Memasuki tahun baru 2014, tampaknya awan
masih akan menyelimuti bumi nusantara. Yang dikhawatirkan, para pelaku industri
migas menahan rencana investasi mereka, sementara pemerintah Indonesia tidak mau
mengambil risiko membuat keputusan-keputusan penting. Kita berharap para
pelaku industri migas tetap berinvestasi dan menjalankan roda usaha seperti biasa, sementara pemerintah berani membuat keputusan-keputusan penting,
termasuk kontrak blok migas, seperti Blok Mahakam.
* * *
Dua hari
jelang pergantian tahun, mendung menyelimuti sebagian besar wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau dikenal Jabodetabek. Beberapa wilayah
sudah diguyur hujan sejak pagi. Seperti Jabodetabek yang mendung, demikian juga
kondisi industri minyak dan gas bumi selama tahun 2013. Dikhawatirkan mendung
yang membayangi industri minyak dan gas bumi ini akan terus berlanjut pada
tahun 2014, tahun politik saat Indonesia akan sibuk dengan agenda Pemilihan
Umum, baik untuk memilih anggota legislatif maupun untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden.
Salah satu
situasi yang memprihatinkan adalah tingkat produksi minyak yang terus turun.
Pada tahun 2013, lifting minyak Indonesia hanya mencapai 826.000 barel per
hari, dibawah target 830.000 bpd. Padahal target yang ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut sudah direvisi dari sebelumnya
900.000 bph.
Lifting
minyak ini menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya. Pada
2012, realisasi produksi minyak mentah Indonesia sebesar 860.000 bph, dibawah
target sebesar 930.000 bph yang ditetapkan dalam APBN.
Pada tahun
2014, produksi minyak diperkirakan bakal menurun lagi, dengan asumsi belum ada
tambahan produksi dari proyek-proyek pengembangan minyak yang ada, terutama
dari Blok Cepu. Padahal, sebelumnya pemerintah menargetkan produksi minyak
dapat meningkat ke atas 1 juta bph lagi bila Blok Cepu memasuki tahapan produksi
puncak (peak production).
Pemerintah
sebelumnya berharap produksi Blok Cepu di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah
itu, bakal mencapai peak production sebesar 165.000 bph pada 2014. Namun,
berbagai hambatan teknis dan non-teknis, termasuk masalah pembebasan lahan,
perizinan yang memakan waktu lebih dari yang diperkirakan, membuat produksi
puncak Blok Cepu molor.
Pemerintah
sendiri telah menetapkan target lifting minyak sebesar 870.000 bph pada 2014
nanti. Namun, sebagian anggota DPR maupun pengamat energi mengatakan target
lifting minyak tersebut sulit dicapai.
Sementara
itu, lifting gas bumi selama 2013, seperti yang diumumkan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu, mencapai 1.204.000
bph, di bawah target pemerintah sebelumnya sebesar 1.360.00 bph.
Cadangan minyak Indonesia hanya sebesar 3,7
miliar barel, yang diperkirakan akan habis dalam 12 tahun mendatang, dengan
asumsi tidak ada penemuan cadangan minyak yang baru. Cadangan gas bumi sebesar
152,89 triliun standar kaki kubik (standard cubic feet/tsfc). Dari jumlah itu,
104,71 tscf merupakan cadangan terbukti dan 48,18 tscf merupakan cadangan
potensial.
Penurunan produksi atau lifting minyak dan
gas bumi tersebut merupakan cermin buruknya pengembangan industri minyak dan
gas bumi pada 2014. Produksi atau lifting yang menurun menunjukkan menurunnya
investasi perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia, baik untuk
eksplorasi maupun untuk keperluan peningkatan produksi.
Cukup banyak ranjau menghantui pelaku
industri migas pada tahun 2013. Pelaku Indonesia maupun pemerintah sendiri
mengakui masih adanya berbagai persoalan yang menghambat laju industri migas di
Indonesia. Beberapa faktor yang sering
diutarakan oleh pelaku industri adalah faktor birokrasi dan perizinan yang rumit. Untuk membangun fasilitas
produksi minyak dan gas bumi, dibutuhkan belasan dan bahkan puluhan perizinan
yang perlu dikantongi oleh pelaku industri migas.
Faktor kedua adalah ketidakpastian hukum dan
politik sehingga keputusan pemerintah dapat berubah-ubah, tergantung siapa
yang berpengaruh pada pemimpin negara. Sebagai contoh, pembubaran BPMigas,
badan pelaksana kegiatan industri hulu minyak dan gas bumi Indonesia, atas
tuntutan sekelompok masyarakat, padahal badan itu merupakan buah dari sebuah
Undang-Undang Migas yang dihasilkan oleh DPR, yang notabene dipilih oleh
rakyat. Namun, pemerintah tidak hilang akal. Pemerintah kemudian membentuk
lembaga pengganti yakni SKK Migas, yang memiliki tugas dan fungsi yang mirip,
hanya statusnya sekarang langsung berada di bawah kontrol Kementerian ESDM.
Faktor lain adalah ketidakpastian kontrak
blok-blok Migas yang kontraknya segera berakhir. Paling tidak ada 5-6 blok
migas yang kontraknya akan berakhir dalam 5 tahun kedepan. Perusahaan migas,
atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), membutuhkan kepastian lebih awal
mengenai nasib kontrak blok-blok migas karena itu akan mempengaruhi rencana
investasi mereka. Dalam peraturan yang ada, pemerintah memberikan kesempatan
kepada KKKS untuk mengajukan perpanjangan hingga 10 tahun sebelum kontrak
berakhir. Tentu ketentuan ini punya maksud, yakni investasi industri migas
bersifat jangka panjang, apalagi blok-blok migas yang berskala besar, seperti
Blok Mahakam.
Sinyal yang diberikan pemerintah sejauh ini
tidak mengesankan. Sebagai contoh, Blok Siak dan Blok Kampar. Pemerintah baru
membuat keputusan pada hari terakhir kontrak. Karena itu, pemerintah memberi
kesempatan kepada operator lama untuk tetap beroperasi selama 6 bulan
berikutnya, sebelum blok Siak diserahkan ke pemerintah.
Operator blok-blok migas berharap pemerintah
membuat keputusan jauh sebelum kontrak berakhir. Idealnya, keputusan dibuat 3-5
tahun sebelum kontrak berakhir, sehingga operator punya cukup waktu untuk
melakukan strategi kedepan, termasuk keputusan terkait investasi. Operator Blok
Mahakam, Total E&P Indonesie telah mengajukan perpanjangan kontrak
operatorship Blok Mahakam tahun 2007 dan pendekatan terus dilakukan oleh
perusahaan tersebut. Namun, hingga kini pemerintah belum membuat keputusan.
Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan 3
opsi terkait pengembangan Blok Mahakam, yakni diperpanjang, tidak diperpanjang
dan kolaborasi operator lama (Total E&P Indonesie dan mitranya Inpex), dan
mengakomodasi pemain baru, dalam hal ini Pertamina. Wakil Menteri ESDM
sebelumnya mengatakan pemerintah masih membutuhkan operator lama dalam
pengembangan Blok Mahakam selanjutnya. Apakah itu berarti pemerintah akan memilih
opsi ketiga, hingga saat ini tidak diketahui secara pasti. Tarik menarik
kepentingan politik dan transisi perubahan pemerintah yang sedang terjadi dapat
berpengaruh pada keputusan pemerintah.
Namun, bila melihat tingkat kerumitan dan
kompleksitas Blok Mahakam, para pelaku industri dan pengamat menilai kolaborasi
atau joint-operation – melibatkan operator lama dan pemain baru – merupakan solusi
ideal bagi pengembangan Blok Mahakam selanjunya. Selain, dapat mengurangi tingkat risiko, opsi
tersebut dapat menjamin kelanjutan produksi Blok Mahakam dan bahkan produksi
dapat dioptimalkan. Investasi besar yang telah direncanakan oleh operator
sebesar US$7,3 miliar dalam 5 tahun kedepan dapat terealisasi.
Memasuki tahun baru 2014, tampaknya awan
masih akan menyelimuti bumi nusantara. Yang dikhawatirkan, para pelaku industri
migas menahan rencana investasi mereka, sementara pemerintah sendiri tidak mau
mengambil risiko membuat keputusan-keputusan penting. Namun, kita berharap para
pelaku industri migas dapat tetap berinvestasi dan menjalankan roda usaha
mereka, sementara pemerintah tetap membuat keputusan-keputusan penting,
termasuk kontrak blok migas, seperti Blok Mahakam. (*)