Senin, 28 Oktober 2013

Kontrak Blok Migas Indonesia, Antara Kepentingan Negara dan BUMN Migas


Beberapa blok minyak dan gas akan habis masa berlakunya dalam 1 hingga 5 tahun kedepan, termasuk Blok Siak, Blok Mahakam, Blok ONWJ (Offshore NorthWest Java) dan beberapa lainnya. Saat ini pemerintah sedang melakukan evaluasi dan studi mendalam. Ditengah situasi ini ada desakan di masyarakat agar blok-blok migas tersebut dikembalikan ke negara untuk kemudian diserahkan ke BUMN Migas Pertamina. Ada kesan Pertamina disamakan dengan negara. Pantaskan negara disamakan dengan sebuah BUMN?

Jawabannya sederhana dan singkat: Negara tidak sama dengan sebuah korporasi. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1954, bumi, air dan segala isinya merupakan milik negara dan dikelola untuk kemakmuran sebesar-besarnya masyarakat Indonesia. Jelas disini yang dimaksudkan oleh Konstitusi adalah negara merupakan penguasa atas sumber daya alam. Negara punya tanggungjawab untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dikelola dengan baik agar memberikan hasil maksimal demi meningkatkan kemakmuran rakyat.

Lalu bagaimana dengan perusahaan milik negara seperti, PT PLN, PT Pertamina, PT Garuda Indonesia, Telkom atau PT Jasa Marga?. Apakah perusahaan BUMN identik dengan negara? Jawabannya TIDAK. Sebuah korporasi, termasuk perusahaan BUMN, memiliki tanggungjawab terbatas sesuai dengan misi didirikannya BUMN tersebut oleh pemegang saham (pemerintah). Sebuah BUMN menjalankan roda usaha untuk kepentingan pemegang saham, dalam hal ini pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk publik.

Negara tidak bisa direduksi menjadi sebuah BUMN. Kepentingan negara tidak bisa direndahkan martabatnya menjadi kepentingan sebuah BUMN. Karena itu, negara tidak bisa disamakan dengan BUMN. Sangat menggelikan bila ada beberapa pihak yang mengklaim kepentingan BUMN sama dengan kepentingan negara. Contoh sederhana, bisa kita lihat pada tulisan-tulisan beberapa pengamat, LSM atau komentar pembaca pada berita-berita, baik cetak maupun online. Contoh, “Bila pemerintah tidak memberikan Blok X (Blok Siak, Mahakam, dll) ke perusahaan milik pemerintah, atau perusahaan nasional, maka pemerintah tidak nasionalis, tidak pro-rakyat.” 

Bagi pemerintah, persoalannya bukan soal diserahkan ke si A, B, atau C. Tapi, apakah sebuah blok migas dapat berproduksi secara maksimal atau tidak. Apakah operator dapat memberikan hasil atau kontribusi yang maksimal bagi negara. Kepentingan negara di atas kepentingan perusahaan.

Lebih menggelikan lagi, ada sekelompok warga masyarakat yang mengancam merdeka, bila blok migas tidak diberikan ke BUMN migas. Bagi pelaku industri migas, pernyataan-pernyataan seperti ini terkesan aneh, awkward dan tidak memahami keberadaan industri migas. Pertanyaan lain, rakyat mana yang mereka wakili? Boleh jadi kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat musiman ini punya kepentingan tersendiri. Situasi ini tidak mengherankan apalagi tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik. Isu apa saja dapat dipolitisasi untuk kepentingan kelompok masyarakat tertentu.
Pemerintah, sesuai dengan amanat Konstitusi, merupakan penguasa dan pemegang kendali atas sumber daya. Perusahaan, entah BUMN, swasta nasional atau asing, ditunjuk pemerintah untuk mengembangkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada, termasuk, minyak dan gas bumi, agar dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Perusahaan berfungsi sebagai 'tukang kebun' untuk mencangkul, sementara pemilik kebunnya adalah pemerintah dan rakyat Indonesia.

Dalam konteks ini, tepat bila pemerintah, dalam memutuskan apakah sebuah blok minyak dan gas bumi diperpanjang atau tidak, yang menjadi pertimbangan utama adalah asas manfaat bagi negara. Bukan asas manfaat bagi sebuah perusahaan. Bila sebuah blok migas dikelola oleh perusahaan swasta (lokal atau asing) dapat mengoptimalkan produksi, maka hak pengelolaan blok tersebut bisa saja diperpanjang. Bila produksi blok tersebut dinilai tidak maksmimal oleh pemerintah, bisa saja blok tersebut tidak diperpanjang.

Kewenangan penuh berada pada pemerintah, bukan pada BUMN Migas. Pemerintahlah yang punyak hak, tanggungjawab dan kewenangan untuk membuat keputusan mana yang terbaik bagi negara, bukan mana yang terbaik bagi sebuah BUMN.  Publik berharap pemerintah akan membuat keputusan terbaik terkait kontrak pengembangan blok-blok migas yang masa kontraknya akan berakhir. Rencana pemerintah untuk membuat peraturan terkait perpanjangan kontrak blok-blok migas yang masa kontraknya segera berakhir patut diapresiasi. Peraturan tersebut dapat memberikan kepastian kepada operator blok-blok migas, maupun memberikan dasar hukum yang kuat bagi pemerintah dalam membuat keputusan.

Salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan pemerintah adalah terkait ketahanan energi dan pemenuhan kebutuhan minyak dan gas dari dalam negeri. Dalam membuat keputusan perpanjangan atau tidak pada sebuah blok, pertanyaan pokok yang dimunculkan adalah apakah produksi sebuah blok dapat dimaksimalkan oleh operator lama (existing) atau tidak? Bila ya, bisa dipertimbangkan untuk diperpanjang. Bila jawabannya tidak, maka patut dipertimbangkan untuk tidak diperpanjangan.

Yang jelas, kedepan kebutuhan energi dalam negeri dipastikan akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Minyak dan gas bumi berperan penting untuk mendukung aktivitas industri dan masyarakat. Maka penting bagi pemerintah utk menjaga suplai gas bumi terjamin baik dari proyek-proyek gas bumi yg sudah berproduksi, termasuk lapangan Grissik di Sumatera (ConocoPhillips), blok Tangguh yang dikelola oleh BP dan mitra-mitranya, Blok Masela (Inpex dan Shell), proyek Senoro (Medco dan mitranya) maupun Blok East Natuna oleh Pertamina & mitranya. Untuk Blok Mahakam, penting bagi Pemerintah utk menjamin kelanjutan produksi, karena itu dapat dimengerti bila pemerintah saat ini mempertimbangkan untuk mempertahankan operator lama sambil mengakomodasi masuknya pemain baru, dalam hal ini BUMN Migas, Pertamina. (*)

Senin, 21 Oktober 2013

Akibat Krisis Listrik, Banyak Perusahaan Terpaksa Shutdown

Provinsi Sumatera Utara kini sedang menghadapi krisis listrik. Akibatnya, lebih dari 5,000 pekerja di sektor industri di provinsi Sumatera Utara, 'diistrahatkan’ oleh beberapa perusahaan, seperti yang diberitatakan oleh Medan Bisnis. Langkah ini terpaksa dilakukan oleh perusahaan itu akibat kekurangan gas dan listrik dalam beberapa waktu terakhir. Apa yang terjadi di Sumatera Utara bisa saja menjalar ke tempat lain di Indonesia dan menjadi krisis listrik nasional.

Kondisi di Sumatera Utara ini memprihatinkan. Yang menjadi korban krisis listrik ini adalah sebagian besar perusahaan-perusahaan kecil seperti bengkel kayu, industri rumah-tangga, kerajinan tenun dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan kecil ini sangat bergantung pada suplai listrik dari PLN. Mereka tak punya genset pribadi seperti yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar yangbisa dipakai bila terjadi black-out listrik. Beberapa perusahaan besar pun terpaksa mengurangi kegiatan perusahaan dan bahkan meliburkan pegawainya akibat krisis listrik. Kondisi ini sangat disayangkan.

Untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara, Kementerian ESDM mengadakan rapat dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) serta gubernur se-Sumatera guna membahas pemadaman listrik yang sering terjadi di Sumatera, khususnya di Sumatera Utara. Sayangnya Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan Menteri ESDM Jero Wacik tak hadir karena berhalangan. Ketua Komite I DPD RI Alliarman mengatakan PLN harus memberi alasan yang realistis. Semua menjerit, baik rumah tangga maupun industri, terutama industri-industri kecil yang belum mampu menyediakan genset.
Pemadaman listrik tidak saja terjadi di Sumatera Utara. Beberapa daerah di Indonesia juga belakangan menghadapi situasi yang sama, yakni pemadaman listrik. Akibatnya aktivitas masyarakat, baik rumah tangga maupun industri terganggu. Menurut pemberitaan di media online, pemadaman listrik yang sering terjadi di Sumatera Utara adalah adanya keterlambatan penyelesaian beberapa proyek pembangkit listrik. Disamping keterlambatan, beberapa daerah juga mengalami gangguan pasokan listrik akibat kerusakan trafo atau jaringan listrik (grid) ataupun kurangnya pasokan gas bumi.

Akibat krisis listrik tersebut, masyarakat Sumatera Utara pun menjerit. Mereka menumpahkan kekesalan mereka melalui media-media sosial atau forum-forum pembaca di media online. "Hendaknya Pemerintah melek dan sadar akan kewajibannya untuk meensejahterakan rakyat dari pengelolaan segala kekayaan alam yang terkandung di Nusantara ini. Bukan sebaliknya hanya mensejahterakan keluarga, ujar seorang pembaca Temp Irwan Yie.
 
"Inilah ironi di negara Indonesia. Negara yang dikenal kaya akan SDA (sumber daya alam) kok bisa mengalami krisis gas? LPG di Aceh adalah gas alam terbaik di dunia. kenapa bisa kerisis? Negara yang telah menjual gas ke pihak asing. kita suca mebagian sisa-sisanya saja. TERLALU," kata Sagita Purnomo.
 
"Krisis listrik dan gas sedang melanda Sumut dewasa ini, maka tidak dapat dielakkan dampak buruk dari krisis tersebut. Dengan langkahnya listrik dan gas sangat merugikan masyarakat. Selain, banyaknya perusahaan yang memberhentikan para buruhnya akibat lain misalnya dari segi listrik yaitu banyaknya kerusakan barang-barang elektronik akibat pemadaman listrik yang tidak beraturan," kata pembaca lain Eva Juliyanti.
 
Krisis Listrik Bakal Memburuk?
 
Listrik mati, aktivitas terganggu
Pertanyaannya, apakah krisis yang terjadi di Sumatera merupakan kasus yang terisolasi? Ataukah krisis di kawasan ini merupakan cerminan buruknya kondisi pelistrikan nasional saat ini?
Krisis listrik di Sumatera Utara hendaknya menjadi alarm bagi pemerintah untuk menghadapi dan mengantisipasi krisis listrik nasional di tahun-tahun mendatang. Bila kita melihat fakta di lapangan, program crash program listrik yang diluncurkan pemerintah beberapa tahun lalu masih tersendat-sendat. Crash Program 10.000 MW listrik belum berjalan seperti yang diharapkan. Hanya beberapa proyek yang teraliasi.

Kondisi krisis listrik di Sumatera Utara seharusnya menyadarkan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri dan juga pemangku kepentingan lain untuk sama-sama mencari jalan keluar atas ancaman krisis listrik nasional yang mengancam Indonesia. Bukan sesuatu yang mustahil bila Indonesia dalam beberapa tahun kedepan akan menghadapi krisis listrik hebat bila tidak dilakukan antisipasi dari sekarang.

Tanda-tanda krisis listrik bakal terjadi sebetulnya sudah mulai terlihat. Salah satunya rendahnya investasi di sektor hulu untuk eksplorasi gas bumi. Saat ini produksi gas masih stabil, tapi bila tidak diimbangi dengan penambahan cadangan, pasokan gas bumi pun bakal menurun, sama halnya dengan produksi minyak bumi. Padahal, pada sisi lain, permintaan terhadap gas bumi baik dari PLN, industri maupun rumah tangga terus meningkat. Bila permintaan gas bumi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dan eksplorasi, maka krisis listrik yang lebih dahsyat hanya tinggal tunggu waktu saja. Seharusnya, ancaman krisis listrik nasional ini menjadi perhatian serius pemerintah.

Apa yang terjadi di Sumatera Utara menunjukkan pentingnya kesinambungan suplai listrik. Mengingat sebagian pembangkit listrik PLN kini menggunakan gas bumi menggantikan minyak bumi, maka sangat vital bagi pemerintah untuk memastikan ketersedian gas bumi yang berkesinambungan dimasa yang akan datang. Karena itu, pemerintah perlu terus mendorong investasi di sektor minyak dan gas, terutama untuk eksplorasi. Investasi bisa datang dari perusahaan nasional maupun internasional. Investasi bisa datang dari perusahaan-perusahaan migas yang telah beroperasi di Indonesia seperti Total E&P Indonesie yang saat ini mengelola Blok Mahakam, Inpex asal Jepang yang sedang mengembangkan blok gas Masela ataupun BP yang mengembangkan proyek Tangguh di Bintuni Papua.

Disamping mendorong perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi, pemerintah dapat juga mendorong perusahaan-perusahaan migas baru, baik nasional maupun multi nasional untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Dalam konteks ketersediaan gas bumi, penting bagi pemerintah juga untuk memastikan proyek-proyek gas bumi yang telah beroperasi tetap berproduksi optimal, termasuk produksi gas bumi dari Blok Mahakam yang memasok 80% kebutuhan gas fasilitas produksi Bontang di Kalimantan Timur. Kelanjutan dan kesinambungan produksi blok Mahakam harus menjadi salah satu pertimbangan utama pemerintah dalam menentukan kelanjutan kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017. (*)

Kamis, 17 Oktober 2013

Pengusaha Muda Indonesia Erick Thohir, sang Penguasa Baru Inter Milan

Erick Thohir, pengusaha muda Indonesia, kini menjadi pemilik baru klub sepakbola raksasa Italia, Inter Milan. Darimana datangnya kekayaan yang dimilikinya sehingga bisa membeli mayoritas saham Inter Milan bersama kedua rekan bisnisnya? Bagaimana ia membangun kerajaan bisnisnya?

=======================

Erick Thohir, seorang pengusaha media yang tengah naik daun, membuat kejutan di jagad sepakbola tidak hanya di Indonesia tapi juga di Italia setelah berhasil membeli mayoritas saham klub sepakbola raksasa Italia, Inter Milan. Erick bersama dua rekan bisnisnya Rosan Roeslani dan Handy Soetedjo membeli 70 persen saham milik Massimo Moratti di Inter Milan senilai 350 jtua euro atau setara Rp5,3 triliun.

Pembelian Inter Milan menambah koleksi klub olahraga yang telah dia miliki. Sebelumnya Erick Thohir membeli saham Major League Soccer, D.C. United dan klub basketball AS Philadelphia 76ers.

Pengambil-alihan klub Italia tersebut tentu membawa kebanggaan tersendiri bagi pecinta sepakbola di Indonesia karena sepakbola Italia dan Eropa secara khusus tidak lagi menjadi sesuatu yang berada di planet lain, tapi menjadi lebih dekat dengan publik sepakbola di Tanah Air. Inter Milan tidak hanya menjadi klub papan atas Italia tapi juga di Eropa karena pernah menjadi juara Liga Champion.

Nama Inter Milan juga sangat familiar bagi pencinta sepak bola di Tanah Air. Ini terbukti dengan begitu terkenalnya beberapa legenda Inter Milan di masyarakat pencinta sepakbola di Tanah Air, terutama bagi penggemar Inter Milan. Erick tentu memiliki hitungan-hitungan bisnis dalam mengakuisisi Inter Milan. Disamping kepentingan bisnis, pembelian klub Inter Milan boleh jadi membuka peluang bagi talenta-talenta muda sepakbola Tanah Air untuk berguru ke Italia, syukur-syukur masuk skuad Inter Milan pada suatu saat nanti.

Rosan Roeslani, partner bisnis Erick Thohir
Di Italia sendiri, muncul komentar pro dan kontra terhadap pembelian Inter Milan oleh pengusaha asal Indonesia itu. Ada yang meragukan komitmen Thohir dan kawan-kawan untuk mengembalikan kejayaan Inter Milan yang sempat terseok-seok dalam dua tahun terakhir, termasuk Morinho, eks pelatih Real Madrid dan Inter Milan, yang kini menjadi pelatih Chelsea. Tapi ada juga yang mendukungnya. Orang-orang dekat Moratti juga mendukung pembelian tersebut. Tidak semua fans Inter Milan di Italia mendukung pengambil-alihan itu. Salah satu alasannya, nama Thohir bukan sosok yang familiar di Italia.

Tapi itulah uniknya sepakbola, olahraga yang bersifat universal. Ia tidak mengenal ras, suku dan agama. Bahasa yang dipakai adalah bahasa sepakbola. Orang dari berbagai suku, agama, ras dan kebangsaan bisa disatukan oleh sang kulit bundar itu. Demikian juga soal kepemilikan, siapa yang punya kemampuan dan kecintaan pada sepakbola dapat memiliki sebuah klub besar. Tidak heran, berbagai klub sepakbola di Eropa saat ini telah menjadi milik orang-orang kaya, baik dari Timur Tengah maupun Asia.

Orang mungkin tidak heran bila seorang raja minyak dari Timur Tengah atau Rusia membeli klub-klub di Eropa. Demikian juga orang-orang super rich dari daratan Asia Timur. Tapi dari Asia Tenggara? Bisa dihitung dengan jari. Setelah Tony Fernandes yang membeli QPR, klub sepakbola Ingris, kini giliran pengusaha Indonesia Erick Thohir. “Wow, hebat, luar biasa” mungkin demikian reaksi spontan sebagian pencinta sepakbola di Tanah Air.

Perjalanan Bisnis Erick Thohir

Erick Thohir jadi berita utama

Kini Erick Thohir menjadi penguasa baru klub raksasa sepakbola Inter Milan. Darimana datangnya kekayaan yang dimilikinya sehingga bisa membeli sebagian saham Inter Milan?

Erick Thohir, lahir di Jakarta, 30 Mei 1970 (umur 43), tergolong pengusaha yang masih muda. Erick merupakan pendiri Mahaka Media. Erick bukan anak kemarin sore. Di dalam dirinya mengalir darah bisnis dari ayahnya, yakni Teddy Thohir, salah satu pendiri (co-owner) group Astra International bersama William Soeryadjaya.

Ia memiliki saudara yang juga super kaya, yakni Garibaldi ‘Boy’ Thohir, salah satu pemilik Adaro, salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Kekayaan Boy Thohir, saudara Erick (elder brother) bahkan lebih tajir, yakni mencapai lebih US$1,2 miliar menurut data Forbes. Boy Thohir adalah seorang bankir investasi. Erick juga memiliki kakak perempuan Rika. Setelah tamat kuliah, ia membantu bisnis keluarga sebelum terjun membangun kerajaan bisnis sendiri lewat bendara Mahaka group.

Erick memperoleh gelar Master untuk Administrasi Bisnis (Master of Business Administration) tahun 1993 dari Universitas Nasional California, Amerika Serikat. Sebelumnya gelar sarjananya (Bachelor of Arts) diperoleh dari Glendale University.

Garibaldi 'Boy' Thohir, kakak Erick Thohir
Erick memiliki tiga orang anak Magisha Afrya Thohir, Mahatam Arfala Thohir dan Mahendra Agkhan Thohir dari istrinya Elizabeth Tjandra Thohir.
Selain mengembangkan Mahaka Group, Erick Thohir juga aktif di organisasi bisnis maupun olahraga. Diantaranya, anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), ketua Southeast Asia Basketball Association, salah satu pendiri Southeast Asian Basketball Association (SEABA), Presiden Direktur PT Trinugraha Food Industri dan masih banyak lagi. Ia sendiri pernah menjadi Presiden SEABA pada periode 2006-2010. Dan Wakil Ketua HIPMI periode 2005-2008.
Erick Thohir memulai bisnis sendiri tahun 2001 dengan mendirikan Mahaka Group bersama Muhammad Lutfi (mantan ketua BKPM), Wisnu Wardhana dan R. Harry Sulnardi. Ia menjadi Presiden Direktur PT Mahaka Media hingga 30 Juni 2008 dan komisioner sejak 2010 hingga saat ini.
Beberapa media yang kini berada di bawah Grup Mahaka adalah majalah a+, Parents Indonesia, dan Golf Digest, surat khabar Sin Chew Indonesia dan Republika. Mahaka juga punya stasiun TV yakni JakTV, stasiun radio GEN 98.7 FM, Prambors FM, Delta FM, dan FeMale Radio.
Erick juga memiliki usaha yang terkait media yakni periklanan, jual-beli tiket, serta desain situs web. Ia juga kini menjadi Presiden Direktur VIVA grup (bermitra dengan Anindya Bakrie) dan Beyond Media.

Erick Thohir kini memegang beberapa posisi penting di beberapa perusahaan yang dimilikinya maupun perusahaan afiliasi Mahaka Group dan perusahaan keluarga Thohir, diantaranya:

    ·          Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk sejak 2011
    ·         Komisioner PT Mahaka Media Tbk (2008-hingga sekarang),
    ·         Komisioner PT Beyond Media (2011- sekarang),
    ·         Komisioner PT Entertainment Live (2008-sekarang),
    ·         Komisioner PT Berau Coal (2006-sekarang),
    ·         Presiden Direktur PT Lativi Mediakarya (2007-sekarang),
    ·         Direktur PT Trinugraha Thohir Media Partners (2011-sekarang).
 (*)

Kamis, 10 Oktober 2013

Ketahanan Energi Indonesia dan Pandangan Para Calon Presiden




Sebuah Platform Migas Lepas Pantai
Isu mengenai ketahanan energi (energy security) menjadi salah satu agenda dalam pertemuan puncak para kepala negara yang tergabung dalam forum APEC 2013 di Bali awal minggu ini. Para kepala negara menyadari ketahanan energi, disamping ketahanan pangan, menjadi salah satu isu penting yang perlu diatasi. Isu ketahanan energi seharusnya menjadi salah satu isu penting yang perlu diagendakan oleh para calon presiden yang akan bertempur pada pemilihan umum tahun 2014.


Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengakui ketahanan energi Indonesia masih lemah. Ia menuturkan Indonesia mengidap ‘penyakit’ tiga L, lemah karena ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) sehingga menyebabkan transaksi berjalan defisit. Kedua, lemah dalam ketahanan fiskal. Akibat konsumsi BBM bersubsidi yang tinggi, ketahanan fiskal digerogoti. Ketiga, terkait ketergantungan pada harga internasional.


Di Indonesia sendiri, ketahanan energi masih rentan. Pasokan bahan bakar minyak (BBM) saja hanya rata-rata 21 hari. Gangguan distribusi dan suplai serta harga minyak dunia yang melonjak mengancam ketahanan energi Indonesia dari waktu ke waktu. Persoalan ketahanan energi kita tak hanya pada sisi hilir, tapi juga pada sisi hulu. Bahkan masalah di sisi hulu menuntut keseriusan pemerintah untuk mengatasi persoalan di sektor hulu migas.


Persoalan mendasar pada sisi hulu migas adalah produksi minyak yang terus terun dalam dekade terakhir. Produksi gas cenderung stabil tapi terancama menurun pada tahun-tahun mendatang bila tak ada upaya keras dari pemerintha untuk meningkatkan investasi, khususnya pada aktivitas pencarian cadangan minyak dan gas baru. Investasi untuk eksplorasi dalam beberapa tahun terakhir tidak menggembirakan. Dan ini sudah diakui oleh pemerintah dan pelaku industri. Salah satu masalah yang sering mengemuka adalah iklim investasi yang tidak mendukung serta birokrasi yang njelimet sehingga terkadang menyurutkan niat dan langkah investor migas untuk berinvestasi.


Disamping itu, investasi untuk eksplorasi migas kian mahal dan berisiko karena sebagian besar blok Migas Indonesia saat ini berlokasi di lepas pantai dan berada di daerah yang terpencil (remote areas). Dibutuhkan nyali besar para investor migas untuk berinvestasi dan keberanian untuk mengambil risiko. Risiko investasi untuk eksplorasi memang terbilang tinggi karena tingkat keberhasilannya Cuma sekitar 10-20 percent. Bila menemukan cadangan minyak dan gas maka akan untung, bila tidak menemukan cadangan atau potensi cadangan, maka uang yang telah diinvestasikan menguap a.k.a. hilang, tidak bisa diganti atau diklaim ke pemerintah melalui skema cost recovery.


Lalu apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, khususnya pemerintah hasil Pemilu 2014? Kita belum banyak mendengar pandangan para calon Presiden terkait program ketahanan energi ataupun pandangan atau rencana mereka terhadap industri energi, khususnya minyak dan gas. Publik sejauh ini hanya meraba-raba atau mengira-ngira kira-kira apa yang akan dilakukan oleh pemerintah baru hasil pemilu?


Apa pandangan Partai Demokrat terkait ketahanan energi? Sebagai partai incumbent, sebetulnya tidak sulit kita membaca arah kebijakan Partai Demokrat. Di atas kertas, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menyadari pentingnya ketahanan energi bagi Indonesia. SBY, dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam forum APEC di Bali menyatakan komitmen Indonesia terhadap masuknya investasi asing ke Indonesia, termasuk investasi untuk mengembangkan sektor energi tentunya.


Kenyataannya, masih banyak persoalan energi yang dihadapi Indonesia dibawah pemerintahan SBY, mulai dari masih tingginya ketergantungan pada impor, investasi migas yang cenderung melambat khususnya eksplorasi, produksi minyak yang menurun, program-program pengembangan infrastruktur energi yang lamban. Intinya, masih ada jurang antara rencana, komitmen, program dan kebijakan dengan kenyataan atau realitas di lapangan. Banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh pemerintah baru nanti, khususnya untuk meningkatkan ketahanan energi Indonesia.


PDIP sebagai partai yang pernah berkuasa belum banyak bicara soal ketahanan energi. Bila Megawati Soekarnoputri yang akan dicalonkan menjadi presiden dari PDIP, publik paling tidak punya gambaran terkait kebijakan energi partai itu. Sebagai partai yang pernah berkuasa publik punya catatan negatif terkait energi. Indonesia menjual LNG dari Tangguh proyek ke China dengan harga murah saat Presiden Megawati berkuasa. Bisa jadi ini akan diungkit oleh lawan-lawan politik PDIP untuk menyerang kebijakan energi partai tersebut. Namun, bila PDIP mendorong Jokowi menjadi calon Presiden, persepsi publik mungkin akan berubah dan ingin mengetahui lebih jauh kebijakan energi Jokowi.


Publik juga belum banyak mendengar mengenai program terkait energy (energy policy) partai-partai lain seperti Golkar, PDIP, PSK, Hanura atau partai-partai lainnya. Golkar yang diketuai oleh Aburizal Bakrie sebetulnya bukan awam terhadap masalah energi. Beberapa anak perusahaan Group Bakrie bergerak di sektor energi seperti PT Energi Mega Persada. Namun, Bakrie punya catatan hitam terkait energi, yakni masalah lumpur Lapindo yang kini masih terus dipersoalkan publik. Salah satu perusahaan afiliasi Bakrie diduga menjadi pemicu muntahnya lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai pebisnis yang menjadi politisi Aburizal Bakrie mestinya sangat paham tentang pentingnya ketahanan energi. Sebagai mantan ketua Kadin yang pro-bisnis, kita bisa menduga Bakrie akan pro-investasi. Namun, seperti apa program Golkar terkait energi, sejauh ini masih belum jelas.


Barangkali satu-satunya calon presiden yang memiliki visi yang jelas terkait ketahanan energi (energy security adalah Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Hal ini bisa dimaklumi karena Prabowo sendiri memiliki perusahaan energi, yakni Nusantara Energy, yang tentu sangat paham pentingnya ketahanan energi. Prabowo tampak mengetahui dan memahami akar persoalan energi yang dihadapi Indonesia saat ini, yakni ketergantungan pada impor. Sementara pada sisi lain, investasi untuk eksplorasi rendah. Karena itu, tidak mengherankan bila baru-baru ini Prabowo mengkritik pemerintah terkait kegagalan serta rendahnya perhatian pemerintah untuk mendorong investasi eksplorasi. Disamping itu, Prabowo juga dengan tegas mengkritik upaya sebagian kelompok masyarakat untuk menasionalisasi aset migas. Menurut dia, ini hanya persoalan pemahaman saja. Yang terutama adalah bekerja untuk kepentingan nasional dan semangat nasionalisme, bukan menasionalisasi.


Kita berharap para calon presiden dan partai-partai yang akan bertempur pada Pemilu 2014 akan menempatkan isu ketahanan energi ini menjadi salah satu isu utama. Tentu kita berharap akan terjadi perdebatan yang sehat, bukan manipulasi isu sekadar untuk menarik simpati publik. Ketahanan energi adalah isu yang sangat penting bagi kemajuan bangsa. Tanpa itu, ekonomi Indonesia dapat terancam dari waktu ke waktu.


Profil Kebijakan Energi Para Calon Presiden:


Prabowo Subianto (Gerindra)

Prabowo Subianto: Prabowo Subianto baru-baru ini mengatakan dia tidak setuju dengan nasionalisasi aset migas (gaya Chaves). Seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo tampaknya mendukung investasi asing untuk mempertahankan produksi minyak dan gas, namun, berbeda dengan Presiden Yudhoyono, Prabowo ingin fokus pada investasi untuk eksplorasi migas. Prabowo mengkritik kegagalan pemerintah saat ini untuk mendorong investasi untuk eksplorasi migas.

Poin Kebijakan Energi: 8/10




Aburizal Bakrie (Golkar)

Aburizal Bakrie, seorang pelaku bisnis melalui group Bakrie, yang kemudian terjun ke politik tampaknya akan pro-bisnis dan pro-investasi. Maksudnya, kepentingan bisnisnya kemungkinan akan diprioritaskan. Investor bisa jadi akan nervous bila Bakrie menjadi presiden, yang sejauh ini kemungkinannya (menjadi presiden) kecil. Golkar kemungkinan akan berjuang untuk fokus pada pemilihan parlemen (legislative election) agar tetap bisa menjaga keseimbangan politik seperti yang dilakukan saat ini. Namun, Bakrie sebagai pelaku bisnis punya catatan buruk yakni terkait kasus lumpur Lapindo.

Poin Kebijakan Energi: 3/10



Megawati Soekarnoputri (PDIP)

Saat ini PDIP belum menetapkan siapa yang bakal menjadi calon Presiden partainya. Kita asumsikan ketua partai Megawati Soekarnoputri masih berpeluang untuk dicalonkan. Siapapun yang akan dicalonkan pengaruh Megawati masih akan besar. Namun, publik punya catatan terhadap Megawati. Saat menjadi Presiden, Mengawati dihadapkan pada tantangan berat yakni melakukan reformasi birokrasi dan menghapus praktik-praktik korupsi yang telah merajalela, termasuk di sektor minyak dan gas bumi. KPK pun dibentuk. Tapi ia dinilai gagal.

Nilai Kebijakan Energi: 2/10



Joko Widodo (PDIP & Dijagokan oleh Partai-Partai Lain)

Jokowi saat ini menjadi tokoh yang disukai oleh publik dan menjadi media darling. Peluang Jokowi menjadi Presiden sangat besar, dengan catatan Megawati tidak ego dan menghalangi jalan Jokowi menjadi Presiden. Walaupun prestasi yang dicapainya dalam waktu singkat saat menjadi Gubernur DKI Jakarta mengagumkan, prestasi Jokowi di tingkat nasional belum terbukti dan belum diketahui pandangan dan kebijakan dia terkait industri minyak dan gas.

Nilai Kebijakan Energi: ?/10




Hatta Rajasa (Partai Amanat Rakyat)

Hatta Rajasa merupakan mantan menteri perhubungan yang memiliki catatan buruk. Cukup banyak kecelakaan pesawat, kerita api dan ferry saat ia menjadi menteri perhubungan. Namun, kedekatannya dengan Presiden SBY (melalui ikatan perkawinan, putrinya menikah dengan salah satu putra SBY) membuat Hatta tetap dipertahankan menjadi menteri dan bahkan menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Catatan buruk saat ia menjadi menteri perhubungan dan dukungannya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan BPMIGAS dan pandangan nasionalisme ekstrim PAN  terhadap industri minyak dan gas akan membuat investor nervous. Melihat posisi PAN, kemungkinan Hatta akan menjadi calon Wakil Presiden.

Nilai Kebijakan Energi: 1/10


Incumbent: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Partai Demokrat belum menetapkan siapa yang bakal menjadi calon Presiden dari Partai itu. Namun, publik paling tidak memiliki catatan terhadap berbagai kebijakan, program dan realisasi program pemerintah terkait kebijakan energi. Presiden SBY terlihat pro-investasi energi dan pro-bisnis.  Namun, SBY gagal meningkatkan investasi eksplorasi migas dan produksi minyak cenderung turun. Ketergantungan impor minyak tinggi. Ada jurang antara rencana dengan realitas di lapangan. Banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh pemerintah baru nanti, khususnya untuk meningkatkan ketahanan energi Indonesia.

Nilai Kebijakan Energi: 3/10


Wiranto (Hanura)

Hanura telah mendeklarasikan Wiranto sebagai calon Presiden berpasangan dengan Harry Tanoesudibyo sebagai wakil Presiden. Kebijakan energi Wiranto belum kelihatan jelas, namun, kemungkinan dia akan pro-bisnis dan pro-investasi. Bergabungnya Harry Tanoe ke Hanura paling tidak akan sedikit banyak berpengaruh pada kebijakan Wiranto bila ia menjadi Presiden. Harry Tanoe merupakan pemilik MNC group, sebuah konglomerasi bisnis yang bergerak di media dan industri lainnya, termasuk minyak dan gas bumi melalui Bhakti Group.

Nilai kebijakan Energi: 5/10