Rabu, 04 September 2013

Pasar Tenaga Kerja Industri Migas Indonesia

Pasar tenaga kerja industri minyak dan gas (migas) bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, para pekerja migas Indonesia punya peluang untuk bekerja di perusahaan migas dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).


Pekerja Migas
Dalam perjalanan dari Bandung menuju Bogor beberapa waktu lalu saya secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pekerja di industri minyak dan gas. Sebut saja namanya Damas (35 tahun), lulusan STM swasta di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Walaupun lulusan STM, ia telah malang melintang di berbagai perusahaan kontraktor minyak dan gas besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia tak sungkan berbagai pengalaman.

Ia memiliki latar belakang teknik elektro. Selepas lulus STM ia bekerja di sebuah perusahaan kontraktor migas ternama, Tripatra engineering. Saat itu ia terlibat di berbagai projek minyak dan gas dalam negeri. Ia sempat mengenyam pengalaman beberapa perusahaan kontraktor sebelum mengadu nasib di Angola, bekerja di sebuah perusahaan minyak raksasa Perancis di Angola.

Ia bercerita saat ini banyak tenaga kerja ahli Indonesia bekerja di berbagai proyek migas di Angola. Menariknya, perusahaan-perusahaan migas besar menaruh kepercayaan besar pada pekerja asal Indonesia. Beberapa perusahaan migas internasional bahkan kini lebih memilih tenaga kerja ahli asal Indonesia dibanding India. Salah satu alasannya adalah etos kerja pekerja Indonesia disukai oleh perusahaan-perusahaan tersebut, disamping punya keahlian mumpuni tentunya.

Ketika ditanya mengapa banyak tenaga kerja migas asal Indonesia bekerja di negara-negara seperti Angola, dengan jujur ia mengatakan alasan utama adalah kompensasi dan pengalaman. Untuk keahlian dan posisi yang sama di Indonesia, katakanlah, well supervisor atau reservoir engineer, dapat memperoleh kompensasi atau gaji 7 kali lipat. Misalnya: di Indonesia dia mendapat US$6,000 per bulan, maka di sana ia akan mendapatUS$420,000 per bulan.

“Kita kerja cukup 5 tahun disana, sama saja kita kerja 20-30 tahun disini,” ujarnya. Tapi tentu saja ada plus-minusnya, misalnya harus tinggalkan keluarga untuk periode yang cukup lama. Bisa juga pulang ke Indonesia beberapa kali dalam setahun. Damas sempat bercerita, beberapa lalu ia sempat berlibur dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan membuka usaha, sekadar mengisi waktu. Namun, setelah beberapa bulan, ia kembali ditawari oleh Tripatra Engineering untuk bekerja di proyek Cepu.

Pekerja Migas di salah satu platform offshore
Tentu cukup banyak pekerja migas seperti Damas. Menurut perkiraan SKK Migas, kurang lebih 100,000 tenaga kerja ahli migas Indonesia saat ini yang tersebar di berbagai negara, termasuk di Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin seperti di Qatar, Kuwait, Angola, Nigeria, Amerika Utara, Norwegia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Brasil.

Tentu saja ini fenomena menarik dan menguntungkan bagi perkembangan industri minyak dan gas Indonesia kedepan. Para pekerja migas ini tentu beberapa di antaranya akan kembali ke Indonesia dan menyumbangkan keahlian mereka di berbagai proyek migas di Tanah Air.

Industri migas memang memiliki keunikan dan karakter tersendiri. Namun, secara umum dapat kita lihat bahwa pasar tenaga kerja industri migas bersifat global, lintas batas, spesifik dan terbuka. Artinya, siapa yang memiliki kompetensi dan keahlian tertentu, ia punya peluang untuk bekerja dimana saja. Para pekerja migas diperlakukan sama (equal treatment).

Bila tenaga kerja migas mencapai sekitar 100,000 di luar negeri, tentu yang bekerja di industri minyak dan gas di dalam negeri mencapai puluhan juta. Baik yang bekerja langsung di perusahaan migas, maupun di industri penunjang migas seperti kontraktor, supplier, dan sebagainya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik memperkirakan, tahun ini akan terjadi penambahan tenaga kerja sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional hingga 6.700 orang.

Besarnya perkiraan jumlah penambahan tenaga kerja nasional sektor hulu migas ini, didasarkan pada persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget/WP&B) 2013 Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas dengan anggaran belanja mencapai US$ 26,2 miliar.

Angka ini tampaknya merupakan perkiraan kasar, karena bisa jadi ribuan orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat secara langsung, misalnya mereka yang bekerja di industri-industri terkait industri migas seperti industri yang memproduksi pipa dan baja. Mereka menyuplai produk mereka ke industri migas. Perusahaan Guna Nusa, misalnya, mempekerjakan ribuan orang untuk memproduksi anjungan minyak lepas pantai (oil and gas platform) untuk kebutuhan  produksi migas Blok Mahakam, yang dioperasikan oleh perusahaan migas raksasa Perancis Total E&P Indonesia.

Perusahaan-perusahaan kontraktor seperti Tripatra, Rekind, McDermott, dan PAL, mempekerjakan ribuan tenaga kerja di berbagai proyek migas onshore maupun offshore.

Permintaan Tenaga ahli migas dari Indonesia tinggi
Proyek-proyek migas tersebut tentu akan memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional. Perusahaan BP Tangguh, misalnya, mempekerjakan puluhan dan bahkan ratusan tenaga kerja asal Papua di proyek BP Tangguh. Tenaga kerja lokal tidak saja bekerja sebagai tenaga kerja security, sebagian bahkan dipekerjakan di control room, seperti yang penulis saksikan sendiri ketika mengunjungi BP Tangguh beberapa waktu lalu.

Belum lagi proyek pengembagnan Blok Masela. Seiring berjalannya waktu, puluhan ribu tenaga kerja baru akan dipekerjakan di proyek lepas pantai tersebut, baik pada masa persiapan, konstruksi maupun ketika proyek tersebut telah beroperasi. Proyek-proyek migas besar biasanya mempekerjakan puluhan ribu orang. Di Blok Mahakam, sebagai contoh, sektiar 3,000 orang yang terlibat langsung atau yang dipekerjakan oleh Total E&P Indonesie. Tapi juga ada 22,000 orang yang pekerja yang terlibat secara tidak langsung. Kehadiran sebuah proyek migas tentu saja akan menciptakan trickle down effect bagi daerah sekitar proyek migas.

Patut dibanggakan berbagai posisi puncak di perusahaan-perusahaan migas besar sudah ditempati oleh putra-putri bangsa Indonesia. Kita berharap semakin berkembangnya industri migas di Tanah Air, semakin banyak lapangan kerja yang tercipta. Kita tidak persoalkan asal-muasal perusahaan tersebut. Tolok ukurnya adalah kontribusi bagi Kepentingan Bangsa atau Nasional, entah itu perusahaan lokal, nasional atau asing. Semakin banyak perusahaan migas yang beroperasi, semakin baik bagi negara. (*)

Kamis, 29 Agustus 2013

Total E&P Tetap Perlu Dilibatkan di Blok Mahakam (?)

Kini, para pekerja di Blok Mahakam, mitra kerja, masyarakat lokal, operator Total E&P Indonesie dan mitranya Inpex, Pertamina, maupun masyarakat umum menunggu keputusan final pemerintah. Yang terpenting pemerintah membuat keputusan setelah mempertimbangkan berbagai aspek teknis, non-teknis serta pertimbangan risiko nil (zero risk)


Keputusan mengenai hak pengelolaan Blok Mahakam yang berada di Kalimantan Timur, Indonesia, pasca 2017 tampaknya kian mendekati keputusan final, walaupun  kondisi politik nasional kian gaduh jelang Pemilihan Umum 2014 mendatang.
 
Pemerintah punya beberapa opsi mengenai siapa dan bagaimana skema pengelolaan blok tua tersebut. Namun, dari pernyataan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terakhir [29 Agustus 2013], tampaknya pemerintah cenderung memilih untuk tetap melibatkan operator yang sekarang, Total E&P Indonesie, demi menjamin adanya manfaat yang lebih bagi negara, walaupun keputusan belum final. Benarkah demikian? Mengapa perlu tetap dilibatkan?
 
Berbagai opini di ruang publik berseliweran dan terkadang berbenturan dengan maksud untuk memenangkan hati dan simpati rakyat. Aroma politik terkadang mewarnai atau dipaksa mewarnai keputusan ekonomi, demikian sebaliknya.
 
Itulah risiko dan konsekuensi sebuah negara demokrasi. Keputusan yang diambil pemerintah tidak bisa begitu saja diambil. Terkadang pertimbangan seharusnya dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, kompetensi, business, kapasitas, namun, pada kenyataanya, ada aspek lain yang tetap perlu didengar oleh pemerintah. Toh, keputusan terakhir tetap berada di tangan pemerintah untuk diambil setelah melakukan evaluasi mendalam dan menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek teknis, non-teknis dan risiko.
 
Itu tampaknya terjadi dengan Blok Mahakam. Menurut peraturan yang berlaku, operator sebuah blok dapat mengajukan perpanjangan paling cepat 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Mengapa 10 tahun? Itu bukan tanpa pertimbangan. Alasannya, investasi di sektor migas berorientasi jangka panjang. Investasi yang dilakukan saat ini, baru akan mulai memberikan manfaat atau hasil setelah 5 atau 10 tahun, atau bahkan belasan tahun.
 
Lihat saja Blok Masela. Operator blok tersebut, Inpex, telah mengeluarkan dana ratusan juta dolar mulai dari eksplorasi hingga persiapan pembangunan fasilitas produksi, sudah berjalan cukup lama, tapi belum memberikan hasil. Saat ini, Inpex sedang memasuki tahap tender pembangunan fasilitas FLNG (floating LNG). Bila berjalan sesuai rencana, produksi baru akan mulai tahun 2018 atau 2019, tertunda dari rencana awal 2017.
 
Namun, bisa tertunda juga bila operator tersebut belum mendapat lampu hijau dari pemerintah untuk memperpanjang kontrak pengelolaan blok tersebut setelah 2029. Inpex jauh jauh hari menginginkan keputusan pemerintah, mengingat investasi yang dikeluarkan bakal besar dan pengembalian investasi belum tentu break-even 10 tahun. Itu alasan Inpex.
 
Demikian juga Blok Mahakam. Total E&P Indonesia bersama mitranya non-operator Inpex Ltd, menurut berita-berita di media, telah menyampaikan keinginan mereka untuk memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam setelah 2017. Idealnya, memang keputusan perpanjangan atau tidak, atau skema baru, dilakukan paling lambat 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Artinya, tahun 2012, sudah ada keputusan terkait operatorship blok Mahakam pasca 2017.
 
Namun, keputusan belum terjadi. Operator dan berbagai pengamat migas maupun eksekutif di Indonesia Petroleum Association (IPA) mengatakan tahun 2013 tahun yang tepat untuk membuat keputusan operator blok Mahakam, karena tahun 2014 Indonesia sudah disibukkan dengan agenda pemilihan umum -- pemilihan wakil rakyat (DPR) dan Presiden.
 
Pertanyaannya, apakah hak pengelolaan Blok Mahakam diperpanjang, tidak diperpanjang atau dibuat skema baru melibatkan operator lama dan pemegang participating interest (PI) baru, dalam hal ini Pertamina?
 
Dalam beberapa bulan terakhir, perdebatan terus berlangsung mengenai skema dan hak operatorship Blok Mahakam. Terakhir, seperti yang diberitakan di berbagai media, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengungkapkan Total E&P Indonesia tetap akan "dilibatkan" dalam pengelolaan Blok Mahakam yang berlokasi di pesisir Kalimantan Timur itu. Dia beralasan, blok tersebut tidak bisa dioperasionalkan sama seperti blok-blok minyak dan gas bumi pada umumnya.
 
Susilo mengatakan kondisi sumur-sumur di Blok Mahakam kini hasilnya 98% berwujud air sehingga dibutuhkan penangangan khusus. "Total akan tetap dilibatkan karena masalah ini tidak bisa hanya sekedar dijalani dengan seperti biasa," kata Susilo, seperti yang dikutip Detik.com , Kamis (29/8/2013).

Tentu Wakil Menteri tersebut tidak sekadar membuat pernyataan, tetapi telah melalui proses hasil evaluasi mendalam baik secara teknis maupun non-teknis serta aspek risiko. Ia menandaskan pertimbangan Kementerian ESDM semata-mata melihat mana yang terbaik bagi negara.
 
"Jadi semua itu kita evaluasi, yang jelas ESDM tidak berkepentingan untuk merugikan negara, tidak ada rencana permainan di zaman yang serba semua disadap, kalau misalkan ada tuduhan buat ini lah itu lah ya janganlah," kata Susilo.
 
Status operator sebuah blok migas memang hanya seperti penyangkul kebun atau sawah. Ia diberi kewenangan untuk menyangkul sawah (blok), sementara pemilik tetap negara yang diwakili oleh Negara. Karena itu, operator tetap harus tunduk terhadap keputusan sang pemilik blok, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hak penguasaan sumber daya alam, dalam hal ini, blok migas, tetap berada dalam kekuasaan negara. Operator hanya berfungsi sebagai kontraktor yang menyangkul sawah atau blok.
 
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengaku tetap memikirkan keberpihakan nasional dalam Blok Mahakam tersebut. Namun yang paling penting produksi gas yang ada di blok tersebut harus tetap berjalan walaupun adanya isu perpanjangan tersebut.
 
"Teman-teman jangan berpikir mengoperasikan Mahakam sama dengan mengoperasikan Banyu Urip. Banyu urip itu masih baru. Waktu produksi, begitu dibuka krannya masih minyak. Kalau di Mahakam itu 98 persennya sudah berwujud air. Oleh karena itu kompleksitas berbeda. Bukan berarti siapapun bisa menjalankan itu," ujar dia yang ditemui di Kantornya, Jakarta, Kamis (29/8).
 
Tampaknya, memang tidak semua elemen masyarakat memahami tingkat kompleksitas blok Mahakam. 

Material yang muncul ke atas tidak hanya condensat dan gas, tapi juga sudah bercampur lumpur, pasir dan material lainnya. Hal ini bisa dipahami karena blok tersebut sudah berproduksi 40 tahun dan berada di tiga dunia, daratan, rawa-rawa dan lepas pantai. Kondisi ini turut membuat operasional blok tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati,  agar mencapai titik zero risk.
 
Disamping itu produksi gas alam dan minyak cenderung menurun secara alamiah. Karena itu, perlu investasi baru untuk mempertahankan dan bila perlu meningkatkan produksi. Operator telah mengumumkan akan berinvestasi sekitar US$2.5-US$3 miliar setiap tahun atau sekitar US$7.3 miliar dalam 5 tahun mendatang untuk mempertahankan produksi. Saat ini, memang operator Blok Migas sedang membangun anjungan minyak dan gas baru di beberapa lapangan.
 
Pembangunan fasilitas tersebut diperkirakan akan selesai 1-2 tahun mendatang. Beberapa rencana investasi baru juga sedang disiapkan, namun, ditahan dulu sebelum ada keputusan dari pemerintah terkait hak pengelolaan blok pasca 2017.
 
Kini, para pekerja di Blok Mahakam, mitra kerja, masyarakat lokal, operator Total E&P Indonesie dan mitranya Inpex, Pertamina, maupun masyarakat umum menunggu keputusan final pemerintah. Yang terpenting pemerintah membuat keputusan setelah mempertimbangkan berbagai aspek teknis, non-teknis serta pertimbangan risiko nil (zero risk)
 
Bila pemerintah membuat keputusan untuk melibatkan operator yang sekarang untuk kepentingan yang lebih besar, agar produksi tetap berjalan lancar, tidak ada risiko gangguan produksi, dan bahwa ada jaminan pemerintah akan memperoleh pendapatan lebih dari blok Mahakam dalam tahun-tahun mendatang, maka publik akan tentu memahami keputusan pemerintah, walaupun ada sekelompok elemen tidak menyetujui.  (*)

Selasa, 27 Agustus 2013

Pelemahan Rupiah, Investasi dan Industri Migas



Ekonomi Indonesia sedang menghadapi gejolak mata uang. Salah satu upaya untuk menghadapi gejolak mata uang rupiah adalah dengan mendorong masuknya investasi asing, khususnya Foreign Direct Investment (FDI) di sektor minyak dan gas bumi atau energi pada umumnya. Insentif dan kemudahan perizinan perlu dilakukan agar investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia. Hambatan-hambatan berinvestasi harus dihilangkan dan di sisi lain kepastian hukum harus dijaga. 

-------------------------------------

Salah satu fasilitas produksi Blok Mahakam
Gejala guncangan yang dihadapi ekonomi Indonesia saat ini mirip seperti yang terjadi pada tahun 2008, yakni adanya tekanan pada rupiah. Beberapa pengamat telah mengingatkan pemerintah bahwa guncangan akan memburuk bila salah dan telat memberikan respons. Apakah benar seperti itu? Lalu bagaimana peran industri migas dalam menghadapi guncangan ekonomi tersebut?

Dalam satu minggu terakhir rupiah mengalami tekanan hebat. Rupiah tertekan dan mengalami penurunan drastis dari tingkat di bawah 10,000 menjadi di atas 11,000 terhadap dolar AS. Rupiah atau nilai tukar ibarat darah dalam transaksi ekonomi.

Bila rupiah mengalami fluktuasi tajam, hal itu akan berpengaruh pada harga barang-barang, utang dolar membengkak dalam nilai rupiah, terjadi penurunan dan bahkan kekeringan likuiditas di perbankan karena pemilik modal ramai-ramai membeli dolar, entah untuk membayar impor atau membayar utang dalam dolar.

Pemerintah dan beberapa pengamat ekonomi mencoba mencari jawab dibalik pelemehan rupiah, antara lain kebijakan quantiative easing di Amerika Serikat yang menyebabkan arus balik investasi global, defisit perdagangan yang kemudian tercermin pada berkurangnya cadangan devisa di Bank Indonesia.

Kondisi ini menyebabkan sebagian investor asing melepas saham mereka di Bursa Efek Indonesia (BEI), lalu membeli dolar, sehingga menyebabkan rupiah melemah dan dolar menguat. Intinya, terjadi ketidak-seimbangan suplai dolar dan rupiah.

Jumat lalu (23 Agustus), pemerintah telah mengumumkan kebijakan atau paket ekonomi sebagai upaya meningkatkan suplai dolar ke dalam sistem perbankan. Diantaranya, membebaskan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan untuk menjual langsung produk mineral; berupaya mengurangi impor minyak dengan meningkatkan komposisi biodiesel dalam minyak yang dikonsumsi masyarakat, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan penstabilan Neraca Pembayaran, kondisi Moneter, Fiskal dan meredam ancaman Inflasi.

Bila kita melihat kondisi pasar uang, menguatnya dolar sebetulnya dapat menjadi peluang bagi investor untuk masuk atau berinvestasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan atau investor-investor asing yang berencana memasukan investasi ke Indonesia perlu didorong oleh pemerintah untuk mempercepat rencana investasi mereka, termasuk investasi di sektor minyak dan gas bumi atau sektor energi.

Sektor minyak dan gas biasanya memiliki daya tahan terhadap krisis. Bahkan saat krisis merupakan peluang emas untuk berinvesasi sehingga pada saat ekonomi membaik, perusahaan siap beroperasi atau mulai berproduksi. Investasi di sektor migas butuh betahun-tahun sebelum operasi komersial beroperasi.

Proyek raksasa Blok Masela, misalnya, dapat didorong oleh pemerintah untuk dipercepat, agar mulai berproduksi mulai tahun 2018 seperti yang direncanakan. Pemerintah dapat pula mendorong BP untuk mempercepat proyek Train 3 Tangguh. Demikian juga dengan kelanjutan pengembangan Blok Mahakam yang saat ini dikelola oleh Total E&P Indonesie sebagai operator dan Inpex asal Jepang sebagai mitra non-operator.

Pada kondisi ekonomi seperti dapat dijadikan peluang bagi pemerintah untuk segera membuat keputusan terkait hak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017, apakah diperpanjang atau melalui joint-operation antara operator lama dan pemain baru, dalam hal ini BUMN Migas nasional Pertamina. Pemerintah tidak perlu lagi menghabiskan energi untuk melobi investor untuk masuk ke blok ini, karena Total E&P dan Inpex telah berkomitmen untuk menanamkan investasinya sebesar US$7.3 miliar untuk mengembangkan Blok Mahakam dalam 5 tahun ke depan.

Saat ini industri migas dapat memainkan peran strategis untuk meredam gejolak ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 2008. Pada tahun 2008, perbankan nasional luput dari guncangan global, setelah perusahaan-perusahaan minyak menggunakan bank-bank nasional seperti Bank Mandiri, Bank BNI sebagai transaction bank maupun untuk cash management. 

Ini terjadi setelah BPMIGAS (sekarang SKK Migas) saat itu ‘memaksa’ perusahaan-perusahaan minyak dan gas global di Indonesia untuk menggunakan bank nasional untuk berbagai transaksi mereka. Kebijakan ini paling tidak membuat suplai dolar di perbankan nasional cukup terjaga, sehingga tekanan terhadap rupiah berkurang.

Pelemahan rupiah saat ini akan menguji sejauh mana daya tahan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi global. Solusi textbook dapat dilakukan dengan menggenjot ekspor, namun itu tidak mudah karena kondisi beberapa negara tujuan ekspor Indonesia sedang lesu darah. Namun, untuk produk-produk tertentu, ekspor dapat ditingkatkan untuk meningkatkan pasokan dolar ke dalam sistem keuangan dalam negeri.

Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu upaya untuk menghadapi gejolak mata uang adalah dengan mendorong masuknya investasi asing, khususnya di foreign direct investment (FDI) di sektor minyak dan gas bumi atau energi pada umumnya. Insentif dan kemudahan perizinan perlu dilakukan agar investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia. Hambatan-hambatan berinvestasi harus dihilangkan dan disisi lain kepastian hukum harus dijaga. (*)

Selasa, 20 Agustus 2013

KPK, Mafia Minyak dan SKK Migas

Peristiwa diciduknya mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini memancing beberapa elemen masyarakat untuk membubarkan SKK Migas dan menyerahkan regulasi dan pengawasan industri migas ke Pertamina. Namun, mayoritas publik menolak mentah-mentah permintaan sekelompok masyarakat tersebut. Justru pada era Orde Baru atau era Soeharto, korupsi justru lebih parah. Pertamina saat itu biangnya korupsi dan menjadi sumber dana empuk bagi penguasa. Bila tugas regulasi dan pengawasan dicaplok Pertamina, justru akan menjerumuskan Pertamina kembali menjadi sarang korupsi dan mengkerdilkan kemampuan dan upaya Pertamina menjadi korporasi kelas dunia.

 ==========================================

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Mafia Migas [atau Mafia Migas] dan SKK Migas”, barangkali tiga kata/kelompok kata yang paling banyak disebutkan dalam beberapa hari terakhir. Ketiga kelompok kata tersebut menjadi perhatian masyarakat setelah KPK menangkap tangan ketua SKK Migas Rudi Rubiandini, seorang akademisi yang terjun ke birokrasi, sedang menerima suap ratusan ribu dolar.

Apa motivasi dibalik kasus suap tersebut masih terus dikembangkan oleh KPK. Namun, paling tidak terjadinya kasus ini menyadarkan masyarakat bahwa kasus suap, penyalahgunaan wewenang, korupsi dan sejenisnya, oleh penyelenggara negara masih terjadi 15 tahun sejak Reformasi digulirkan, dan bahkan lebih menyedihkan terjadi saat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan yang ke-68.

Dari berbagai pemberitaan di media masa, baik online, media cetak, radio maupun televisi, kita menangkap aspirasi masyarakat, bahwa hampir seluruh masyarakat mendukung langkah KPK untuk mengungkap segala jenis kasus korupsi atau gratifikasi yang melibatkan pejabat negara.

Kita melihat berbagai elemen masyarakat dengan cara yang berbeda-beda mengungkapkan dukungan mereka kepada KPK. Ada yang datang langsung ke KPK, ada yang melakukan demo mendukung KPK ada juga yang menulis di berbagai media atau terlibat diskusi publik.

Ini merupakan dukungan moral bagi KPK untuk terus melakukan tugasnya untuk menghilangkan dan mencegah setiap praktik korupsi dan gratifikasi, yang juga merupakan cita-cita para Pendiri Bangsa maupun amanat Reformasi, yang hingga kini belum terlaksana.

Kasus tertangkapk tangan tersebut membuka mata masyarakat betapa cengkraman mafia migas masih kuat. Adanya mafia migas di balik perdagangan minyak di Indonesia bukan terjadi kali ini saja bahkan sudah sering dilaporkan oleh media-media ternama. Dugaan keterlibatan mafia migas di balik impor minyak yang menelan ratusan miliar hingga triliunan rupiah setiap hari kembali mencuat ke permukaan.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan pun mensinyalir adanya mafia migas dibalik impor minyak di Tanah Air, yang dikendalikan oleh Petral anak Perusahaan Pertamina. Tapi Menteri Negara BUMN pun saat itu tak kuasa mendorong dibongkarnya mafia tata niaga atau perdagangan minyak. Eksistensi Petral pun  tetap dipertahankan dan terus beroperasi.

Pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan oleh TV One baru-baru ini, isu mafia migas kembali diangkat. “Siapa Dibalik Mafia Migas”, demikian judul acara tersebut. Perdebatan seru terjadi dan menuntut KPK untuk terus membongkar adanya mafia migas dibalik trading minyak dan gas di tanah air. Seorang peserta yang juga mantan anggota DPR, Dradjad Wibowo, bahkan mempertanyakan mengapa KPK belum atau tidak berani masuk ke Petral.

Dari perdebatan tersebut muncul desakan kepada KPK untuk melanjutkan pengembangan dugaan kasus korupsi dan gratifikasi yang melibatkan perdagangan minyak (oil trading/oil impor).

Peristiwa terangkapnya RR juga mencuatkan desakan oleh beberapa elemen masyarakat untuk membubarkan SKK Migas dan menyerahkan regulasi dan pengawasan industri migas ke Pertamina. Namun, mayoritas publik tampaknya tidak menyutujui permintaan sekelompok masyarakat. Justru pada era Orde Baru atau era Soeharto, korupsi justru lebih parah. Pertamina saat itu biangnya korupsi dan menjadi sumber dana empuk bagi penguasa saat itu. Bila tugas regulasi dan pengawasan dicaplok Pertamina, justru akan menjerumuskan Pertamina kembali menjadi sarang korupsi.

Beberapa peserta diskusi ILC mengulang kembali pernyataan beberapa tokoh masyarakat bahwa membubarkan sebuah institusi karena ada oknum yang korup bukan solusi karena adanya sebuah lembaga merupakan buah dari sebuah Undang-Undang. Undang-Undang harus dibuat dulu, kalau memang sebuah institusi tidak diperlukan lagi.

Bila ada oknum yang terlibat gratifikasi atau korupsi, maka oknum tersebut yang harus dibawa ke meja hijau. Insitusinya yang harus diselamatkan. Demikian juga dalam kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas. Yang terlibat diproses secara hukum, sementara lembaganya harus diselamatkan dan dibersihkan. Sistem diperbaiki dan orang-orang yang mengisi posisi kunci harus orang-orang yang tepat, kompeten dan berakhlak.

Industri migas memang rawan terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Karena itu, publik mendukung langkah KPK untuk menciptakan good governance di industri migas. Sistem internal SKK Migas harus diperkuat, tidak harus dibubarkan. KPK tetap harus fokus mengembangkan dan menuntaskan kasus hukum ini, tidak terpengaruh oleh desakan atau tekanan politik dari luar. (*)

Kamis, 15 Agustus 2013

Kernel Oil, Mafia Minyak dan Clean Governance


Masyarakat berharap kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 

 ---------------------------------------------------------------------


Nama perusahaan Kernel Oil Pte Ltd, perusahaan yang berbasis di Singapura, mendadak tenar di Indonesia sejak sejak mantan kepala SKKMigas Rudi Rubiandini ditangkap KPK dini hari kemarin. Salah satu petinggi cabang Kernel Oil di Jakarta ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus gratifikasi, dengan tersangka utama mantan kepala SKKMigas tersebut.
Apa dan bagaimana kasus gratifikasi tersebut, hingga saat ini masih didalami KPK. Yang pasti, industri migas kembali terguncang. Disamping itu, kasus tersebut seolah membuka kotak pandora kelamnya bisnis trading atau impor-ekspor minyak, yang selama ini masyarakat hanya mencium baunya saja.

Kasus penangkapan mantan kepala SKKMigas tersebut membuat shock banyak orang. Para pejabat elit, menteri, teman-teman dekat Rudi Rubiandi, para pelaku industri migas mengekspresikan kekagetan mereka karena selama ini, Rubiandini dikenal sebagai pribadi yang cerdas, ramah, jujur dan rendah hati.

Latar belakangnya sebagai dosen teladan ITB diharapkan akan membawa perubahan banyak tidak hanya dalam upaya SKKMigas dan pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dan gas di tanah air, tapi juga untuk meningkatkan clean governance di lembaga SKKMigas, sebuah lembaga baru yang menggantikan BPMIGAS.

Media-media juga mempotretkan sosok Rubiandini sebagai sosok yang cerdas dan pekerja keras. Ia terjun langsung ke lapangan/blok migas. Ia juga mewakili SKKMigas ketika menandatangani pakta integritas dengan KPK, sebagai bukti komitmen SKKMigas untuk menerapkan clean governance di lembaga tersebut.

Banyak yang bertanya-tanya dan tidak percaya mantan Kepala SKKMigas tersebut terpeleset, terjerembab akibat kasus gratifikasi tersebut. Karirnya yang cemerlang dari seorang dosen, naik hingga menjadi petinggi SKKMigas berjalan dengan cepat dan mulus. Mulai dari Presiden SBY, Menteri ESDM, Jero Wacik, kolega Rudi dan pelaku industri migas, menyatakan kekagetan mereka.

Siapa sangka, hanya dalam hitungan hari, karirnya meredup ke jurang yang paling dalam. Apakah latar belakangnya sebagai seorang dosen lugu, tidak tahan dengan tekanan gratifikasi dan praktek-praktek kotor perdagangan minyak di tanah air? Untuk ini, kita serahkan ke KPK untuk menuntaskan kasus tersebut.

Lalu bagaimana dengan Kernel Oil?

Dari websitenya dan website lowongan kerja, terlihat bahwa perusahaan tersebut didirikan di Singapura 2004 lalu dengan bisnis utama sebagai perusahaan perdagangan minyak mentah dan produk-produk turunan minyak.

Pusat kantor Kernel Oil berada di 7500A Beach Road #10-318/321, The Plaza Singapore. Sementara di Indonesia, kantor Kernel Pte Ltd bernama PT KOPL Indonesia, berada di Equity Tower Lantai Ke-35 B, SCBD lot 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta.
Kernel Oil Pte Ltd bergerak di bidang perdagangan produk-produk turunan minyak seperti bensin, minyak gas, bahan bakar, minyak dasar, aspal, minyak mentah dan kondensat, gas, nafta, minyak tanah, minyak pelumas, dan residu.

Kernel Oil juga mensuplai cairan gas alam, seperti gas petroleum cair, etana, petrokimia, nafta, kondensat, produk non bahan bakar seperti green coke, calcined coke, lilin parafin, lilin kendur, aromate berat, dan sulfur, produk petrokimia, seperti Polytam, purified terephthalic acid, paraxylene, benzene, propilena, dan produk kimia.

Walaupun baru berdiri tahun 2004, operasi Kernel Oil telah menjangkau kawasan Asia Timur (seperti China dan Jepang) dan Timur Tengah seperti Teluk Persia, Mediterania, dan Afrika Barat. Di Indonesia, PT KOPL Indonesia bertindak sebagai trader yang mencari minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM) untuk di ekspor ke luar negeri.

Menariknya, ternyata Kernel Oil juga masuk dalam daftar peserta lelang Petral, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan minyak mentah/crude oil. Petral merupakan importer utama crude oil yang masuk ke Indonesia.

Kernel Oil Pte Ltd termasuk salah satu pemasok yang sering memenangkan tender Premium Petral, selain Arcadia Group Ltd, Total SA, Glencore International Plc, Vitol Holding BV, Concord Oil Co Inc, Verita Oil Inc, Gunvor Group Ltd.

Beberapa media nasional seperti Tempo sudah beberapa kali mengangkat kartel perdagangan minyak/impor minyak ke Indonesia. Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. 

Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia.
 


Berita bahwa Kernel Oil diduga terlibat pemberian gratifikasi ke mantan kepala SKKMigas bagi sebagian orang bukan sesuatu yang mengejutkan. Bisa jadi, praktik-praktik seperti sudah normal di bisnis trading minyak. Mental ingin cepat dapat uang boleh jadi membuat trader minyak menghalalkan segala cara untuk memenangkan tender.

Bisnis trading minyak memang menggiurkan, karena tidak usah berinvetasi ratusan juta dolar untuk melakukan eksplorasi, mencari minyak dan membangun fasilitas produksi ratusan juta dolar untuk menghasilkan produk minyak dan gas.

Perusahaan-perusahaan migas yang mau mengambil risiko berinvestasi untuk eksplorasi maupun untuk memproduksi minyak dan gas di tanah air patut mendapat apresiasi seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan migas dunia seperti Total E&P Indonesia, BP, ExxonMobil, Chevron atau Inpex. Penting bagi Indonesia untuk tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif di industri migas agar investor migas nyaman berinvestasi di Indonesia.

Kita berharap, kasus gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKKMigas dan pemberi gratifikasi oknum Kernel Oil menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan investigasi mendalam terkait praktik-praktik tak terpuji di industri trading minyak. 
Pemerintah perlu kembali mengkampanyekan pentingnya implementasi clean governance di industri minyak dan gas agar isu clean governance tidak hanya sebatas di atas kertas, tapi betul-betul dipraktik di lapangan. Mungkin Indonesia perlu belajar dari perusahaan-perusahaan minyak yang punya reputsai bagus. Semoga. (*)