Pemerintah dalam hal
ini Kementerian BUMN seharusnya berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang
jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka pelaku usaha dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat
sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya,
tanpa harus ‘memakan’ yang lain.
===================
Beberapa bulan lalu Menteri BUMN
Dahlan Iskan mendorong anak usaha Pertamina, Pertagas untuk mengakuisisi
perusahaan distribusi gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Rencana tersebut
menuai protes dari berbagai pihak dengan berbagai alasan, diantaranya rencana
tersebut hanya akan menciptakan monopoli Pertamina dari hulu hingga hilir.
Rencana itu juga bakal menghambat rencana PGN untuk mengembangkan infrastruktur
gas di tanah air, serta berbagai alasan lain. Saham PGN ikut tergerus karena
pasar mengkhawatirkan rencana tersebut.
Setelah diprotes berbagai pihak
dan menyusul pernyataan istana untuk tidak melakukan keputusan-keputusan
strategis jelang Pemilihan Presiden, maka rencana tersebut untuk sementara
didinginkan. Banyak pengamat yang menilai Dahlan Iskan yang juga merupakan salah
satu bakal calon Presiden dari Partai Demokrat yang sedang berjuang di Konvensi
Partai Demokrat punya agenda tersembunyi untuk terus dan ngotot menggabungkan
kedua perusahaan tersebut dengan cara Pertagas mengakuisisi PGN.
Setelah beberapa waktu isu
tersebut menghilang, beberapa hari belakangan muncul lagi soal penggabungan
kedua BUMN distribusi gas tersebut. Namun, sedikit berbeda. Diberitakan oleh
berbagai media bahwa Dahlan Iskan telah mengirimkan surat ke Pertamina dan PGN
agar Pertagas bersedia diakusisi oleh PGN. Jadi Pertagas yang didorong masuk ke
PGN, dengan alasan demi efisiensi. Alasan lain, Pertagas punya core business
yang sama dengan PGN, sehingga Pertamina bisa lebih fokus di bisnis migas hulu.
Dahlan Iskan diberitakan menulis
surat rencana akuisisi Pertagas oleh PGN tersebu pada tanggal 7 Mei 2014.
Rupanya surat tersebut diprotes keras oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina
Bersatu. Beberapa pengamat juga meragukan efektifitas rencana tersebut karena
tidak dilakukan melalui studi mendalam. Disamping itu, mengingat PGN telah go
publik, rencana penggabungan tanpa melaporkan ke Bursa dapat mendistorsi
informasi yang dapat menjungkirbalikkan harga saham PGN. Harga saham PGN bisa
naik dan turun oleh isu yang belum matang atau tidak jelas. Boleh jadi ada
pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dengan penggorengan isu akusisi PGN
oleh Pertagas atau sebaliknya akuisisi Pertagas oleh PGN ini.
Menyadari rencananya ditolak
berbagai pihak, Dahlan Iskan pada tanggal 12 Mei mengatakan bahwa dia hanya
ingin menggertak kedua perusahaan itu. Tapi kemudian, pada salah satu hotel
bintang V di kawasan kuningan, Dahlan mengatakan bahwa surat itu tidak ada.
Nah, lho. Patut dicurigai dan dipertanyakan ada apa dibalik rencana
penggabungan kedua perusahaan tersebut?
Tidak lama kemudian, Dahlan
mengatakan bahwa dia hanya mau menggertak kedua perusahaan itu agar dapat bekerjasama.
Buktinya, keduanya telah saling mengalah dan bahu membahu membangun
infrastruktur gas. Tampaknya, Dahlan hanya mencari-cara alasan dan ngeles, tatkala rencananya menggabungkan
kedua perusahaan itu ditolak.
Sofyano Zakaria, seorang pengamat
Migas, mengatakan Dahlan Iskan seharusnya menjelaskan dengan lugas ke
publik terkait adanya surat MBUMN nomor SR-295/MBU/2014 tanggal 07 Mei
2014 perihal Pengambilalihan saham PT Pertamina Gas (PT Pertagas) kepada
Direksi Pertamina, mengingat bahwa surat tersebut sudah diketahui masyarakat
luas (karena telah dipublikasikan oleh media).
Jika Dahlan Iskan menyatakan bahwa surat itu tidak ada, ini bisa dinilai publik bahwa surat itu surat palsu dan seharusnya Kementerian BUMN melaporkannya secara resmi ke Kepolisian untuk diusut tuntas.
Persoalan ada atau tidak adanya surat itu harusnya tidak cukup dianggap selesai hanya dengan keterangan lisan seorang Menteri BUMN saja, karena surat itu telah menimbulkan "persoalan" di kalangan Pekerja Pertamina. Ini hal yang serius yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan bukannya hanya bagi MBUMN saja.
Jika Dahlan Iskan menyatakan bahwa surat itu tidak ada, ini bisa dinilai publik bahwa surat itu surat palsu dan seharusnya Kementerian BUMN melaporkannya secara resmi ke Kepolisian untuk diusut tuntas.
Persoalan ada atau tidak adanya surat itu harusnya tidak cukup dianggap selesai hanya dengan keterangan lisan seorang Menteri BUMN saja, karena surat itu telah menimbulkan "persoalan" di kalangan Pekerja Pertamina. Ini hal yang serius yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan bukannya hanya bagi MBUMN saja.
Keterangan Dahlan Iskan bahwa
surat tersebut "tidak ada" juga jelas bertolak-belakangan dengan
adanya keterangan Dahlan Iskan yang mengatakan ke para wartawan bahwa rencana
itu (Pengalihan saham Pertagas ke PGN) adalah untuk menggertak pihak
Pertagas dan PGN yang tidak akur dalam berbisnis gas. Ini artinya surat itu
benar ada karena dari surat tersebutlah muncul reaksi dari Serikat Pekerja
Pertamina yang akhirnya menjadi bahan pemberitaan media secara nasional.
Hulu dan Distribusi Gas
Terlepas dari kisruh PGN-Pertagas
sebenarnya menunjukkan memang ada permasalah di pendistribusian gas bumi di
Tanah Air. Masalah utama adalah kurangnya infrastruktur gas sehingga gas yang
ada di lapangan-lapangan yang jauh dari pusat-pusat industri tidak sampai ke
pelanggan. Gas berbeda dengan minyak. Karena sifatnya yang cepat menguap, gas
membutuhkan infrastruktur khusus, seperti fasilitas regasifikasi (FSRU) agar
gas bisa diubah bentuknya ke cair (liquid) agar dapat ditransportasikan, dan
kemudian diubah lagi ke gas melalui proses regasifikasi setelah sampai ditempat
tujuan.
Saat ini, baru ada satu fasilitas
regasifikasi yaitu floating storage regasification unit (FSRU) di lepas pantai
Jakarta. FSRU Lampung baru masuk tahap finalisasi dan diperkirakan baru
beroperasi Juli nanti. Disamping itu, dibutuhkan jaringan pipa gas yang memadai
agar gas dapat sampai ke konsumen. Nah, jaringan gas ini yang sedang
dikembangkan oleh PGN maupun Pertagas. Namun, di banyak tempat, jaringan gas
kedua perusahaan ini bertabrakan atau terjadi persaingan yang tidak sehat,
sehingga mengakibatkan terhambatnya pembangunan jaringan pipa.
Seharusnya, pemerintah dalam hal
ini Kementerian BUMN, berfungsi sebagai wasit dengan membuat regulasi yang
jelas, tidak malah membuat kekacauan. Dengan adanya regulasi yang jelas, maka
pemain dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Pemerintah bertugas untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat
sehingga kedua perusahaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya,
tanpa harus ‘memakan’ yang lain.
Disamping membereskan jaringan
atau infrastruktur gas, pemerintah juga perlu fokus mengembangkan gas bumi di
sektor hulu. Pertamina, perlu didorong untuk lebih fokus mencari (eksplorasi)
maupun mengembangkan atau memproduksi gas bumi. Saat ini, BUMN Migas itu
menguasai kurang lebih 47 persen blok Migas, tapi masih banyak blok migas yang
belum dikembangkan. Pertamina dapat mengembangkan sendiri atau dapat
menggandeng perusahaan-perusahaan migas global yang telah beroperasi di
Indonesia. Saat ini, produksi gas bumi di tanah air masih dikontribusi oleh
blok-blok migas lama, seperti Blok Mahakam, yang mengkontribusi 80% kebutuhan
gas Bontang, Kaltim.
Tugas pemerintah saat ini dan
yang akan datang adalah memastikan produksi gas bumi di Mahakam tetap berjalan
dan pada saat yang sama mendorong pengembangan blok-blok migas lain untuk
memenuhi kebutuhan gas dalam negeri yang terus meningkat. (*)