pada pengelolaan blok Mahakam. Perusahaan asal Perancis tersebut tidak menginginkan terjadi disruption pada produksi gas alam serta gejolak internal karyawan yang saat ini berjumlah lebih dari 3,000, serta mitra bisnis dan komunitas lokal.

Siapapun pasti menginginkan agar produksi gas alam di Blok Mahakam tidak terganggu. Bila terganggu hal itu akan membawa dampak negatif, termasuk pengurangan pendapatan pemerintah. Untuk sebuah pengelolaan blok yang besar dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pada operasional perusahaan bila proses transisi tidak disiapkan. Kalaupun ada operator baru atau ada partner baru yang masuk ke blok tersebut, RISIKO SEKECIL APAPUN harus dicegah/dihindari.

Pertamina adalah perusahaan national oil and gas company (NOC) yang profesional dengan kapasitas yang terus meningkat. Hal itu kita bisa saksikan pada beberapa blok migas yang telah dioperasikan seperti Blok ONWJ atau blok West Madura Offshore (WMO) di Jawa Timur. Namun, pengelolaan kedua blok tersebut tidak bisa dijadikan alasan dan tolok ukur bagi Pertamina untuk mengklaim bisa mengelola Blok Mahakam.

WMO dan Blok Mahakam tidak bisa disamakan baik dari skala produksi, kompleksitas layer underground blok, tingkat investasi, teknologi yang dibutuhkan maupun nilai investasi setiap tahun untuk mempertahankan produksi. Pertamina perlu beradaptasi dengan Blok Mahakam. Pertamina perlu mendapatkan pelatihan yang cukup terkait pengembangan dan pengelolaan blok Mahakam.

Efisien
Pertanyaan yang kadang mengemuka di kalangan industri migas adalah apakah efisien bagi Pertamina untuk mengalokasikan mayoritas investasi tahunannya untuk investasi di blok yang sedang declining? Bukankah lebih efektif bila Pertamina mengalokasikan investasi tersebut untuk mengembangkan proyek-proyek besar yang dimilik Pertamina seperti East Natuna, misalnya.

Dari sisi pemerintah, pengalihan operator ke Pertamina dari Total tidak berarti pemerintah akan mendapatkan income atau pendapatan lebih. Yang akan diperoleh Pertamina, sama atau bahkan bisa berkurang, bila produksi terus menurun. Pada saat yang sama, pemerintah kehilangan potensi investasi US$7.5 miliar dalam beberapa tahun ke depan seperti yang dijanjikan Total.

Kontrak pengembangan blok Mahaka yang  saat ini dipegang Total EP Indonesie dan mitra non-operatornya Inpex asal Jepang, yang juga merupakan operator Blok Masela, akan berakhir pada Maret 2017. Berakhirnya kontrak blok Mahakam, berbarengan dengan berakhirnya beberapa blok migas lainnya.

Seperti yang diberitakan di media masa, Total saat ini masih melanjutkan investasi pengembangan lanjutan beberapa lapangan, sesuai dengan PoD yang telah disepakai bersama dengan SKK Migas (sebelumnya BPMIGAS). Untuk proyek-proyek yang akan beralanjut hingga pasca 2017, tampaknya ditunda oleh Total sambil menanti keputusan pemerintah soal kontraktor baru Blok Mahakam. Untuk itu, sangat logis bila Total and Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait pengelolaan blok Mahakam pasca 2017.

Penundaan keputusan akan berdampak pada penurunan drastis produksi Blok Mahakam jelang atau setelah 2017. Penundaan juga bisa berdampak pada pekerja atau karyawanTotal EP Indonesie yang bekerja di Blok Mahakam. Perwakilan pekerja Blok Mahakam beberapa waktu lalu telah menyatakan harapan mereka kepada pemerintah agar operator blok Mahakam pasca 2017 segera diputuskan. Kondisi ketidakpastian ini tentu akan berdampak buruk pada konsentrasi kerja pekerja karena mereka khawatir akan nasib mereka.

Penundaan tidak hanya berdampak pada gangguan produksi dan potensi pendapatan pemerintah dari Blok Mahakam, tapi juga berdampak pada meningkatnya risiko sosial karena pekerja di blok ini khawatir akan kehilangan pekerjaan.

Karena itu, sebagai warga masyarakat, kita berharap pemerintah akan segera membuat keputusan terkait operator blok Mahakam, tidak menunggu hasil Pemilu 2014 nanti. Bila menunggu pemilu 2014, boleh jadi keputusan akan ditunda lagi, karena pemerintah baru hasil pemilu masih membutuhkan waktu lagi untuk mempelajari blok Mahakam.  

Saat ini ada desakan dari kelompok-kelompok tertentu agar Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina. Kalau Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina, hendaknya itu dilakukan dengan kepala dingin. Jangan sampai nasionalisme sempit membutakan mata kita.

Pertamina dan pemerintah perlu mempelajari cadangan yang tersisa, bagaimana profil produksi pasca kontrak berakhir 2017. Dalam beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan, produksi gas terus merosot, bahkan beberapa train LNG di Bontang ada yang sampai dihentikan karena pasokan merosot.

Blok Mahakam memiliki tingkat kompleksitas yang cukup rumit. Perlu juga dilihat kondisi reservoir di Delta Mahakam karena reservoir tidak terdiri dari beberapa reservoir saja, tapi terdiri dari ratusan reservoir-reservoir kecil. Konsekuensinya, ratusan sumur baru harus di-drill setiap tahun dan tentu berdampak pada tingginya tingkat investasi.

Pertanyaan lain adalah apakah cukup ekonomis bagi Pertamina untuk berinvestasi mengembangkan blok Mahakam. Pemerintah dituntut untuk melakukan hitungan cermat dengan memperhatikan segala risiko yang mungkin terjadi.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pernah menyatakan pihaknya harus realistis dalam mengakuisisi blok gas Mahakam. Pertamina tidak akan mengambil 100% saham blok tersebut tapi membuka peluang kerjasama (partnership). (Metronews.com, 28 Februari)

Ia mengatakan kemitraan dengan kontraktor lain dalam pengelolaan Blok Mahakam yang berskala besar dimungkinan, apalagi dalam hal transfer teknologi. Ia mencontohkan perusahaan migas asal Norwegia, StatOil bisa maju lantaran mendapat transfer teknologi dari kemitraan dengan British Petroleum.

Pemerintah punya opsi atau skema baru untuk Blok Mahakam, memperpanjang operatorship pada operator yang sekarang, memberikan hak pengelolaan kepada operator baru, atau kombinasi operator yang saat ini dengan mitra baru, seperti yang diusulkan Total. Kita berharap pemerintah akan mengambil keputusan yang bijak, rasional dengan mempertimbangkan segala risiko. Boleh jadi opsi masa transisi 5 tahun seperti yang diusulkan Total merupakan opsi yang paling pas, atau win-win solution dengan minim risiko. (*)

Rabu, 24 Juli 2013

Anjungan Minyak Lepas Pantai Sasaran Pencurian



Kawanan pelaku pencurian (foto Pikiran Rakyat)


Dalam beberapa tahun terakhir anjungan-anjungan minyak dan gas lepas pantai jadi sasaran pencurian. Target utama yang disasar para pencuri adalah tiang besi, lempeng baja atau material besi lainnya pada anjungan lepas pantai yang tidak berpenghuni atau unmanned platform.  Mengapa anjungan lepas pantai diincar? Mengapa kasus-kasus pencurian ini sering terjadi? Bagaimana mencegahnya?

Kasus pencurian besi pada anjungan lepas pantai ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa eksekutif minyak dan gas baik perusahaan asing maupun nasional terkadang mengeluhkan hal ini. Petinggi anak perusahaan Pertamina PHE ONWJI yang mengoperasikan lapangan minyak lepas pantai utara Jawa – yang sebelumnya dikelola BP – sudah beberapa kali mengeluhkan hal ini.

Beberapa media juga sudah beberapa kali melaporkan kasus pencurian pada fasilitas anjungan lepas pantai. Pada Juni 2007, misalnya, kawanan pencuri berupaya mencuri lempengan besi baja yang nilainya milyaran pada sebuah anjungan lepas pantai. Beruntung, jajaran TNI Statiun Angkatan Laut (Sional) Cirebon kalau itu menggagalkan aksi kawanan pencuri tersebut. TKP saat itu berada di sekitar 20 mil dari perairan Indramayu.

Pada Maret 2013 lalu, sekelompak orang berusaha mencuri tembaga dengan pura-pura memancing. Rupanya, yang diincar bukan ikan tapi besi dan lempeng tembaga anjungan lepas pantai milik Pertamina, namun aksi mereka kepergok warga yang melintas menggunakan perahu. Rupanya warga yang melihat, melaporkan ke polisi air dan tidak lama kemudian polisi air meluncur dan menangkap kelompok Lima Sekawan itu.

Kemungkinan besar, kasus pencurian material pada anjungan lepas pantai lebih sering terjadi dibanding yang dilaporkan media masa atau yang berhasil ditangkap aparat. Rupanya, penangkapan kawanan pencuri tersebut tidak atau belum berhenti juga. Hari ini kita kembali mendengar berita bahwa sebanyak 31 orang pelaku pencurian fasilitas anjungan lepas panta milik PT Pertamina di lepas pantai utara Jawa ditangkap Polair Polda, Jawa Barat 22  Juli atau Senin sore.

Dalam beberapa kasus mereka bergerak sendiri dengan menggunakan perahu, tapi pada saat tertentu mereka bekerjasama dengan nelayan yang kepepet akibat harga BBM yang terus naik dengan sistem bagi hasil, seperti yang terjadi sore hari kemarin.

Apa yang mereka incar? Minyak? Tentu tidak. Yang diincar adalah besi atau lempeng tembaga. Bisa diduga hasil pencurian besi dan lempeng tembaga kemudian dijual ke bandar pengumpul besi tua. Nah, karena besi atau lempeng yang dijarah dari anjungan minyak, pasti dihargai mahal oleh penadah. Betapa tidak, kualitas besi atau lempengan baja di lepas pantai memiliki standar kualitas yang sangat tinggi dibanding misalnya material besi atau lempengan baja yang digunakan di darat agar dapat bertahan puluhan tahun dan tidak rusak oleh air laut, panas atau hujan.

Kasus-kasus pencurian di atas sangat berbahaya karena dapat berakibat fatal bagi platform atau anjungan migas terebut. Bila terjadi pencurian, operator harus memperbaikinya dan tentu ini akan mempengaruhi operasi/produksi minyak dan gas. Bukan tidak mungkin terjadi kerusakan besar, misalnya, kerusakan permanen pada platform, yang tentu anjungan tersebut tidak berfungsi dan harus diganti total.

Melihat kasus di atas, terlihat bahwa para penjarah besi kini tidak lagi hanya beroperasi di daratan, tapi juga di lepas pantai yang notabene besi atau bajanya memiliki kualitas yang sangat tinggi. Karena itu, perusahaan migas dan aparat keamanan perlu meningkatkan patroli untuk menjaga aset-aset strategis.

Sebetulnya, pemerintah sudah mengantisipasi gangguan yang terjadi pada fasilitas produksi migas, baik yang di darat maupun di laut. SKK MIGAS, saat masih menjadi BPMIGAS, telah menandatangani kerjasama dengan pihak keamanan untuk menjaga fasilitas-fasilitas produksi migas, baik yang dimiliki perusahaan nasional maupun multinasional (MNC). Beberapa fasilitas produksi migas yang strategis seperti BP Tangguh, Masela, Blok Mahakam, Cepu dan lainnya mendapatkan perhatian khusus dari aparat keamanan.

Kita berharap kasus-kasus pencurian meterial pada fasilitas produksi dapat dicegah agar tidak terjadi lagi karena hal tersebut dapat mengganggu proses produksi minyak dan gas. Pemerintah maupun aparat keamanan perlu mengidentifikasi daerah-daerah mana atau fasilitas mana saja yang kemungkinan besar menjadi target pencurian. Pemerintah, aparat keamanan dan perusahaan juga perlu melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar wilayah operasi agar dapat bersama menjaga fasilitas produksi migas agar tidak terganggu. (*)